"No matter how great a human plan is, Allah has a greater plan and Allah will determine the best"
- Patency
🕊️
Matahari belum seutuhnya naik, semburat cahaya hangat perlahan terbit di ufuk timur. Gadis itu mengikat rambutnya, sudah rapih dengan seragam sekolahnya.
Pagi ini tidak ada yang berbeda, Adara tetap melakukan kegiatan monotonnya. Sholat subuh, memasak untuk sarapan dan bekal, mandi, lalu berangkat sekolah.
Ah! Jangan lupakan. Adara membawa sepiring bubur dan segelas air, sebelum berangkat sekolah, Adara menyempatkan diri membersihkan tubuh Ranti -mamanya-, lalu menyuapi Ranti. Sejak tragedi kecelakaan itu, Ranti seperti kehilangan jiwanya, wanita itu hidup, namun seperti mayat. Tidak bisa bicara, tidak bisa bergerak. Hanya duduk dikursi roda, atau berbaring di atas kasur.
Adara tersenyum. "Habis, nanti Bu Intan datang ma, uang makan juga udah Adara kasih ke Bu Intan. Maafin Dara yah ma, ga bisa lama temani mama."
Tidak ada balasan, hanya ada tatapan kosong milik Ranti. Adara menghela nafasnya.
Adara menunggu bus, bus datang tidak lama setelah itu. Beberapa kali Adara menelpon seseorang, hingga panggilannya diangkat. Terdengar suara serak khas orang bangun tidur diseberang sana.
"Lima belas menit, harus sudah siap."
"Ck! Iya!"
"Langsung berangkat, gue udah siapin sarapan, sarapan disekolah."
"Hmm".
Panggilan terputus, setelah menaruh tasnya di kelas XII IPA 1, Adara berjalan santai di koridor, masih pagi dan udara begitu sejuk. Belum ramai, hanya diisi oleh beberapa siswa yang sedang main basket. Kakinya berhenti melangkah di depan kelas XII IPS 1, saat Adara masuk, hanya ada Galang yang duduk disana.
"Hai Ra." Sapa Galang saat Adara menuju kursi Arby. Adara tersenyum membalas sapaan Galang.
"Wah enak bener si Arby, dateng telat tapi sarapan udah sediain." Ucap Galang, Adara tersenyum tipis.
"Udah sarapan Lang?" Tanyanya.
Galang langsung membelalakan matanya. "Wah! Lo peka banget si Ra, tau aja gue belum sarapan. Kenapa? Lo bikinin gue sarapan juga?"
Adara mengernyit, padahal dirinya hanya menanyai. "Ah engga, cuma nanya."
Galang menekuk wajahnya dengan lesu. "Yah.. gue kirain ada bagian buat gue. Jadi pengen punya pacar juga."
Adara terkekeh sebentar lalu menggelengkan kepalanya. "Yah dicari Lang. Gue duluan yah."
"Oke Ra."
Beginilah keseharian Adara sejak ia sepakat dalam sebuah kontrak. Andai saja waktu itu Adara tidak ikut campur, mungkin dirinya tidak ada diposisi ini sekarang. Menjadi Pacar. Ah ralat! Menjadi alat perbaikan untuk Arby lebih tepatnya.
Flashback on
Sudah satu bulan sejak Adara kembali menginjakkan kaki di sekolah elite ini, ya masa libur semester nya tidak ada yang begitu spesial juga. Kalau saja tidak ada beasiswa, mana mungkin Adara sanggup membayar SPP perbulannya, belum lagi uang komite, dan iuran lainnya.
Adara masuk kelas sepuluh IPA 1, yang kata banyak orang, 'kelas unggulan'. Adara cukup senang mendengarnya, Adara juga kembali dipertemukan dengan temanya, namanya Ningsih.
![](https://img.wattpad.com/cover/242209929-288-k258436.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Patency
Teen FictionAdara dan Arby, dua orang yang terjebak dalam status pacar karena sebuah insiden. Yang awalnya dikira biasa saja, tapi lama-kelamaan menjadi tidak biasa. Dibumbui oleh banyak cerita, yang akhirnya menguak tanpa celah. Mau dianggap tiada, namun nyata...