BAB XIX : Misunderstanding

81 9 0
                                    

Sungguh, Aileen merasa heran dengan putranya yang kerap kali melamun dan tidak berselera makan. Bahkan, Vanko tidak ingin menjelaskan alasannya. Terlebih, saat Aileen menanyai Sachi yang tidak datang kemarin sore untuk acara makan malam---Vanko terus saja bungkam.

Akan tetapi, Aileen tidak bisa melihat putranya seperti itu terus-menerus. Padahal, kemarin-kemarin, ia baru saja gembira dengan perubahan Vanko yang menghangat. Agak membingungkan saat Vanko berubah seperti ini, dan Aileen sangat yakin jika itu ada hubungannya dengan Sachi.

Alhasil, Aileen berniat bertukar cerita dengan Vanko yang termenung di atas balkon kamarnya. Sekejap, ia menghela napas dan mendekat ke arah Vanko yang belum menyadari kehadirannya.

"Baby …." panggilnya dengan lembut. Sontak, membuat Vanko menoleh walau sekilas. 

"Mom, jangan ganggu aku dulu," balasnya saat merasakan jemari sang ibu memegang pundaknya. 

Akan tetapi, Aileen tidak memedulikannya. "Ada apa denganmu, Baby? Apa ini ada hubungannya dengan Sachi?"

"Mom … aku tidak ingin membahas gadis itu," balasnya dengan datar dan sedikit penekanan saat mengatakan; gadis itu. 

Tentu, anggapan Aileen mengenai kedua sejoli itu memiliki perselisihan, benar akan adanya. Namun, ia tidak tahu, permasalahan apa yang membuat keduanya seperti ini? Terlebih, Aileen begitu tahu putranya yang dapat memahami beberapa hal.

"Itu artinya, iya." Lantas Aileen menggerakan pundak Vanko agar bisa berhadapan dengan dirinya. Apalagi, Vanko tidak memberikan penolakan apapun. Hanya ekspresi enggan untuk membahas yang ditampakkan Vanko lebih jelas lagi. "Coba ceritakan pada Mom. Kenapa dengan kalian? Barangkali, itu hanyalah sebuah kesalahpahaman---"

"Itu bukan kesalahpahaman, Mom. Dan harus Mom ketahui adalah …," jedanya saat memotong pembicaraan sang ibu. Pun, membuat Aileen tidak mengerti. "Dad Sachi adalah pelaku utama dari kejadian masa lalu itu. Dad Sachilah yang membuatku seperti ini, Mom!"

Terkejut. Aileen tidak bisa lagi mengungkapkan bagaimana terkejutnya ia mendengar penuturan Vanko mengenai hal itu. "Va--vanko, apa ucapanmu benar?"

Mendengar sang ibu memastikan, membuat Vanko tersenyum statis. "Aku tidak pernah seserius ini dalam mengatakan kebenaran, Mom. Hah! Kenapa aku baru menyadari jika Sachi peduli kepadaku, karena ingin menebus kesalahan Dad-nya. Itu sudah sangat jelas."

Aileen memang terkejut, tetapi ia tidak yakin dengan ucapan Vanko mengenai; Sachi melakukannya karena ingin menebus kesalahan ayahnya. Aileen benar-benar melihat ketulusan dari binar mata itu. "Kau sepertinya salah paham, Baby. Mom sangat yakin jika Sachi tidak mengetahui hal ini," katanya dengan serius. 

Sontak membuat sebelah alis Vanko terangkat. "Hoh, apa maksud perkataan Mom?"

Aileen belum mengatakan apapun. Ia masih memilih bungkam dan menuntun jemarinya untuk mengelus pucuk rambut Vanko. "Mom pernah bertukar cerita dengan istri pelaku yang melakukan hal itu kepadamu yang tak lain adalah ibu Sachi, sepertinya. Namanya, kalau tidak salah Belle. Iya, Belle."

"Bukankah, Mom pernah mengatakan jika pelaku itu mengalami ganguan mental? Bahkan, kau bukanlah korban tunggalnya saja. Mom sangat menyayangkan saat putra ibu salah satu dari korbannya dan Mom sangat ingin jika pelaku itu mendapatkan hukuman yang paling berat---setimpal dengan perbuatannya. Akan tetapi, takdir berkata lain saat ia dinyatakan tewas lantaran kabur dari jeratan polisi."

"Dan, Belle pernah bercerita di mana ia memiliki anak perempuan, sepertinya itu adalah Sachi. Ia akan berusaha agar putrinya tidak mengetahui hal bejat yang dilakukan oleh ayahnya. Itu mungkin, bisa membenarkan opini Mom. Lagipula, takdir tidak ada yang tahu, Baby. Bahkan, saat secara kebetulan, Sachi yang notabenenya adalah putri dari pelaku itu, membuatmu keluar dari kelamnya masa lalu. Kau hanya berpikir dengan diselingi ego, bukan dari sini," jelasnya seraya menunjuk hati Vanko yang terletak antara dada dan perut---bermaksud; Vanko seharusnya berpikir dengan pikiran terbuka dan hati adem.

"Secara tidak langsung, Mom mendukungnya'kan?" ucap Vanko dengan seringai.

Kalau sudah begini, Aileen hanya bisa tersenyum tipis. "Mom tidak mendukung siapapun, Baby. Hanya saja, jangan menyudutkan Sachi atas kesalahan Dad-nya. Kau pun pasti bisa memahaminya. Sachi peduli padamu dengan tulus," balasnya yang kemudian mengusap rambut putranya dengan lembut dan berlalu meninggalkan Vanko yang masih bergelut dengan pemikirannya setelah mendengar tutur kata sang ibu.

***

Masih begitu dini, Sachi telah berada di pemukiman sekolah---lebih tepatnya ia telah berada di dalam kelas, seraya memegang amplop berwarna ungu yang di dalamnya terdapat surat yang ditulisnya untuk Vanko dan sebuah gelang tali bertulis 'Tomorrow by Together' berwarna ungu. Gelang yang dibuatnya dan ingin ia diberikan pada Vanko sebagai hadiah ulang tahun, dan ia baru sempat memberikannya.

Malam ini, Sachi harus meninggalkan London, dan hanya ini yang bisa ia lakukan, karena Vanko yang tidak ingin mendengarkannya. Ia tidak berharap apa-apa, selain Vanko ingin mengatakan satu kata saja kepadanya, sebelum ia meninggalkan London dan menjalani perawatan di New York.

Semuanya sangat berat, tetapi ia tidak bisa melakukan hal apapun. Alhasil, Sachi langsung menyimpan amplop itu di dalam laci Vanko, mengharapkan jika Vanko akan membacanya. Kedua matanya berkaca seraya berbalik. Namun, suara derap langkah langsung terdengar dan membuat Sachi menatap manik seseorang yang tidak lain adalah Vanko dengan lekat. 

Ia terkejut. Sungguh amat beruntung, Vanko tidak melihatnya yang tengah menyimpan sesuatu di dalam laci itu. Terlihat, keduanya saling bertatap, tetapi berakhir di mana Vanko berjalan menuju bangkunya tanpa mengeluarkan suara bising.

Sachi hanya menghela napas. Ia pun melakukan hal yang sama dan sesekali melirik Vanko yang kini membaca sebuah buku pelajaran. Apakah Vanko tidak melihat surat yang ia buat? Atau Vanko pura-pura tidak melihatnya?

Sachi dibuat gelisah kala melihatnya. Vanko masih seperti kemarin, dan itu menyiksanya secara perlahan. Ia merindukan senyum Vanko. Mengharapkan, jika Vanko akan memberikan senyumnya sebelum ia benar-benar pergi.

Entah, ia akan bertahan atau malah pergi untuk selama-lamanya dari kehidupan ini.

***

Bel telah berbunyi, membuat semua murid bersiap untuk kembali ke rumah. Bahkan, termasuk Sachi yang kini bangkit untuk keluar dari kelas, tetapi ia harus menghentikan langkahnya untuk melihat laci Vanko yang tidak mengalami perubahan. Amplopnya masih tersimpan di sana dan bahkan belum terbuka.

Alhasil, Sachi menuntun tungkainya untuk mendekat ke arah Vanko yang kini berdiri. "Vanko! Kau terus mendiamiku dan itu menyiksaku. Aku tahu, ayahkulah yang bersalah, tetapi aku tidak tahu apa-apa. Aku---"

"Aku tidak ingin mendengarmu! Menyingkirlah dari hadapanku, Nona Martinez!" 

Sachi kesal. Ia juga tidak bisa menahan isakannya. Tanpa memikirkan ia dan Vanko menjadi pusat perhatian kelas, dengan mengentak-entakkan kedua kakinya, Sachi langsung pergi begitu saja.

Vanko sebenarnya ingin menahan Sachi, tetapi ego dalam dirinya, lebih menyeruak dari segalanya. Alhasil, ia bersikap seolah-olah tidak ingin mendengarkannya. Bahkan, ketika ia yang ingin meninggalkan kelas, ia langsung mengambil amplop yang berada di dalam lacinya. 

Vanko mengambil amplop itu, tetapi tidak berniat untuk membukanya. Ia masih enggan untuk mendengarkan semua omongan Sachi melalui tulisan.

Sementara Sachi, setelah mendengar tutur kata Vanko yang membuatnya menangis, ia tetap menanti kehadiran lelaki itu di lapangan basket di dekat rumahnya---sesuai yang ia tulis dikertas itu. 

Sachi sangat yakin, jika Vanko akan datang untuk menemuinya. Sekalipun, keyakinannya kadang runtuh, karena Vanko belum juga datang untuk menemuinya. Padahal, waktunya tidak lama lagi. Ia harus pergi---mungkin, hanya sejam ia akan menanti Vanko di tempat ini.

Manalagi, momen antara ia dan Vanko yang kini terputar dalam benaknya, membuat Sachi sontak tersenyum diselingi lirihan, sembari menatap pintu utama lapangan basket.

Tbc.

Gimana, guys? Maaf kalau agak ngebosanin, hehehe.

Oh, iya! Sekadar informasi, Twinkle-US udah mau tamat loh😍tetap staytune yah💜

Twinkle-UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang