03

23 8 0
                                    

Sekarang Feiro merasa konyol, mereka bertiga terlalu masuk ke tengah hutan yang basah— karena embun atau memabg kondisinya seperti ini, dan tidak tahu arah jalan kembali. Seharusnya mereka langsung mengikuti sosok berjubah tadi, dan tidak perlu banyak bicara.

Telstar terus terusan membandingkan pohon pohon dengan dedauan yang saling bertautan karena lebatnya. Tapi dia sendiri tidak memperhatikan setiap pohon yang dilalui sampai ke sini. Feiro memutar otak. Senyum terukir di wajahnya setelah mendapat ide.

"Alkei, Telstar, cepat panjat pohon sampai di puncaknya. Dan usahakan cari pohon yang sekiranya tinggi," kata Feiro memanjat salah satu pohon, diukuti dua temannya.

Dari atas sana, hanya terlihat hijaunya daun daun sepanjang mata memandang. Feiro berpikir, begitu lamanya kah mereka sampai di tengah hutan. Matahari terasa terik di atas sana.

"Jika kau ingin melihat desa sebagai petunjuk jalan, lebih baik lupakan saja. Kita masuk terlalu jauh. Sedangkan desa, tidak memiliki bangunan yang tinggi, hingga dapat tampak dari sini," ucap Telstar

"Bukan. Tapi kau lihat letak gunungnya," suruh Feiro.

"Itu, di sana." Alkei menjuk gunung yang terlihat seperti segitiga biru dari kejauhan.

"Gunung berada di sebelah barat hutan. Sedangkan desa berada di sebelah barat daya sampai tenggara hutan. Jadi... kalian tahu harus berjalan kemana?" kata Feiro. Senyum puas muncul pada wajah mereka.

Mereka turun, menuju dahan ke dahan terakhir. Seperti kera yang berada di wilayahnya sendiri, Feiro berlari, memanjat pohon lagi untuk memastikan arah, dan melompat turun. Begitupun Telstar serta Alkei. Sejenak, misi utama mereka terhapus dari ingatan. Mereka lebih merasa bermain main di halaman rumah.

Cara itu berhasil, Feiro, Telstar, maupun Alkei sampai di ladang ladang penduduk. Para petani sedang beristirahat di bawah pohon, atau gazebo kecil yang dibuatnya.

Menu hari ini adalah sup labu dan telur goreng. Ridto— seorang juru masak laki laki bertubuh besar dan pendek, yang membuatnya untuk semua penjaga. Sebenarnya itu semua sudah cukup, pengecualian bagi Feiro, Telstar, dan Alkei. Mungkin mereka akan membeli roti, dan mengemis ikan lagi.

Tepat saat Feiro datang, penjaga lainnya telah menghabiskan sarapannya. Gaza melontarkan banyak pertanyaan, kemana saja mereka pergi sepagi itu, tanpa adanya laporan atau keterangan. Dan tentu saja, Gaza tidak akan mendapat jawaban yang diinginkannya.

"Kita makan di pantai saja," ajak Alkei menghindari pertanyaan lain Gaza. Para penjaga lain tidak mungkin cerewet bila Feiro, Telstar, dan Alkei masih kelihatan di sekitar Desa Crassfard.

"Aku setuju denganmu," jawab Feiro dan Telstar.

Deburan ombak menghantan pasir pantai yang putih berkilau. Sama seperti kemarin, di bawah pohon, dekat dengan jam nalayan, mereka duduk. Menikmati sarapan dingin mereka. Bahkan bekas arang pembakaran ikan kemarin masih ada.

"Menurut kalian, orang tadi itu pasukan Regrafa?" tanya Alkei ragu akan pernyataannya saat di hutan.
"Bisa saja, pengamanan desa menurun. Dia bisa saja dengan mudah masuk ke sini. Memata matai kita," ujar Telstar.
"Dia penasihat Vronta," kata Feiro, sontak membuat Telstar dan Alkei termangu. Lidah mereka kelu untuk merespon ucapan temannya.

"Apa?" ujar Feiro menghentikan kunyahannya seperti tadi hanya berkata bahwa permen itu asam. Dia memandang dua orang penjaga yang sedang menatapnya kali ini.

"Kau, tidak sedang bercanda 'kan?"

"Untuk apa? saat dia berbalik, jubahnya sedikit terbuka. Orang itu memakai rompi khas pemimpin— berwarna coklat hitam, dengan jahitan berpola. A... aku pun tak dapat mempercayainya," jelas Feiro sedikit tergagap. Ataukah dia salah telah memberi tahu hal tersebut.

NolanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang