Bagian 1

4.3K 399 47
                                    

|| ANAK EMAS ||

Selamat Membaca.

Jakarta, 6 juni 2000.

Telah lahir seorang bayi yang diberi nama Alvin Radhitya Wiguna oleh kedua orang tuanya. Sepasang kaki kecil itu terus bergerak seiring terdengarnya suara tangis yang keluar dari bibir mungil si bayi. Jam dinding dan juga dentingan lonceng gereja menghiasi hari lahirnya Alvin di dunia, ia seolah sudah ditakdirkan untuk menjadi anak kesayangan Tuhan.

Saat ini seorang bocah berumur satu tahun memukul lembut dinding kaca dengan tangan mungilnya. ia yang berada di dekapan sang ayah terus tertawa dan tersenyum kala ia melihat sang adik disusui oleh ibunya. Tangan mungilnya terangkat untuk meminta sang ayah lebih dekat ke dinding kaca. Jian yang tahu bahwa putranya ingin melihat Alvin pun mendekati dinding kaca dan tangan mungil itu memeluk kaca pemisah antara dirinya dan sang adik.

Jian membenarkan helaian rambut yang menutupi wajah Kelvin. Bocah itu menatap ayahnya dan menunjuk si bayi dengan jari kecilnya. Jian berkata. "Itu adikmu. Berjanji lah untuk saling melindungi, nak. Ia yang akan kau jaga sampai kalian tua nanti." Sembari mengecup pipi Kelvin.

Seolah paham maksud sang ayah Kelvin pun mengangguk dan memberikan sedikit sentuhan ke wajah sang ayah. Ia kembali menatap bayi yang berada di ruangan tersebut.

"Apiiiin!" serunya. Jian lalu mengangguk dan mencium lagi pipi anak sulungnya itu.

"Iya Apin."

5 tahun kemudian

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

5 tahun kemudian.

Kelvin terbangun dengan wajah sang adik yang sudah berada di depannya. Wajah yang sudah penuh dengan coklat itu mengagetkan Kelvin yang mana kesadarannya belum terkumpul sepenuhnya. Bola mata itu mengerjap, Alvin merasa kakaknya tertidur dalam keadaan yang lucu. Namun, dirinya tidak tahu bagaimana caranya untuk mengatakan betapa ia menyukai wajah kakaknya saat tertidur.

Kedua kakak beradik itu membereskan kamar mereka dan berlari ke bawah untuk menuju meja makan, di sana sudah terlihat wanita paruh baya yang sedang memasak untuk kedua putranya dan juga suaminya. Mereka lalu naik ke atas kursi meja makan dan mulai mengambil roti yang sudah disiapkan oleh ibu mereka.

"Bunda, TK tempat kakak sekolah itu... adek boleh masuk tidak?" tanya Kelvin pada ibunya, ia mengambil sepotong roti dan memberikannya pada sang adik sembari menunggu jawaban dari Diana. Diana tampak berfikir sebentar, dirinya menutup panci tempat ia memasak bubur dan berjalan menuju kedua putranya untuk berbicara.

"Umur kakak sudah 6 tahun, sedangkan adek masih 5 tahun. Adek belum bisa masuk TK sama kayak kakak, lagi pula adek masih belum bisa bicara." Katanya yang berusaha membujuk Kelvin untuk memahami maksud dari perkataanya. Ia mengusap lembut wajah Alvin dan meminta Kelvin untuk segera menyuapi adiknya makan.

Jian datang dengan setelan baju kantornya. Ia mengecup pelan pipi Diana dan kedua putranya. Namun, kepada si kecil Jian menggendongnya dan membiarkan sang putra habis mencakar wajahnya. Jian lalu bertanya pada istrinya Diana, kenapa putra mereka masih sulit berbicara? bahkan ia hanya ingin berbicara dengan Kelvin saja.

Hujan dan Dunia √ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang