Mina berusaha membuka matanya yang berat. Kedua mata indah itu mengerjap pelan, ada seseorang yang tengah menantinya untuk bangun.
Menatap wajahnya, juga mengerjapkan matanya berkali-kali sebelum berteriak,
"BAPAAAAAAK, Tante Mina sudah bangun!" Mina tersenyum kecil saat melihat Aru berdiri dan berlari keluar dari kamar tamu dan memanggil Mirza.
Suara pertemuan wajan dan spatula, pertemuan talenan kayu dengan pisau dan aroma masakan lezat— cukup membuatnya penasaran, apa yang tengah Mbok Tri masak di dapur.
Mirza segera berlari ke arah tempat tidur, menahan Mina untuk bangun saat sang putra mengadu padanya tadi.
"Sudah merasa lebih baik?" tanya Mirza seraya berjongkok disamping ranjang.
Aru hanya diam memperhatikan, sambil sesekali tersenyum lalu menempatkan sikutnya pada bahu Mirza.
Mengangguk dan tersenyum, Mina menjawab dengan suara lemah, "Ya, terima kasih.."
"Aru tidak sekolah, hm?" tanya Mina pada Aru. Mina meraih tangan mungil Aru, untuk duduk di sampingnya. Rambut ikal keriting Aru bergerak, sangat lucu.
"Sudah pulang, Tante." Mina terkejut, mencari jam dinding dan benar saja— ini pukul sebelas siang, baru menyadari bahwa dirinya tertidur dengan waktu yang cukup lama.
"Aku dengar dari Bapak, Tante sakit. Jadi sepulang sekolah aku minta ke Bulik Dhiza untuk kesini sebentar." jelas Aru yang membuat Mina tersenyum dan segera membelai pipi gembul milik si versi kecil Mirza itu.
Sejenak teringat, Mirza terdiam.
Pukul dua malam tadi Mina mendadak demam. Mirza masih ingat bagaimana nafas wanita itu berhembus tak beraturan.
Bibirnya pucat, memanggil "Mama.."dengan lirih. Ada rasa hati yang ikut tercabik saat Mirza mendengarnya. Pasti berat kehidupan yang Mina jalani sejauh ini.
Sembari memeras handuk kecil berwarna putih dan mengompres dahi Mina, Mirza berdo'a. Mendo'akan Mina selalu bahagia.
Kedua mata Mina terpejam menahan erangan sakit yang membuat Mirza tanpa sadar berkata dalam hati,
"Biar saya saja yang sakit, Tuhan. Jangan Mbak Mina." Begitulah kiranya, takut jika Mina sakit terlalu lama.
Tetapi, beruntung selain kompresan air hangat, obat penurun panas ditemukan Mirza di kotak obat ruang tengah, memberikannya pada Mina hingga wanita itu bisa tertidur pulas.
Sejujurnya, jika berbicara bagaimana bisa Mina tertidur pulas, Mina akan membahas tentang obat yang betul-betul memberikan reaksi kesembuhan dan ketenangan baginya.
Kehadiran Mirza, serta genggaman tangannya. Mina tertidur dengan tangan kanannya dalam genggaman Mirza.
Rasa takut Mina hilang.
Sementara Mirza tak mau kehilangan Mina.
**
Menatap pantulan dirinya yang 'baru' di cermin, Mina tersenyum. Tak menyesal ia meminta Dhiza memotong rambutnya.
Dhiza juga tersenyum kecil sambil menyisir rambut lembut itu, "Mbak Mina sangat cantik." ucapnya yang membuat Mina tersenyum lebih lebar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bittersweet ; Mina
FanficMalam terburuk yang pernah ada. Di malam pertama, Mina harus mendapati kenyataan bahwa dirinya hanyalah seorang istri kedua dari pengusaha kaya raya. Hidupnya yang kelam semakin bertambah muram. Namun- pertemuan bersama Mirza mengubah segalanya. ...