18

6 4 0
                                    

Para penjaga kini dikerahkan untuk berkeliling di hutan. Para pemanah tidak membutuhkan kuda mereka, asalkan mendapat tempat persembunyian seperti di atas pohon, barangkali sudah cukup. Feiro berjalan di belakang Telstar yang tengah menarik kekangan kuda. Laki laki itu tahu, dia akan dibawa kembali menuju terowongan. Tentu saja untuk Alkei. Feiro semakin tidak tenang memikirkan bagaimana Alkei terjatuh saat itu.

Mereka masih berusaha menyembunyikan terowongan itu, tapi tidak melarang penjaga lain mengikuti mereka. Feiro dapat membuat alasan berpencar nanti bila sudah sangat dekat. Lagipula, akan lebih mudah melawan pasukan Regrafa dengan jumlah yang sepadan.

Kelompok penjaga yang lain dengan cepat menjelajahi hutan. Dan para pemanah, telah sigap meloncat dari satu pohon ke pohon lain. Tidak ada yang menemukan satupun pasukan Regrafa. Feiro dan Telstar sekarang jauh tidak peduli soal itu lagi. Kehilangan Alkei adalah kutukan bagi mereka.

"Dia tidak ada di sini..." gumam Telstar hampir terisak. Feiro mengusap pungung wanita itu dengan lembut. Satu tangan Feiro mencengkram tongkat kayu semakin erat. Hanya satu keinginannya sekarang: menghabiskan Regrafa. Pertama keluarga para penjaga, ingatannya, berbagai macam kebakaran, dan sekarang sosok sahabat dekatnya.

Feiro memandang dasar jurang tersebut dari balik semak, pintu terowongan sudah tertutup. Hanya ada dia dan Telstar yang terhuyung lemas saja.

"Alkei tidak mungkin semudah itu dibawa oleh mereka. Kau ingat ucapannya...? 'Jangan pernah membuat makanan menunggu hanya karena masalah kecil' dan ini bukan apa apa baginya." Feiro menatap ke atas. Sebisa mungkin terlihat tegar. Pandangannya buram oleh air mata yang menggenang.

"Kita lihat saja, nanti sore dia akan memanggilku untuk makan malam." Telstar berdiri, menatap Feiro yang sedari tadi berusaha menghibur setelah ia mengelap air matanya.

"Kau tidak perlu mengatakan hal yang kau sendiri ragukan. Aku baik baik saja. Mungkin. Para penjaga seharusnya sudah siap dengan kata 'kehilangan'. Membuat tubuh mati rasa adalah hal yang seharusnya sudah kulakukan sejak dulu." Feiro menggeleng, dan wajah Telstar mulai memerah. Ia terisak setelahnya dengan hidung kembang kempis.

"Menjadi penjaga adalah kewajiban. Tugas kita bukan untuk menjadi sebuah batu. Hanya saja dapat menguatkan diri atas sesuatu yang tidak terencana."

Telstar semakin lemas. Ia terhuyung dan bersender pada dinding jurang. Feiro berjongkok di samping, menghapus air mata yang menetes membasahi pipi. Telstar menggerung, lantas memekik. Feiro membenamkan kepala pada lipatan kakinya.

Para penjaga mulai kembali ke desa saat beberapa jam setelah jam makan siang. Telstar berjalan sempoyongan, dan Feiro menarik seekor kuda mengikuti wanita itu. Masa bodo jika mereka ketinggalan. Telstar hanya sesekali melihat sekeliling saat ia sedikit lupa arah pulang.

Melewatkan makanan dari pagi membuat perut Feiro sedikit merasa tidak enak. Barangkali akan terasa lebih perih jika tidak ada sesuatu yang ia pikirkan. Hutan kembali sepi. Seekor kuda hitam atau hanya berupa asap tidak menampakkan diri. Entah bagaimana mereka bisa melarikan diri.

"Mereka membatalkan rencana besar," gumam Feiro di dalam hati.

"Kau berpikir seseorang memberitahu mereka bahwa para penjaga akan ke sini?" ujar Telstar lesu sembari memainkan pedang untuk membabat semak serta rumput panjang.

"Mungkin. Jika salah satunya mendengarkan pembicaraan para penjaga dan pemimpin desa."

"Penasihat Vronta?" Feiro terdiam sesaat membuat Telstar berbalik.

"Bisa jadi."

"Penasihat Vronta yang bertanggung jawab atas semua upacara sakral desa. Bukan tidak mungkin ia menggunakan mantra untuk memberitahu kelompoknya? Lagipula, ia bersama para pemimpin dan penjaga desa saat kita datang," monolog Telstar. Feiro mengangguk setuju, tapi tidak ingin melanjutkan obrolan.

NolanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang