14. Kepercayaan Yang Tersakiti.

104 5 2
                                    

"Jika semua bisa sembuh dengan kata Maaf dan Janji yang ntah bisa dipercaya atau tidak, Lalu kenapa sakit didalam dada masih terasa?"
-Nissa.-

Nissa terdiam di kamarnya sejak kejadian itu, ia masih tak bisa bertatap muka dengan Irfan, Suaminya.
Kejadian malam itu masih berputar di memori otaknya bagaikan film yang ia sudah hafal alur ceritanya.

Meski Irfan malam itu sudah mengakui ke khilafannya dan meminta maaf, tapi, relung hatinya masih berdenyut nyeri saat dia melihat wajah sang suami.

-Malam Itu.-

Irfan masih memeluk Nissa di dalam Lift basement. Ia tak bisa apa apa kecuali hanya menepuk bahu Nissa agar dia berhenti menangis. Di dalam hidupnya, baru pertama kali ini dia tak bisa berbuat apa apa, otaknya tidak bekerja sedikit pun saat dia melihat wanita yang ia dekap menangis.

"Maafkan aku." hanya itu yang dapat ia katakan pada istrinya.

Nissa terdiam, ia tak menjawab apapun. Ia menyeka air matanya lalu mengurai pelukan Irfan. "Aku masih belum tahu aku bisa memaafkanmu apa tidak." ujar Nissa lalu meninggalkan Irfan sendirian di dalam Lift basement.

****

"Niss,, Nissa..." suara ketukan membuat Nissa menoleh ke arah pintu kamar. "Niss, ayolah keluar dari kamar itu." ujar Irfan memelas.

"Buat apa? Lagian aku tidak ingin keluar dari duniaku." Nissa menjawabi dengan gerutuan. Nissa sangat kecewa dengan apa yang Irfan lakukan. Dia tak mau perasaannya untuk Irfan berkembang lagi, dia mau mematikannya walau dia tak tahu apa bisa ia melakukannya?.

"Niss, kalau kamu ngga mau keluar ya sudah gak papa. Aku berangkat kerja dulu. Sarapanmu sudah ada di meja makan." setelah mengatakan hal itu, Irfan sudah pergi meninggalkan Nissa.

Bukannya Irfan ngga mau membujuk Nissa atau bagaimana tapi dia hanya ingin memberi waktu buat Nissa untuk sendiri dulu dan meredakan emosinya.

Nissa keluar dari kamar, ia menuju ke dapur dan melihat makanan yang sudah disiapkan oleh pembantu yang dipanggil oleh Irfan menggugah selera makan Nissa.

Nissa mencicipi tumis kangkung yang di dalamnya ada hati dan ampela yang sudah di potong buat tambahan, menggugah selera Nissa.

Perut Nissa berdemo, ia merasa sangat lapar. Nissa mengambil piringnya dan duduk di kursi yang biasanya di tempati oleh sang Suami. Ia mengambil nasi, tak lupa dengan tumis kangkung yang menggugah selera tadi dan menyendokkan beberapa suapan nasi beserta yang lain kedalam mulutnya. Ia sampai tidak sadar jika pintu utama apartemen telah terbuka.

Irfan berdiri di ujung sudut ruang tamu, ia melihat betapa lahapnya Nissa memakan masakannya. Hatinya berbunga, senang. Yah, Nissa tak tahu jika Irfan selama ini bisa masak, dan ia menunjukkan kemampuan masaknya hanya kepada Nissa. Ia bahkan memperhatikan Nissa yang mengisi lagi piringnya dengan nasi hangat dan sayur oseng kangkung tadi.

"Alhamdulillah.." ucap Nissa setelah ia menghabiskan setengah nasi dari penanak nasi.

Ketika Nissa berdiri dan tanpa ia duga, Irfan langsung memeluknya dari belakang. Irfan tak berkata apa apa, ia hanya menghirup rakus aroma tubuh wanita hamil yang dia rindukan. "Aku mohon, tetaplah seperti ini." ucap Irfan dengan sedikit serak.

Nissa terdiam, ia merasakan Irfan yang tidak seperti biasanya. Dia hanya bisa membiarkan Irfan memeluknya. "Niss, apa kau masih marah kepadaku?" tanya Irfan.

AnnisaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang