Saat kamu memahami sebuah buku, kamu akan menelusurinya secara dalam. Sampai kamu menemukan kontra didalamnya, dan tanpa disadari, kontra itulah yang menambah pemahamanmu tentang pandangan dan pola pikir. Seperti sahabat.
- Patency
🕊️
Pelajaran Fisika masih berjalan seperti biasa, masih dengan guru yang sama, teman teman sekelas yang sama, tetapi Adara yang berbeda.
Ningsih termenung, gadis itu mengoreksi ucapannya di perpustakaan, apakah begitu menyakiti Adara? Tidak biasanya Adara menjadi pendiam, biasanya sekalipun sedang marahan, Adara akan tetap mengingatkan Ningsih untuk memerhatikan guru, berhenti mencoret meja dengan tip-x, atau menjelaskan apa yang sekiranya tidak bisa Ningsih tangkap dari penjelasan guru.
Dengan sedikit ragu, Ningsih melirik kursi Tamara. Kosong. Hanya ada tas hitam milik Tamara di sana dengan sebuah novel bercover hitam.
"Ra." Ningsih menatap Adara ragu. Meski tidak marah, Adara begitu menyeramkan jika berekspresi datar.
"Maafin gue." Ningsih menunduk dalam, cukup Tamara yang menjauh, Adara terlalu berarti untuk dibiarkan pergi.
Tangan Adara mengelus lengan Ningsih, senyum tipisnya terbit. "seharusnya gue yang minta maaf, maaf karena selalu memaksa Lo untuk hal-hal yang seharusnya ga perlu di paksa. Makasih yah Ning, udah diingetin. Bagi gue, ini pelajaran berarti."
Bukannya membalas ucapan Adara, Ningsih malah memeluk Adara erat. Gadis itu menangis, tidak bisa ditahan lagi. "Jangan pergi kayak Tamara Ra, gue ga mau kehilangan sahabat gue lagi. Makasih udah selalu jadi Adara yang baik, pengertian, dan nerima gue jadi sahabat Lo."
Adara ikut tersenyum, ya, dia harus bisa imbang. "Makasih juga Ning, semoga nanti kita bisa kaya dulu, makan es krim nya mang Didi di deket taman komplek lagi. Bertiga."
"Yah, jadi mewek."
"Bukan sahabat kalo belum pernah bikin nangis."
🕊️
"Arby?" Adara mengernyit dan sedikit bingung dengan kehadiran Arby di depan ruang olimpiade. Raka yang baru keluar dari ruang olimpiade juga sedikit bingung.
"Lo, kerja?" Tanya Arby langsung pada Adara. Yang ditanyai mengangguk.
"Ka, Lo bawa mobil?"
"Bawa, kenapa?"
Arby melempar kunci motornya pada Raka, membuat Raka menangkapnya dan langsung mengangguk mengerti. Raka pun memberikan kunci mobilnya pada Arby.
"Kalian, tukeran kendaraan?" Tanya Adara saat baru mengerti maksud Arby
"Mau kerja, kan? Gue anter." Jawab Arby
"Oh, kalau gitu gue duluan Raka. Nanti kirim ke email gue aja yah." Pesan Adara pada Raka sebelum menyusul Arby yang sudah duluan berlalu.
"Oke Ra, semangat kerjanya!" Teriak Raka sambil mengepalkan tangan di udara, Adara tersenyum sambil mengangkat jarinya, membentuk tanda 'ok'.
"Raka ikut olimpiade?" Tanya Arby saat keduanya sudah di dalam mobil. Adara mengangguk, sebetulnya Adara masih belum seutuhnya konsen, pikirannya masih melalang buana pada Tamara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Patency
Teen FictionAdara dan Arby, dua orang yang terjebak dalam status pacar karena sebuah insiden. Yang awalnya dikira biasa saja, tapi lama-kelamaan menjadi tidak biasa. Dibumbui oleh banyak cerita, yang akhirnya menguak tanpa celah. Mau dianggap tiada, namun nyata...