Bagian Delapan 🥀

57 12 0
                                    

بعد مرور بعض الذكريات نبتسم حُباً ومن ثم نحزن شوقاً

"Setelah beberapa kenangan berlalu, kita tersenyum karena cinta, lalu bersedih karena rindu."

-Cinta Dalam Istikharah 🕊
.
-@dnnsa_ar-

Sempatkan vote dan komen!

Bangku yang biasa terisi kini kosong. Tak ada yang sangat antusias bertanya kala guru menjelaskan.

Kinan menghela nafasnya gusar. Sudah dua hari Zirah tidak masuk sekolah. Tanpa keterangan. Hal ini membuat Kinan khawatir tak biasanya Zirah seperti ini.

"Woiii Nan, Bidadari surga ane kemana udah dua hari ini nggak berangkat jadi sepi nih kelas," celetuk Dio. Kinan melirik Dio sekilas. Lantas berkata, "gue juga nggak tau keles."

"Kan elo sahabatnya gimana sih." sahut Rahma—Orang yang duduk di depannya.

Sementara Kinan enggan menanggapi celotehan para teman-teman. Bukan hanya teman-temannya saja yang merasa kehilangan sosok Zirah, dirinya pun sama. Sepi. Itu yang dirasakan kelas XI MIPA 3.

***

"Lo temen sekelasnya Zirah kan?"

Spontan Kinan mengangkat wajahnya. Ternyata Bayu si ketua OSIS super dingin.

"Kalo ditanya tuh jawab!"

"Eh iya kak, aku temen sekelasnya Zirah,"

Bayu menatap Kinan dengan tatapan intens. "Kenapa dia nggak pernah ikut rapat? udah dua hari ini dia bolos rapat."

"Ud–udah dua hari ini Zirah nggak berangkat sekolah kak, aku juga nggak tau penyebabnya apa." ucap Kinan menjelaskan.

"Oke thanks, gue duluan." Setelah mengatakan itu Bayu langsung bergegas pergi.

"Dasar, ketua songong kalo aja gue nggak cinta sama lo gue hajar lo, hiiih." Kinan terus mengumpat.

"Dasar orang gila." ujar salah satu siswi yang melihat Kinan terus mendumel tak jelas.

"Apa lo bilang?!  lo tuh yang nggak waras dasar orang aneh!"

***

Pintu kamar bercat putih, diatasnya terdapat sebuah gantungan kayu bertuliskan ‘kamar Zirah’ terus diketuk oleh seseorang. Seseorang itu tak lain adalah Zainal.

"Ra,"

"Ra, buka pintunya Ra."

"Ra ini abang,"

Zainal terus mengetuk pintu kamar adiknya. Namun tak ada respon. Sepulang dari pemakaman Zirah hanya mengurung diri di kamar. Hal ini membuat Fatin dan Akbar sedih.

"Gimana bang? Zirah mau keluar kamar?" tanya Fatin khawatir. Sementara Zainal hanya menggelengkan kepalanya pelan.

"Zirah, nak jangan gini terus dong sayang ayo makan kamu belum makan dari kemarin," ucap Akbar berusaha membujuk anak gadisnya.

Tak berapa lama, pintu kamar Zirah terbuka. Menampakkan sosok yang pucat pasi, khimar berantakan dan mata yang sembab karena terus menangis.

"Sayang," panggil Fatin. Seketika tubuh Zirah luruh dalam pelukan Fatin. Ia tak sanggup. Rasanya seperti mimpi. Mimpi yang sangat buruk.

"Umi... semua itu mimpi kan? eyang masih hidup kan Umi? Umi jawab! kenapa Umi diem jawab Umi... hiks.."

Fatin melerai pelukannya. "Zirah harus ikhlas, relakan kepergian eyang, kasihan eyang kalo liat Zirah terus seperti ini, Ikhlas memang sulit nak, ikhlas adalah ujian dari Allah. Memang tak mudah untuk melakukan itu. Sedikit demi sedikit pasti Zirah bisa."

Cinta Dalam IstikharahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang