Bab Ekstra 1

1.1K 128 12
                                    

Satu tahun setelah penangkapan Ish dan L, keadaan kembali seperti semula

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Satu tahun setelah penangkapan Ish dan L, keadaan kembali seperti semula. Drama yang selama ini Win dan Bright mainkan mencapai akhir. Di sebuah rumah megah milik Keluarga Ramida dengan taman bunga yang sedang bermekaran, Bright dan Win duduk sambil bercakap-cakap. Senyum keduanya bagai sejoli yang baru menabur benih cinta, sedangkan Jane sedang tidak ada di rumah, ia sedang sibuk dengan kegiatannya yang entah apa.

"Bright!" panggil seorang pria paruh baya dengan pakaian rapi dan raut wajah yang tegas. Ia adalah Leo Ramida, ayah Jane dan ayah angkat Bright.

"Selamat sore, ayah," balas Bright sopan.

"Bagaimana keadaan Luke dan Lin di dalam tahanan?" tanyanya tanpa aba-aba. Raut wajah Win agak mengeras, sedangkan Bright tak mengerti maksud ayahnya menanyakan kabar dari Luke dan Lin Ishikawa.

"Baik," jawab Bright seadanya.

"Aku sudah membaca semua laporanmu mengenai semua kemampuan yang mereka berdua miliki. Aku harap masa tahanan mereka dapat kau kurangi. Aku akan segera melakukan tes untuk mereka," ucap Tuan Ramida dengan wajahnya datar.

Win masih diam, kurang lebih memahami ia memahami perasaan ayah angkat kekasihnya itu. Ditambah dengan kisah Jane yang menceritakan keseharian Lin selama ia tinggal bersamanya. Dan Bright yang mengetahui niat lain dari ayahnya hanya diam.

"Paman, maaf kalau aku lancang. Tapi apakah kita akan melakukan tes itu pada mereka berdua? Maksudku, apa Anda yakin untuk menjadikan mereka sebagai bagian dari keluarga ini?" tanya Win dengan hati-hati.

"Ya, aku mengerti maksudmu. Dan oleh sebab itu, aku setuju dengan rencana Bright. Setelah semua tes untukmu selesai, aku akan segera menyiapkan tes untuk kedua anak itu. Mereka bisa menjadi aset penting untuk berjalannya bisnis keluarga ini, kemampuan kalian bertiga sangat patut untuk diperhitungkan," ucap Tuan Ramida.

"Aku hanya memiliki firasat yang tidak baik, tapi firasat tetaplah firasat. Jika itu sudah menjadi keputusan dari Paman, aku akan mengikutinya," ucap Win. Tuan Ramida lalu masuk ke dalam rumah megah itu.

"Apa kamu yakin dengan hal ini, Win?" tanya Bright dengan sedikit nada khawatir. Win mengangguk mantap sebagai jawabannya. Tekadnya sudah bulat, ini demi kelangsungan bisnis keluarga ini. Bright hanya tersenyum, ia bisa melihat kebulatan tekad kekasihnya itu. Kalau pun percobaan ini gagal, nyawa Win tidak dipertaruhkan.

Setelah percakapan singkat itu, Bright dan Win kembali ke tempatnya tadi. Bright menyandarkan kepalanya di paha Win lalu memejamkan matanya. Tangan kanan Win bergerak menyisir rambut indah Bright, sedangkan tangan kirinya menggenggam tangan kanan Bright. Akhirnya ia bisa lega tanpa harus memikirkan masalah ini. Saat ia tahu siapa pembunuh kedua orang tua angkatnya, Win kembali dihantui oleh bayangan-bayangan dan adegan mengerikan yang ia harus lihat saat darah memenuhi lantai ruang keluarganya. Setidaknya kedua orang tua angkatnya kini dapat tenang beristirahat di alam sana.

"Bri, besok aku ingin mengunjungi makam papa dan mama. Aku juga ingin mengunjungi makam orang tua kandungku. Aku ingin memastikan makam mereka tetap indah dan terawat," pinta Win sambil terus mengelus puncak kepala kekasihnya itu.

"Baiklah, aku akan mengosongkan jadwalku untuk besok. Sudah lama kita tidak mengunjungi mereka, terutama makam orang tua kandungmu. Karena rencana ini, kau tidak bisa mengunjungi mereka selama beberapa tahun ini," jawab Bright dengan senyuman merekah di bibirnya.

"Terima kasih, sayang."

