Ada dua perubahan dalam hidup ; menjadi baik, atau terjatuh dahulu untuk bangkit, menemukan versi diri yang lebih baik.
- Patency
🕊️
Hari masih berganti seperti biasa, dengan kegiatan yang monoton. Adara merenggangkan ototnya saat tugasnya sudah selesai. Berbanding balik dengan Ningsih yang rasanya ingin menangis saja, mana lagi tatapan Bu Dian memang tidak bersahabat.
Sekarang sedang ulangan harian, namun terasa seperti ulangan semester. Bu Dian menatap semuanya bagai cctv disudut ruangan.
"Adara."
"Iya Bu?"
"Sudah selesai?"
"Sudah Bu."
"Kumpulkan, dan bantu ibu nanti ke perpustakaan atas." Ucap Bu Dian. Adara mengangguk, sempat menatap Ningsih yang juga menatapnya dengan wajah menahan buang air. Ningsih benar-benar pucat pasih.
"Ning, sakit?" Tanya Adara. Ningsih menggeleng dan kembali melanjutkan pekerjaannya karena Bu Dian menatapnya dengan mata yang ingin keluar.
Waktu habis.
Ada ragam ekspresi ketika mengumpulkan lembar jawaban. Salah satu yang paling lumrah adalah Ningsih.
"Gue yakin, gue dapat empat, atau lebih parah nya nol." Ucap Ningsih pada dirinya sendiri.
Adara menepuk kecil bahu Ningsih. "Optimis dong. Gue ke perpustakaan dulu, ntar tungguin kalo istirahat."
Bu Dian menyerahkan beberapa tumpuk buku kepada Adara, dan Adara menerimanya.
"Gimana progresnya, Adara?" Tanya Bu Dian, Bu Dian itu guru yang baik sebetulnya, enak diajak sharing, hanya sikapnya kalau mengajar memang tegas.
"Apa Bu?"
"Olimpiade kamu, gimana? Ibu dengar lulus seleksi. Selamat yah."
"Terima kasih Bu, progresnya ya belajarnya ditingkatkan Bu."
"Sambil kerja part time?"
Pertanyaan Bu Dian membuat Adara terkejut, yang tahu Adara bekerja itu hanya beberapa orang, mungkin juga ada yang tahu tapi acuh, namun kalau guru, Adara rasa tidak ada yang tahu. "Ibu tau?"
"Syukurlah ibu ga salah lihat orang di kafe kemarin."
"Engh..." Adara merasa gugup, bagaimana kalau Bu Dian memberitahunya ke kepala sekolah?
"Gapapa, ibu ga akan bilang ke kepsek, toh, kalau kepsek tau juga, dia ga akan larang. Paling, kamu cuma di nasihati untuk bisa konsisten dengan waktu mengingat kamu itu seorang pelajar."
Adara mengangguk. "Iya Bu."
"Anak kuat, anak hebat, tetap berdiri sama prinsip terbaik menurut kamu yah, jangan goyah."
Ucapan Bu Dian mengakhiri percakapan mereka, Adara menaruh tumpukan buku itu diatas meja.
"Adara, boleh tolong bantu Miss susun ini?" Ucap Miss Garin, penjaga perpustakaan. Adara mengangguk, Bu Dian sudah terlebih dahulu berlalu.
Selesai membantu Miss Garin, Adara sepertinya harus cepat menyusul Ningsih, atau kalau tidak Ningsih bisa kalap dengan makanan. Kan bahaya kalau timbangan UKS lagi-lagi rusak.
"Apalagi gue, huh! Pengen banget gue potong rambut nya yang sok cantik."
Samar, Adara mendengar percakapan dari ruang kosong rumpang disebelah perpustakaan. Adara tahu, ini mungkin salah karena menguping, tapi, rasa penasaran itu menggebu. Tidak puas jika tidak tuntas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Patency
Teen FictionAdara dan Arby, dua orang yang terjebak dalam status pacar karena sebuah insiden. Yang awalnya dikira biasa saja, tapi lama-kelamaan menjadi tidak biasa. Dibumbui oleh banyak cerita, yang akhirnya menguak tanpa celah. Mau dianggap tiada, namun nyata...