BAB V : A Fate

95 13 0
                                    

Vanko memasuki rumah seperti biasanya, tanpa salam hangat untuk melunturkan kehangatan juga senyuman yang mungkin bisa menggantikan fungsi penghangat ruangan. Bahkan, saat Vanko melewati ruang santai tanpa memerhatikan eksistensi ibu dan adiknya---Viola Dickson yang masih berumur 5 tahun.

"Kakak!" Viola memekik, tetapi tidak dihiraukan oleh Vanko yang terus menaiki tangga menuju kamarnya. Melihat itu, membuat Aileen tersenyum getir, hingga di mana Aileen mengelus puncuk surai Viola dengan lembut.

"Kakak sedang lelah, Viola mengertikan?" tanya Aileen dengan lembut, membuat anak perempuannya yang memiliki pipi temban seperti mochi---kue Jepang yang terbuat dari beras ketan, menganguk dengan senyum.

"Iya, Viola mengerti dan sayang kak Vanko banyak-banyak," katanya dengan polos, membuat Aileen begitu gemas untuk mencubit pipi putrinya itu.

"Manis sekali. Kak Vanko juga sayang banyak-banyak kok sama adiknya ini." Sambil memeluk putrinya dengan hangat. Sekalipun, hatinya selalu resah dengan keadaan Vanko yang tidak lekas membaik dengan masa lalu, Viola selalu ada untuk  membuatnya tersenyum dan melepas beban sebentar saja. Aileen bersyukur dan selalu mengharapkan agar putranya bisa terlepas dari kejamnya masa lalu. Itu adalah sesuatu yang dinantikan hingga kini.

Sementara Vanko, kini meletakan tas di atas kursi. Dengan seragam yang masih terpasang, didudukinya kasur empuk berwarna biru navy sembari berpikir atas perlakuannya pada gadis menjengkelkan di sekolahnya. 

"Kenapa aku harus memberikan jaketku kepadanya?" Itu menjadi pertanyaan bagi dirinya sendiri yang teramat sulit untuk dijawabnya. Mencoba menghela napas dan melupakan semuanya---ia menganggap jika tidak pernah melakukannya. Lantas, melepaskan blazer yang ia kenakan dan berniat untuk berbenah diri. Jika saja, seseorang terdengar mengetuk pintu, membuat Vanko beranjak ke pintu untuk membukanya.

Vanko dapat melihat presensi ibunya yang tersenyum manis kepadanya dan berlanjut saat ibunya kini melangkah masuk ke dalam kamar. "Bagaimana dengan sekolahmu? Apa suka dengan suasana barunya?"

Pertanyaan itu, membuat Vanko tiba-tiba saja mengusap lehernya seraya menggigiti bibir bawahnya sebelum mengangguk. "Lumayan." 

Aileen yang mendengarnya, cukup lega. "Syukurlah kalau begitu dan semoga putra Mom menemukan suatu hal yang belum pernah Vanko temukan di sekolah sebelumnya," katanya berharap dan tersenyum tipis. Mengingat di mana Vanko selama ini hanya menjalani homeschooling sejak sekolah dasar hingga menengah. Dan atas perkataan dokter yang menangani Vanko, merekomendasikan agar Vanko dapat menemukan hal baru dengan mengikuti pembelajaran di sekolah. Awalnya, Victory maupun Aileen sangat gelisah. Menimbangi bagaimana Vanko yang belum pulih seperti biasanya dan terus membutuhkan obat yang terus dibawanya kemana-mana.

Vanko hanya mengangguk. 

"Hampir Mom lupa! Vanko masih mengingat Sam'kan? Mom baru tahu jika Sam sekolah di sana."

"Ya, kami bertemu," katanya, membuat Aileen cukup puas saat Vanko mulai memberikan timbal-balik dengan baik. Setidaknya, Vanko tidak lagi hanya memberikan bahasa tubuh.

"Semoga kalian bisa berteman dengan baik dan ada yang Vanko butuhkan? Mom bisa---"

Dengan kilat, Vanko menggeleng. "Aku ingin istirahat." Pun, membuat Aileen mengerti dan hendak keluar dari kamar. 

Akan tetapi, Vanko yang hampir menutup pintunya, Aileen langsung saja menahannya dengan cepat. Membuat Vanko menaikkan sebelah alis saat ibunya kini mencoba mengeluarkan sesuatu dari dalam saku. 

Sebuah cokelat.

"Dari Viola."

Vanko mengambil cokelat itu dan mengamatinya dengan lekat kala matanya tidak sengaja menemukan sebuah kertas kecil berwarna.

Twinkle-UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang