Mina menutup sambungan ponselnya ketika tiga puluh menit lalu mendapat panggilan rutin dari pihak Rumah Sakit di Jepang.
Kakaknya, Yuta.. masih tidak ada perubahan.
Lagi-lagi, Mina menelan kecewanya. Menatap pada cermin, seraya menyisir rambutnya.. berpikir, kapan semua ini secepatnya berakhir?
Sebelum keluar dari kamar dan bersiap untuk bekerja, Mina merapikan pakaiannya terlebih dahulu.
Baju turtleneck yang ia kenakan saat ini, bukanlah tanpa sebuah alasan. Tegar, lelaki itu.. meninggalkan jejak di lehernya tadi malam.
Setelahnya, Tegar harus mengaduh karena Mina menendangnya. Meskipun Mina telah mengakalinya dengan foundation, namun ia rasa tak cukup.
Mereka baru saja pulang dari Labuan Bajo kemarin, Tegar langsung kembali ke Jakarta pagi ini.
Mengambil outernya, seraya melangkahkan kaki ke ruang makan, Mina tersenyum ketika melihat Mirza sedang menata bolu kukus disana.
"Mbok kemana?" Mirza menoleh, menegapkan tubuhnya lalu tersenyum ke arah Mina.
"Membeli sayuran di depan. Sarapan dulu, Mbak Mina. Apelnya mau saya bantu kupas?" Mina tak menjawab, ia hanya tersenyum tipis dan duduk di kursi makan. Merebut pisau dan buah apel dari tangan Mirza.
"Aku akan mengupasnya untuk Mas Mirza. Duduk." Titah Mina, Mirza segera duduk di hadapan Mina.
Senyuman itu melekat pada keduanya. Mina senang bisa bertemu lagi dengan Mirza, dan Mirza... Ia sangat menyukai panggilan yang diberikan Mina untuknya.
"Bagaimana Labuan Bajo? Pasti sangat menyenangkan, ya?" tanya Mirza, Mina masih tersenyum, lalu menaruh potongan buah apel pada piring Mirza.
"Pemandangannya bagus. Tapi, aku lebih suka disini. Di Semarang." jawab Mina sambil menatap mata Mirza, seolah mengerti, Mirza juga melemparkan senyumannya.
Rindu.
**
Di kantor, kegiatannya adalah pertemuan dengan para customer tetap. Mina biasanya tidak banyak menghadiri acara seperti ini, ia terbiasa diwakili, namun untuk sekarang, dikarenakan merupakan pertemuan yang amat sangat penting— mau tidak mau.
Mina duduk di urutan paling depan, ketika memberikan sambutan, dua pasang mata tak lepas memperhatikannya dari jauh.
Samar-samar ia mengingat, dan selepas pertemuan—
"Mina! Myoi Mina, kan?" Menyipitkan matanya, Mina berusaha mengingat—
"Jihan? Atau— "
"Iya gue Jihan, kelas B dulu. Ya ampun Mina, inget gak dulu waktu himpunan kita pernah satu divisi? Tapi gue gak lama keluar." Mina mengangguk, paham.
Oh, ya... Jihan.
"Gimana lo udah nikah?"
Mina tampak ragu untuk menjawab, namun ia tetap menganggukkan kepalanya.
"Jihan gimana?"
"Udah juga dong, eh iya— gue denger, kakak lo— "
"Iya, koma." jawab Mina tak mau berkepanjangan. Sementara Jihan mengusap bahu Mina dengan lembut.
"Sabar ya, lo pasti terpukul banget. Temen-temen sempet nyariin lo di grup angkatan, tapi gak ada yang tau." ucap Jihan yang membuat Mina tersenyum tipis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bittersweet ; Mina
FanfictionMalam terburuk yang pernah ada. Di malam pertama, Mina harus mendapati kenyataan bahwa dirinya hanyalah seorang istri kedua dari pengusaha kaya raya. Hidupnya yang kelam semakin bertambah muram. Namun- pertemuan bersama Mirza mengubah segalanya. ...