13

4 4 0
                                    

Berbagai macam pertanyaan muncul di kepala Feiro, membuatnya terasa seperti dipukul oleh sebongkah batu besar. Sulit dipercaya jika Arzo memang ada kaitannya dengan Regrafa. Semua orang sudah tahu asal usul laki laki tersebut, dan bagaimana bisa tidak ada yang menyadari Arzo yang sebenarnya. Feiro berkali kali berharap dia sedang bermimpi.

Fokus Feiro terbagi bagi, sampai tidak menghiraukan jika palu bisa saja memukul tangannya, dan bukan paku. Arzo yang menyadari keadaan penjaga tersebut dengan cepat merebut benda di tangannya.

"Kau yakin bisa mengerjakan ini," ucap Arzo manautkan alis.

"Aku... aku lupa tadi Alkei memintaku untuk membantunya berlatih," bohong Feiro sedikit tergagap, namun Arzo masih dapat percaya. Tidak ada raut kecurigaan di wajah laki-laki tersebut, walaupun sangat jelas tergambar bahwa Feiro tengah menutupi sesuatu.

"Oh... begitu kah? Baik, aku juga lebih baik kembali bekerja," kata Arzo dengan tangan di pinggang, memperhatikan kandang yang belum terselesaikan untuk hari itu.

Untuk pertama kalinya Feiro menunggangi kudanya di area permukiman, mencari orang yang sekiranya berada di pondok rawat. Dua penjaga tengah duduk menopang dagu tanpa semangat sedikit pun. Telstar mengerjit pada Feiro yang datang dengan kepanikan yang menyelimuti tubuhnya.

"Hey, Bung...! apa kau habis dikejar kejar penduduk karena membuat kerusuhan," kata Alkei mencoba membuat sedikit hiburan.

"Mau kuambilkan air?" tawar Telstar setuju dengan tebakan Alkei.

Feiro tidak menjawab, namun langsung mengeluarkan benda yang ia ambil diam diam dari dalam rompinya.

"Kalian lihat simbolnya?" ucap Feiro mengarah pada satu busur yang telah beralih ke tangan Telstar. Alkei mendekatkan kepalanya, melihat benda itu diputar putar oleh Telstar, mencari simbol yamg Feiro maksud.

"Ini..." ujar Telstar terbelalak, "tanda Regraga...? seperti yang pernah kita lihat?" Feiro mengangguk. Alkei merebut busur tadi dan mengusap perlahan tanda di bawahnya.

"Dimana kau menemukan ini?" tanya Alkei tidak mengalihkan pandangan.

"Arzo... aku mengambilnya diam-diam."

Telstar berdiri secara mendadak, kursinya yang jatuh menimbulkan suara debuman yang cukup kuat untuk membangunkan orang. Memandang Feiro secara intens, memastikan laki laki tersebut tengah mengatakan yang sebenarnya. Benar saja, ketegasan muncul dari sorotan mata laki laki tersebut. Telstar menghela napas, memijit kening yang semakin lama terasa semakin berat.

"Bagaimana menurutmu, Feiro? Arzo..." kata Alkei menggantung, namun dapat Feiro tangkap maksud dari perkataan tersebut.

"Tidak... tidak mungkin... tapi...." Feiro mengacak ngacak rambut sebal. Merasa tidak mungkin jika seseorang dari pihak Regrafa ikut serta dalam pelatihan para remaja desa. Kecuali hal tersebut hanya untuk penyamaran saja.

Feiro berdecak, mengambil tempat di atas tempat tidur. Berpikir pasti ada alasan lain kenapa panah tadi dapat berada padanya. Jari jari Feiro ditautkan, dengan kaki yang tidak bisa berhenti bergerak.

"Tunggu... bagaimana jika dia mendapat benda tersebut dengan cara yang sama seperti kita," kata Telstar yang Feiro harapkan benar terjadi.

"Tidak mungkin semua pasukan Regrafa ceroboh seperti itu," timpa Feiro menatap dua orang yang berhadapan dengannya. "Lagipula, aku yakin satu pasukan Regrafa bisa meninggalkan barangnya karena terburu buru. Yang lain bisa kabur lebih dulu, ditambah aku yang melihatnya saat itu."

"Bayangkan apa yang akan terjadi bila kita memberitahu para penjaga dan pemimpin desa?" ujar Alkei mengisyaratkan sebuah saran.

"Jangan!" balas Telstar dengan mata yang membulat. Seolah Alkei telah melakukan perbuatab dosa yang benar benar tidak bisa dimaafkan. Laki-laki itu menelan ludah, lebih baik mengangguk daripada mati karena tatapan Telstar. "Kurasa tidak ada lagi yang mau mempercayai kita. Lalu menuduh orang lain...? lupakan saja. Mereka akan semakin membenci kita. Dan jika kau melakukannya... aku memiliki tangan dan kau memiliki wajah. Pikirkan apa yang akan terjadi."

NolanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang