6 - Simpang Lima

616 141 68
                                    

Malam ini, Mina mengantarkan Tegar dan ibu mertuanya ke Bandara. Mereka hendak pulang ke Jakarta setelah tiga hari berada di Semarang.

Tidak ada momen yang indah saat Tegar dan mertuanya ada disini.

Bahkan, Mina harus terjaga selama tiga malam dan hanya bisa tertidur selama satu jam setiap malamnya.

Takut, takut sekali jika Tegar berhasil memilikinya saat ia tertidur. Meskipun, ia tau Tegar tak akan mungkin berani karena telah menjanjikan akan menunggunya sampai dirinya benar-benar siap.

Ibu mertua?

Pekerjaannya setiap hari membahas Gita. Menjelekkan Gita. Namun beruntung saat hari kedua, Mina berhasil men-skak-mat ibu mertuanya dengan berkata,

"Ibu, maaf. Apapun yang ibu katakan tentang Mbak Gita, saya gak akan percaya sebelum melihatnya sendiri. Lebih baik ibu ceritakan hal yang lain, bisa?"

Begitulah kira-kira, dan benar saja. Esoknya sang mertua membahas tentang masa kecil Tegar, membahas bayi, lagi dan lagi.

Itu lebih memuakkan.

"Gar, udahlah urusan kantor tuh gak perlu repot-repot. Kamu disini aja sama Mina." tutur Ibu begitu Tegar berjalan menuju ke mobil, ditemani Mina disampingnya.

"Kalau jauhan terus, kapan dong ibu punya cucu." Mina dan Tegar saling bertatapan, canggung.

"Jangan khawatir, Bu. Lagipula Mas Tegar bisa pulang kapan aja kesini." tutur Mina sambil menuntun mertuanya untuk masuk kedalam mobil.

Sementara Mirza dan Banda sibuk menaikkan koper ke bagasi.

* * *

Mirza memperhatikan Mina sejak Tegar datang kemari. Wanita itu, dimatanya— selalu cantik. Mina yang membuatnya jatuh cinta. Meskipun kantung mata yang menghitam menghiasi kelopak bawah mata.

Mirza menebak, mungkin Mina kurang beristirahat.

"Mbak Mina kayak yang capek banget, Nda. Nyadar gak?" Banda mengangguk sambil tertawa. Ketika mereka di Bandara dan melihat Mina, Tegar, serta Ibu yang duduk di kursi tunggu.

"Pesona istri muda Bos. Kan mantap tuh, tiga hari gak ada apa-apanya." Mirza secepat mungkin memukul bahu Banda dengan keras.

"Lo tuh ya, bisa gak sih gak mikir begitu terus?" kesal Mirza.

"Dih, sewot lo duda. Ya kalo emang iya juga gapapa lah, mereka laki bini, wajar. Biar Pak Tegar cepet punya pewaris tahta." ujar Banda, Mirza tak merespon.

Ia sibuk memperhatikan Mina yang tampak lesu.

"Semoga, secepatnya cucu ibu hadir." ucap sang mertua sambil mengusap perut datar Mina.

Mina hanya bisa tersenyum, tidak nyaman.

Tegar mendekat, berusaha memeluk. Mina tak mungkin menolak, dihadapan mertuanya.

"Mas pulang, ya? Kalau kamu butuh sesuatu hubungi Mas atau Gita, atau ke mereka." tunjuk Tegar ke Mirza dan Banda. Mina mengangguk. Membiarkan kedua pipi dan dahinya dikecup oleh Tegar.

Mirza yang memperhatikan hanya diam. Beda dengan Banda yang bersorak tertahan.

Setelah Tegar dan Ibunya pergi, Mina berjalan melewati Banda dan Tegar, yang menyebar ke sisi kanan kirinya, mengikuti langkah.

Bittersweet ; MinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang