Bab 13

1K 149 9
                                    

Bagai adegan di film-film romansa, mereka, Bright dan Win, memandang satu sama lain di bawah sinar bulan, untaian tak kasat-mata tersulam indah di antara mereka

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bagai adegan di film-film romansa, mereka, Bright dan Win, memandang satu sama lain di bawah sinar bulan, untaian tak kasat-mata tersulam indah di antara mereka. Langit yang cerah menampilkan bintang-bintang yang mengawasi setiap manusia yang ada di planet ke-3, angin membawa debur ombak yang tenang bagai nyanyian suci yang menenangkan, lentera dari para nelayan yang sedang berlayar terlihat indah mengambang di permukaan laut berbaur dengan kelip bintang di langit malam. Bright dan Win sama-sama terlihat bahagia, seakan-akan hanya mereka yang ada di planet ini. Tidak ada percakapan sejak mereka sama-sama mengutarakan kalimat sederhana yang memiliki makna serumit persoalan fisika, membiarkan hening menjadi selimut, menikmati atmosfer yang tercipta dari pancaran reaksi kimia di dalam otak mereka.

Bright menggenggam erat tangan Win, mengecupnya lalu menaruhnya di dada, membiarkan kekasihnya merasakan debaran jantung yang berdetak cepat karena aliran cinta.

"Bright, jika aku benar-benar menghilang, apa yang akan kamu lakukan?" tanya Win, suaranya bergetar menahan ketakutan yang entah sejak kapan datang.

Bright memalingkan pandangan, beralih memandang langit indah di atas sana, ketakutan yang sama juga kadang menghantui pikirannya, bagaimana jika Win benar-benar menghilang? Entah apa yang akan ia lakukan. Seperti tata surya yang memerlukan sang surya itu sendiri, seperti paru-paru yang membutuhkan oksigen, seperti manusia yang memerlukan jantung untuk hidup, Bright pun memerlukan Win, Win adalah salah satu alasannya bertahan sampai sekarang.

"Tergantung," jawab Bright dengan nada yang membingungkan. Win masih menatap kekasihnya, dilihatnya air mata membentuk bendungan di garis mata Bright, Bright akan menangis.

"Tergantung?" tanya Win.

"Ya, tergantung kehilangan seperti apa yang aku dapatkan. Aku tidak mengenal ayah dan ibuku, aku tidak memiliki keluarga yang menjadi sandaran saat aku tertatih, hatiku sekeras batu sebelum aku mengenal dirimu. Di saat kamu datang ke hidupku, perlahan batu yang ada di hatiku terkikis dan aku mulai mengenal perasaan lain selain amarah di dalam benakku. Jika kamu menghilang, tapi masih ada di bumi, aku akan mencarimu walau harus menyelam ke dasar samudra, gunung tertinggi tidak menjadi halangan berarti dalam pencarianmu, bahkan jika aku harus menahan panas magma, itu tidak menjadi masalah untukku. Tapi jika kamu menghilang untuk bertemu kedua orang tuamu," Bright tidak menyelesaikan kalimatnya, dadanya terasa sesak saat membayangkan kemungkinan itu, tangis yang coba ia tahan sudah memaksa untuk keluar, "jika kamu menghilang dan pergi menemui kedua orang tuamu, jika memang aku harus kehilangan detak jantungmu, aku... aku tidak mengetahui apa yang harus aku lakukan," tangisan Bright pecah, tapi ia masih melanjutkan kalimatnya, "jika kamu kehilangan yang seperti itu yang aku hadapi... aku akan mengikuti langkahmu untuk bertemu kedua orang tuamu." Ketakutan sangat terlihat dari nada bicara Bright, ia lalu memeluk erat Win, menumpahkan semua tangisannya di pelukan sang kekasih.

Win membiarkannya meluapkan semua tangisan yang tersimpan, baru kali ini kekasihnya menumpahkan emosi yang mendalam seperti itu. Bright selalu bertindak kuat agar bisa menjadi sandaran untuk Win dan melupakan bahwa dirinya juga memerlukan tempat untuk bersandar. Setelah semua emosi keluar dari lubuk hatinya, Bright menatap Win, matanya sudah merah karena tangisan tadi, napasnya masih sedikit tercekat. Bright mengatur napasnya, lalu membelai lembut pipi kekasihnya.

[BL] The Murderer ✔ || BrightWinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang