12. Trust Me.

107 5 0
                                    

Nissa duduk di tepi ranjang, ia melihat suaminya yang masih bergelut manja dengan selimut sambil memeluk pinggang Nissa. Nissa tersenyum simpul, ia tak tau jika suaminya sangat manja seperti ini. Tangan Nissa terulur, ia membelai helai demi helai rambut Irfan sambil tersenyum senang.

"Pagi, Nis." ujar Irfan sambil mencium pipi Nissa. Seketika pipi Nissa bersemu merah menahan malu.

"Pagi Fan." Nissa menjawab sambil merasa pipinya panas. Sungguh ia tak menyangka jika sifat Irfan bisa sedemikian rupa dengannya.

"Kau sudah bangun dari tadi atau baru bangun?" Irfan kembali bertanya sambil duduk di samping Nissa sambil merentangkan tangannya, ia mencoba membawa Nissa masuk kedalam pelukannya.

"Dari jam 07.00 tadi." jawab Nissa. Keduanya diam, Irfan kini membelai rambut Nissa sambil terkadang mencium kepala Nissa, walau ia tahu yang di cium bukan kening Nissa, tapi rambut Nissa. "Ada acara apa hari ini, Niss?"

Nissa berfikir sejenak, "Aku tak ada acara apapun." jawabnya, "Kenapa?"

"Kita kekantor sama sama. Kamu cuti dulu sebulan. Nanti aku suruh Reno agar dia bicara dengan asistenmu." ajak Irfan.

"Ah, sayangnya aku ngga bisa ijin untuk hari ini dan beberapa bulan kedepan. Aku ada tamu VIP yang gaunnya belum selesai ku kerjakan." jelas Nissa. "Aku akan dapat masalah jika gaun itu tidak selesai dalam waktu Tiga bulan."

Irfan terdiam. "Baiklah, kalau begitu. Kamu jangan lupa meminum vitamin agar anak kita tetap sehat."

Nissa senyum, dan mendongak ke atas lalu mencium pipi Irfan yang putih bersih. "Aku akan mengingatnya." setelah berkata seperti itu, Irfan yang belum puas dengan ciuman singkat Nissa, kini mencoba meraih dagu Nissa dan melumat bibir manis milik Istrinya.

"Kau sudah pintar menggodaku agar kesadaranku benar benar bangun." Ujar Irfan. "Aku sedari tadi menahannya, tapi kau kini membangkitkannya. Jangan salahkan aku, jika aku sekarang menginginkanmu!!" ucap Irfan yang kini sudah melepas baju tidur milik Nissa.

Nissa hanya tersenyum, ia tak tahu. Irfan sekarang telah jatuh cinta dengannya atau tidak. Yang dia tahu, dari hari ini Nissa mulai merasakan kehangatan milik Irfan yang Irfan tidak tunjukkan kepada siapapun.

"Kau siap?" Irfan bertanya setelah ia melepas celana tidurnya. Nissa tak menjawab dengan jelas. Dia hanya meminta agar bermain pelan, karena dia tidak mau bayi yang dia kandung terjadi apa apa.

*****

Irfan dan Nissa sudah rapi dengan pakaian kerja mereka masing masing. Kini keduanya sudah berada di meja makan. Biasanya Nissa yang memasak untuk Irfan, tapi hari ini dia sengaja meminta agar koki yang ada di apartemen itu yang memasak untuk mereka berdua.

"Aku kira aku bisa merasakan masakanmu lagi, Niss." Irfan berkata dengan sedikit kecewa.

"Bagaimana bisa dia melayanimu, sedangkan kau baru saja melepas dia setelah pintu kamarmu ku dobrak paksa." sahut Lola yang membuat pipi Nissa bersemu merah karena malu.

Irfan menggeram marah sekaligus malu. "Kau,,lain kali kalau mau masuk ketuk pintu dulu. Apa kau selama di Amerika tidak di ajari tata krama?"

"Heii, kau yang salah. Kenapa pintu kamarmu tidak kau kunci, Bodoh!!" sergah Lola tak terima.

"Astaga.. Ada apa ini? Ini masih pagi. Sudah Fan, ayo makan habis gitu berangkat. Aku bisa telat ke butik." Nissa menengahi pertengkaran di antara mereka.

Irfan dan Lola tak adu mulut lagi, mereka mendengarkan kata kata Nissa dan makan dengan nyaman.

"Fan, hari ini gue terakhir disini. Besok gue mau ke Bali. Ada kerjaan disana." Lola berpamitan pada kakak sepupunya.

"Kapan kau berangkat?" tanya Irfan sambil menyuapkan nasi kedalam mulutnya. "Lalu, kau akan bekerja dimana?"

"Aku akan berangkat nanti malam jam 19.00 tiket sudah di siapkan oleh Ayah. Aku akan meneruskan cabang Resort ayah di Bali."

Irfan hanya mengangguk mengerti. "Baiklah, nanti biar Reno yang mengantar mu ke Bandara. Aku sama kakak iparmu nanti akan lembur, jadi aku minta maaf jika aku sama Nissa tidak bisa mengantarmu ke Bandara."

"Aku yang akan mengantarmu kesana. Akan aku hubungi Reno agar dia menjemputku dulu. Baru setelahnya kita pergi bersama." jelas Nissa.

Irfan menoleh ke arah Nissa, ia tak percaya jika Nissa bisa berbicara seperti itu. Padahal, ia sudah merencanakan jika ia akan berdua sepanjang malam di atas ranjang dengan Nissa. Tapi ini apa?

"Makasih kak." ucap Lola dengan senyuman. Nissa tak menjawab, tapi ia tersenyum simpul sebagai tanda, sama-sama.

***

Irfan datang ke kantor dengan wajah yang sedikit kurang enak di lihat. Bahkan Reno pun tak ingin bertanya atau menggoda Irfan, ia hanya diam dan tak berkata apapun.

"Ren." tegur Irfan ketika dirinya dan Reno sudah ada di ruangan Irfan.

"Apa?" tanya Reno, tanpa menoleh ke arah Irfan, boss nya yang super nyebelin baginya buat beberapa hari ini.

"Apa aku rantai saja ya dia? Biar dia nurut sama aku??" Irfan bertanya tanpa menoleh ke arah Reno sedikitpun.

Reno teridam, dia tak tahu apa yang Irfannya ini bicarakan, Rantai? Siapa? Reno bertanya dalam hati.

"... Nissa, Ren,, aku ingin dia hanya di rumah saja, tapi kenapa akhir akhir ini dia sering keluar. Aku takut jika Bayu si mantannya itu mengganggu Nissa lagi."

"Fan, kamu sudah gila? Mau merantai Nissa?"

"Lah, habis aku harus gimana? Tadi aku sudah mengajukan kepada Nissa agar dia libur selama sebulan. Aku ingin aku dan dia bermanja gitu, ala ala orang bulan madu. Tapi dia menolak.''

"Apa yang ada di otakmu hanya tidur berdua dengan si Nissa?" tanya Reno tak percaya.

"Lah terus? Aku hanya ingin dia dan aku semakin dekat."

"Kamu sudah jatuh cinta dengannya, Fan. Dan itu terlihat sejak lama.'' ujarnya sambil duduk di sofa. "Kau tahu, saat kau dulu jatuh cinta dengan si Stevi, sifatmu sama seperti ini, tapi, dia meninggalkanmu."

"Hey!! Kenapa harus bahas Stevi? Aku tidak mencintai Nissa, sialan. Aku masih menyimpan nama Stevi di dalam hatiku." sanggah Irfan.

"Tidak, Fan. Kau mencintai Nissa juga sekarang. Percaya padaku, kejar Nissa sekarang Fan. Sebelum dia pergi lagi dari kehidupanmu." setelah mengatakan hal itu, Reno pergi dari ruangan Irfan.

Reno tak habis fikir, bagaimana bisa dia mempunyai Boss yang seperti itu.
Padahal sudah jelas jika dia mencintai istrinya, Nissa. Tapi, masih saja tak mau mengaku. Astaga, ada apa dengan Bossnya, apa Bossnya masih memegang rasa gengsi?

****

Di butik, Nissa merasakan mual. Hal yang selalu terjadi saat dia tak di dekat Reno. Padahal, kalau di dekat Reno, dia tak pernah mual. Sudah Lima kali ia keluar masuk kamar mandi untuk mencoba memuntahkan apa yang ada di perutnya, tapi tetap saja yang keluar hanya cairan putih. Nissa merindukan Reno untuk sekarang.

"Bu, Nissa tak apa-apa?" tanya Anggra yang tidak lain adalah staff penjahit di butiknya.

Nissa hanya menggeleng, "Tak apa, biasa Morning sicknes" ujarnya sambil senyum.

"Apa perlu saya telfonkan pak Reno?" tanyanya lagi, penuh perhatian.

Nissa menggeleng, "Tidak perlu, aku baik baik aja kok.. Terima kasih atas perhatianmu." setelah mengatakan hal itu, Nissa berjalan lagi ke ruangannya.

Ia membungkam mulutnya dengan tangan kiri, padahal baru saja masuk sudah mual yang di rasa oleh Nissa.
"Kenapa hamil menyusahkan sekali." batin Nissa.

Sementara pendek dulu ya . soalnya mau hiatus beberapa minggu, hp rusak soalnya. Maaf ya jika slow respons, dan slow update.
Semoga besok klo sembuh, bisa update sebanyak mungkin.😌😌😌

AnnisaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang