Tanding

274 11 0
                                    

Seusai membuka segel cakra Satria Braja, roh Mbah Putih segera keluar dari tubuh sang murid. Roh Mbah Putih melesat cepat masuk ke dalam kendi dengan sendirinya. Guru Adhidrawa hanya membuka tutup lubang besar, jauh sebelum Mbah Putih keluar dari tubuh Satria Braja. Sementara roh Satria Braja yang berada di dalam raga Mbah Putih juga secara otomatis keluar lalu masuk ke tubuh aslinya melalui ubun-ubun. Sepertinya, Mbah Putih sudah sangat ahli menggunakan Ajian Raga Sukma, sehingga mampu diatur sedemikian rupa. Sementara Guru Adhidrawa membantu membuka tutup lubang besar dan kecil yang ada di kendi dengan waktu yang tepat.

Setelah roh Satria Braja meninggalkan raga Mbah Putih, Guru Adhidrawa membuka penutup lubang kecil kendi. Otomatis, roh Mbah Putih keluar dari kendi dan masuk ke tubuh sepuh tanpa penghuni itu. Setelah rohnya masuk ke tubuh asli, Mbah Putih batuk. Keringat deras membasahi tubuhnya. Ia tampak jelas kelelahan. Ia segera bersila dan mengatur nafas secara perlahan. Cakra terkuras banyak karena menggunakan beberapa ajian tingkat tinggi yang melibatkan banyak elemen.

Selain itu, elemen yang digunakan juga masuk dalam kategori elemen tingkat madya dan utama. Dimulai dari Ajian Raga Sukma yang menguras cakra besar dengan menggunakan elemen mahkota, elemen tertinggi dalam tingkatan elemen cakra. Bahkan, bukan hanya Ajian Raga Sukma biasa namun Raga Sukma khusus karena harus melepaskan roh Satria Braja dan mengatur raganya sendiri agar otomatis menarik dan mengeluarkan roh Satria Braja. Lalu menggunakan tiga elemen untuk menyegel macan tutul yang menjaga segel cakra Satria Braja, sehingga terpaksa menggunakan Ajian Tapak Penyegel Arwah dengan cakra berelemen cahaya, suara, dan udara.

Cakranya juga terkuras saat menggunakan Ajian Pembuka Segel dengan elemen cahaya dan suara. Belum lagi, Ajian Bayujaya dan Ajian Saipi Angin yang murni menggunakan elemen udara. Pantas saja ia kelelahan. Namun, kemampuan pengendalian cakra Mbah Putih bisa dikatakan setingkat dewa. Ia menguasai berbagai ajian yang hampir mustahil dilakukan oleh manusia biasa. Mbah Putih adalah orang terpilih yang berhasil mengasah kemampuannya hingga melebihi batas manusia.

Saat Mbah Putih membuka mata, setelah mengatur nafas dan meregenerasi cakra. Ia melihat Satria Braja masih tergeletak, terbaring di depan tubuhnya yang sama-sama berada di persegi utama. Mbah Putih berjalan ke arah Satria Braja, melihat wajah anak itu dan memberikan tamparan keras.

"Malah tidur!" tegur Mbah Putih dengan nada kesal.

Satria Braja terbangun. Ia kebingungan. Ia menatap Mbah Putih penuh heran. Lalu beralih melihat wajah Guru Adhidrawa yang menahan tawa.

"Aku di mana? Apa yang terjadi?" tanya Satria Braja dengan lugu, ekspresinya seperti orang linglung.

Melihat raut muka lugu Satria Braja, Guru Adhidrawa menjadi khawatir.

"Apakah Satria Braja baik-baik saja Mbah Putih?" tanyanya pada pendekar sepuh beruban itu.

"Dia baik-baik saja. Coba uji dia sekali lagi dengan tes obat metode Larutan Gabungan," perintah Mbah Putih.

"Baik, Mbah Putih," jawab Guru Adhidrawa sambil melangkah mengambil Larutan Hijau dan Larutan Biru.

Larutan Hijau untuk diminum Satria Braja. Larutan Biru ditetesi darah dari anak itu setelah minum Larutan Hijau. Larutan Biru berubah warna menjadi putih yang artinya elemen cakra dominan Satria Braja adalah elemen angin. Sebuah elemen dengan hewan kuno penjaga gerbang timur yakni garuda.

"Yeeeey.... Aku bakal menjadi pendekar pengendali angin," teriak Satria Braja bahagia.

Guru Adhidrawa tersenyum kecil melihat tingkah Satria Braja yang begitu labil. Sementara Mbah Putih mengernyitkan dahi memikirkan mengapa Satria Braja disegel dan dijaga oleh sesosok macan tutul. Seekor macan tutul yang kuat sehingga bisa mengurung empat hewan kuno penjaga roh dalam konsep sedulur papat limo pancer.

SATRIA BRAJATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang