Mina melangkahkan kakinya menuju keluar setelah mengetahui bahwa Tegar dan Ibu mertuanya akan tiba malam hari.
Artinya, ia masih ada waktu untuk memeriksa perkebunan dan mendekorasi kamar tidur yang sempat tertunda.
Dekorasi ia serahkan pada Banda, Mbok, dan Pak Edi. Takut-takut ibu mertuanya mengecek kamar Mina yang sebelumnya tampak tak ada kehidupan.
Mirza?
Laki-laki itu tengah menyandarkan punggungnya pada kap mobil, setelah tau sang majikan telah dekat, dengan cekatan ia membuka pintu mobil bmw hitam milik Mina yang dikirimkan Tegar malam kemarin.
"Mendung ya, Mbak?" Mina tak merespon, dirinya sibuk memainkan ponsel saat diperjalanan. Hingga mungkin telah bosan, dan dimasukan kembali kedalam tas kecilnya.
"Iya." respon Mina meski lambat, tetap Mirza tanggapi dengan senyuman.
Sepanjang perjalanan hanya diam, sesekali Mirza mengecek keberadaan Mina melalui kaca mobil dan menemukan Mina yang tengah melamun.
Hingga sesampainya disana, Mina terkejut begitu keluar dari mobil dan menapakkan kakinya diatas tanah, ia melihat para pekerja dengan khas kain kebaya, ada juga yang memakai pakaian biasa, laki-laki dan perempuan, muda dan tua— tengah menyambutnya, dengan senyuman.
Dan Mina juga membalasnya dengan senyuman manis, matanya berbinar menatap semua orang yang memandangnya kagum penuh harap.
Seorang lelaki menghampiri, menyalami Mina.
"Selamat datang, Bu Tegar."
Hampir saja Mina kehilangan senyumnya, namun ia paksakan hingga berkata,
"Mina, Pak. Cukup Mina saja." Lelaki paruh baya itu mengangguk mengerti.
Dalam keheningan sekejap, Mirza segera memundurkan wajahnya dan menyelip kebelakang kepala Mina.
"Mereka menunggu Mbak berbicara." bisik Mirza pelan, Mina menatap Mirza dari arah samping, dari ujung matanya Mirza bisa melihat Mina yang kebingungan.
"Saya harus bicara apa?!" ujarnya dengan penekanan tetapi pelan, Mirza tersenyum.
"Baik, untuk semuanya. Perkenalkan ini adalah Mina, cukup panggil— Ibu Mina saja. Atau Mbak Mina. Sekarang, Ibu Mina yang memegang kendali perkebunan ini."
Ucapan Mirza ditanggapi dengan tepuk tangan meriah, yang membuat Mina bingung sekaligus.... Terharu, senang, ah entahlah.
Tetapi cukup untuk membuat Mina membungkukan tubuhnya sedikit, lalu mengucapkan
"Terimakasih, mari bekerja sama dengan baik."
**
Mirza berjalan dibelakang Mina dan Pak Tio selaku penanggung jawab perkebunan. Pak Tio menjelaskan banyak hal tentang perkebunan dan permasalahan serta meminta solusi dari Mina.
Obrolan itu jelas tidak bisa Mirza cerna dengan mudah, banyak bahasa asing tapi yang jelas tetap di seputar perkebunan. Hingga tengah perjalanan, seorang pekerja memanggil Pak Tio.
"Ada yang nyari Pak, kuli angkut." Pak Tio meminta izin pada Mina, Mina langsung menganggukan kepalanya.
Mirza tetap berjalan dibelakang Mina. Memperhatikan bagaimana cara Mina menatap seisi perkebunan dan sesekali tersenyum ketika para pekerja yang sedang memanen buah markisa menyapanya.
"Mbak, pernah coba markisa?" Mina menoleh kebelakang, lalu menatap lurus lagi ke depan.
"Pernah." Jawabnya pelan yang membuat Mirza menganggukan kepala. Bingung lagi harus membahas apa. Karena Mina tidak mudah untuk diajak berbicara baginya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bittersweet ; Mina
Fiksi PenggemarMalam terburuk yang pernah ada. Di malam pertama, Mina harus mendapati kenyataan bahwa dirinya hanyalah seorang istri kedua dari pengusaha kaya raya. Hidupnya yang kelam semakin bertambah muram. Namun- pertemuan bersama Mirza mengubah segalanya. ...