Dorongan terbaik untuk berhasil itu, ada di diri Lo sendiri, orang lain hanya pelengkap dalam proses perjalanan Lo.
- Patency
🕊️
Lapangan yang semula kosong itu kini sudah terisi oleh puluhan siswa berbeda seragam. Deruman motor menemani atmosfer panas siang itu. Galang memegang tongkat baseball di tangan kanannya, Galang berdiri di sebelah Arby. Dibelakang mereka ada banyak sekali siswa yang ikut dalam aksi yang tidak seharusnya ini.
"Wah, Arby..Arby.." lelaki dengan seragam SMA lawan itu mendekat, berdiri angkuh di hadapan Arby.
"Gue kira Lo bakal jadi pengecut lagi kayak waktu itu.. panggil polisi yah? Hahaha" tawanya diikuti oleh teman-temannya.
Arby masih diam, tangannya menahan Galang yang ingin segera memukul wajah Regan menggunakan tongkatnya.
"Kenapa? Kenapa ditahan? Sini Lang! Mau mukul gue, kan? Sini, mau dimana? Pipi? Perut? Kepala?"
Galang semakin menatap Regan dengan tajam, Hilman meneguk salivanya, ikut menahan Galang agar tidak mencelakai lebih dulu.
"Ha..ternyata Wijaya lemah, atau..penakut?"
Sekarang giliran Arby yang mendekat ke arah Regan, Arby melipat tangannya di depan dada sambil tersenyum miring.
"Udah?"
"Gue kira, cuma cewe yang banyak omong. Ternyata, Lo salah satunya." Ucap Arby yang membuat Regan tersulut emosi. Tanpa Arby prediksi, Regan langsung memukul Arby.
Permulaan itu membuat semuanya kini berubah menjadi arena baku hantam, dengan Arby yang tetap melawan Regan. Keduanya sengit, mengingat mereka pernah satu perguruan bela diri.
Arby memiting kepala Regan, membisikkan kalimat yang membuat Regan semakin emosi. "Ada waktunya..gue bongkar semua tentang Lo. Bahkan bokap Lo sekalipun, ga akan bisa membantah."
Jangan salahkan Arby jika dirinya terlalu kalut dalam benci. Salahkan Regan yang memancing Arby di kandangnya.
Tidak jauh dari lapangan, Raka dan Adara baru sampai. Adara benar benar khawatir, Adara pernah melihat Arby tawuran, tapi hanya dengan sedikit anggota, dan sepertinya juga lawannya hanya preman pangkalan. Tapi kali ini beda, Adara bisa melihat jumlah manusia di sana lebih banyak, lagi, mereka sepertinya terlatih beladiri. Sungguh miris, menyalahgunakan kemampuan.
Raka menahan tangan Adara yang hendak berlari kesana, Raka sudah menduga. "Jangan, bahaya."
"Loh tapi Ar--"
"Ra, Arby bisa jaga diri. Percaya sama dia, Lo tunggu disini, jangan kemana-mana. Gue mau nyusul Arby."
"Tapi Raka, Lo--"
"Adara, janji Lo ga akan kesana?"
Adara akhirnya menghela nafas dan menuruti kemauan Raka. "Bu, saya titip teman saya ini yah" teriak Raka pada ibu warkop.
Ibu bertubuh gempal dengan roll rambut itu mengangguk, ada gurat khawatir namun ia juga tidak bisa ikut campur.
"Kita doa aja yah, semoga ga kenapa kenapa" ucap ibu itu pada Adara setelah Raka ikut melesat dalam kerumunan.
Adara tidak bisa tenang, kakinya terus bergerak sambil memerhatikan Arby. Adara tahu Arby hebat dalam beladiri, tapi sehebat apapun manusia, pasti punya kelemahan.
🕊️
BUGH!
Satu pukulan terakhir yang membuat Regan terkapar di atas tanah. Mukanya lebih banyak luka dari pada Arby. Arby mengusap darah yang keluar dari sudut bibirnya, lalu berjalan mendekat pada Regan, menarik kerah baju Regan dan mencekiknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Patency
Teen FictionAdara dan Arby, dua orang yang terjebak dalam status pacar karena sebuah insiden. Yang awalnya dikira biasa saja, tapi lama-kelamaan menjadi tidak biasa. Dibumbui oleh banyak cerita, yang akhirnya menguak tanpa celah. Mau dianggap tiada, namun nyata...