Bright menggosok-gosokkan kepalanya manja. Lalu mencium tangan kiri Win yang ada di genggamannya.

***

"Pa, Ma. Maafkan aku karena tidak bisa mengunjungi kalian selama tiga tahun ini," ucap Win dengan wajah yang tak dapat dideskripsikan. Ada kesedihan, kesenangan, dan semua perasaan yang menjadi satu sehingga hanya air mata yang kini mampu mengeluarkan semua emosi yang berkecamuk dalam diri Win. Bright berlutut di samping Win, mengusap pundak kekasihnya, menyalurkan sedikit kekuatan untuk menenangkan hati Win yang kini kembali bergejolak.

Tangisan Win makin menjadi-jadi. Isak penuh kerinduan keluar dari mulutnya yang mungil, air matanya membasahi pipinya yang putih bagai susu. Kenangan masa kecil kembali terputar dalam ingatan Win. Belaian sayang dari ibunya, teguran lembut saat ia melakukan beberapa kesalahan kecil, masakan yang selalu memenuhi meja makan di kala perutnya lapar. Ia merindukan semua itu, kasih sayang yang tanpa aba-aba, hilang tanpa sisa, hanya tinggal kenangan dan ingatan manis yang tinggal bersama. Bright juga tak sanggup menahan air matanya. Ia juga merasakan apa yang Win rasakan, walau lebih tragis. Besar di sebuah panti asuhan tanpa tau siapa orang tuanya, lalu diangkat menjadi seorang anak oleh pria kaya dan mengubah takdirnya. Win terus menangis dalam pelukan Bright. Sungguh, ia sebenarnya tak ingin memperlihatkan air matanya di depan makam kedua orang tuanya. Tapi hatinya tak bisa menahan emosi yang berkecamuk.

"Mama... Win rindu, Mama..." suara Win mulai serak karena tangisannya. Bright hanya bisa mengusap kekasihnya dalam pelukannya. Ia tau seberapa besar penderitaan yang harus Win rasakan selama ini. Kehilangan kedua orang yang sangat ia sayangi dan penyebab dari hal ini adalah saudaramu sendiri. Hati Win seakan-akan disayat dengan silet dan lukanya dibiarkan tanpa tau bagaimana cara untuk mengobatinya.

"Win..." ucap Bright lembut, ia berusaha untuk mengatur emosinya, "aku akan selalu ada di sisimu. Aku... tidak akan membiarkan hal buruk terjadi padamu. Tidak akan kubiarkan... kamu merasa sendirian lagi."

Langit yang cerah sangat bertolak belakang dengan suasana yang menyelimuti Bright dan Win. Setelah mereka selesai mengunjungi makam kedua orang tua angkat Win. Mereka lalu pergi ke makam orang tua kandung Win. Dengan mata yang masih merah, Win mulai membersihkan rumput dan tanaman liar yang tumbuh di atas makam itu.

"Ayah, ibu. Maafkan aku, maafkan aku karena sudah memenjarakan kedua saudaraku. Maafkan aku karena telah membuat mereka menjadi seorang yang tak baik. Maafkan... maafkan aku..." lirih Win kembali menangis sambil memeluk makam ibunya. Membayangkan bagaimana menderitanya kedua saudaranya karena kepergian ayah dan ibu mereka, hidup dalam bayang hitam kejahatan, berusaha untuk tetap hidup walau kematian mungkin sudah lama ingin mereka jadikan teman.

Setelah selesai mengunjungi makam orang tuanya, Bright dan Win kembali menuju kediaman Ramida.

"Bri, pastikan Luke dan Lin baik-baik saja," ucap Win saat mereka masuk ke dalam mobil. Bright hanya mengangguk tanda setuju. Mobil itu melaju di tengah jalanan kota yang padat. Baik Bright maupun Win tak ada yang membuka suara. Kesedihan tadi masih bergelayut dan menyisakan keheningan yang tak mengenakkan dalam suasana pulang menuju rumah. Setidaknya semuanya telah berakhir. Drama yang sengaja dibuat untuk menjerat penikmatnya telah mencapai bagian penutup dari kisah itu. Ya, semua rencana serta skenario yang Bright dan Win susun memang berakhir, tapi kisah selanjutnya masih akan berlanjut.

 Ya, semua rencana serta skenario yang Bright dan Win susun memang berakhir, tapi kisah selanjutnya masih akan berlanjut

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
[BL] The Murderer ✔ || BrightWinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang