13

46 7 0
                                    

Jungkook dalam keadaan tak sadarkan diri tatkala Jimin dan ayahnya membawa Jungkook ke pusat rehabilitasi. Jimin tak bisa hentikan jemarinya yang gemetar begitu dua orang pria dengan seorang wanita mengambil Jungkook dari pelukannya, membawanya pergi buat diberikan pertolongan dan menyembunyikan Jungkook agar tak satupun orang dapat menemukannya.

Koneksi, kekuasaan, nama, jabatan, dan uang. Jimin kagum—setengah miris—kala sang ayah cuma butuh serahkan kartu nama lantas orang-orang di sana tunduk dan patuh buat penuhi perintahnya.
Jimin benci sekali dengan orang-orang yang cuma andalkan nama dan uang, yang cuma andalkan jabatan dan kekuasaan, mereka cuma bisa mencuri dan membodohi, dan itu curang. Tapi nyatanya, mereka-mereka justru senang saja jadi bagian dari kecurangan, sudah pasti, jawaban mereka adalah uang. Kecil, tapi sulit buat di tolak dan cenderung dibutuhkan. Kecil, tapi mampu buat hancurkan apa-apa yang besar.

Jimin duduk di bangku tunggu, malam itu, dengan tabah menanti mereka membawakan kabar baik buatnya yang letih baik fisik pun batinnya. Ada beban lain yang tiba-tiba merangsek masuk dalam benaknya, bergelayut manja di kedua bahunya. Bagaimana cara Jimin menjelaskan pada keluarga Kim? Bagaimana cara Jimin memberitahu mereka bahwa Jungkook hancur dan dunianya rubuh tepat di bawah kakinya? Bagaimana Jimin mengungkapkan bahwa kehilangan Jungkook hanyalah sandiwara? Jimin pusing setengah mati, sampai-sampai tak menyadari tubuhnya bergetar hebat sebab kedinginan yang diam-diam merambati. Jimin gemetar, entah sebab angin yang menyapu tiap-tiap bagian dari tubuhnya, atau justru ketakutan yang hinggap dalam hatinya, dalam benaknya yang hancur dan porak poranda.

"Amfetamin." Bisik Jimin tatkala sang ayah duduk di sampingnya dan bertanya, tangannya yang besar mendekap tubuhnya yang diselimuti mantel tebal kepunyaannya. "Aku menemukan Jungkook menggenggam amfetamin di tangannya. Dan aku menyembunyikannya, berkata bahwa itu tidaklah apa-apa, bahwa Jungkook akan baik-baik saja." Terangnya pelan, "tapi Jungkook tidak baik-baik saja. Aku justru menghancurkannya dengan menyembunyikan Jungkook dari dunia." Jimin tak tahu apa yang membuatnya menangis, kekesalannya bahwa ia lah yang egois dengan menyimpan Jungkook di sisinya sementara ia tahu bahwa ia tak bisa lakukan apapun buat ringankan kesakitannya, atau kenyataan bahwa Jimin tak bisa menolak tatap mata Jungkook yang terluka tatkala dia memohon buat dihalau dari tatapan dunia. Jimin tak tahu, sebab yang Jimin tahu adalah ia gelisah menanti orang-orang itu keluar dengan Jungkook yang berdiri tegap lantas berjalan menghampirinya.

Hampir lebih dari 2 jam Jimin menanti sembari bersembunyi dalam dekap ayahnya. Menghirup aromanya dan merekamnya dalam kepala. Hampir 2 jam, tapi tak satupun dari mereka mengizinkan Jimin buat menjumpai Jungkook yang mereka sembunyikan entah di mana. Hampir 2 jam tatkala Jimin memutuskan buat pergi dari sana dan menurut pada petugas yang memintanya kembali di lain hari, dan percaya pada ayahnya yang berkata bahwa segala yang terjadi malam itu cuma rahasia mereka berdua juga seorang ahli medis yang membawa Jungkook bersamanya.

Dan Jimin menceritakan segalanya pada Yoongi yang cuma mengangguk tanpa menghakimi. Jimin ungkapkan semuanya, pada Yoongi yang diam tanpa menanggapi.
"Tapi kau baik, kan?" tanya Yoongi, "sewaktu tak menemukanmu di rumah, aku khawatir setengah mati. Kenapa tidak menelepon? Kenapa tidak memberitahu?"  Jimin tak tahu bagaimana cara untuk menanggapinya, memberi tanggapan atas perhatian dan kekhawatiran yang Yoongi tunjukkan padanya, terlalu banyak, dan Jimin merasa Jimin tak cukup layak buat mendapatkannya. "Tidak kepikiran." Jimin menjawab tanyanya.
"Terimakasih untuk tidak bertanya." Ucap Jimin, dan Yoongi tersenyum atas ucapannya.

Jimin menangis malam itu, tatkala sang ayah mengantarnya pulang dan Yoongi menantikannya datang. Jimin menangis, sebab takut dan kecewa, sebab sedih dan terluka. Tapi Yoongi cuma memeluknya, cuma mengusap punggungnya dan menenangkannya. Yoongi diam tanpa suara, tapi Yoongi masih di sisinya, masih tabah menantinya bercerita, masih tabah sekalipun Jimin menolak buat katakan yang sebenarnya.

Jimin tak tahu apa yang akan Jungkook lakukan seandainya dia tahu apa yang telah Jimin lakukan buatnya. Sudah pasti Jungkook akan kecewa, Jungkook pasti marah padanya, dan Jimin tak sanggup buat bayangkan apa yang akan Jungkook lakukan setelahnya.
Jimin akan jujur bahwa pertemuannya dengan Jungkook adalah hal yang akan ia syukuri selamanya. Bukan karena Jungkook terpandang dengan nama dan popularitasnya, atau karena barang-barang yang sering kali Jungkook bawa buatnya, melainkan karena ketangguhannya. Jungkook terlalu banyak mengajarinya, bukan dengan kata, bukan dengan aksara, Jungkook mengajarinya dengan tatap matanya, dengan sorot tak kasat mata, dengan tingkah dan emosinya, Jungkook mengajarinya, dan Jimin mengambil terlampau banyak darinya, ilmunya, waktunya, pembelajaran dan segalanya. Jimin mengambil terlalu banyak dan tak ada hal yang mampu Jimin beri buat membayarnya.

Tatkala Jungkook terbaring dengan tubuh berguncang di atas lantai kamar ibunya, dengan mata yang terbuka dan mulut menganga, yang Jimin pikirkan kala itu adalah bahwa hari itu merupakan akhir buatnya, akhir buat Jungkook dan penderitaannya. Jimin pikir ia akan kehilangan Jungkook detik itu juga, tatkala Jimin berjongkok tanpa berani menyentuh Jungkook yang butuh pertolongannya. Jimin terlalu buta dengan apa yang di lihatnya, Jimin awam dan bodoh mengenai apa yang terjadi pada Jungkook dan tak mengetahui apa-apa. Jimin bodoh dan ia menyesali kebodohannya. Seandainya ia tahu sedikit saja cara buat menghadapi hal semenegangkan itu, seandainya Jimin punya sedikit saja pengalaman buat berikan pertolongan tanpa menjual apa-apa yang ia punya, sudah pasti Jimin tak akan gelisah untuk menghadapi harinya, sudah pasti Jimin akan menyelamatkan Jungkook dan tetap menyembunyikannya, tanpa ada campur tangan siapapun yang menginginkan sesuatu darinya, dari mereka.

Hari itu, pertama kalinya Jimin menyesal tak memiliki harta, tak memiliki nama sebesar orang-orang tinggi di atas sana. Jimin menyesal sebab ia hidup di antara orang yang cuma pentingkan uang tanpa pikirkan nurani dan belas kasihan. Jimin menyesal sebab ia singgah di antara orang-orang yang sudi hancurkan nama lain demi dapatkan nama yang lebih tinggi. Jimin menyesal melihat dan menemukan orang-orang yang punya cacat pikiran, yang cuma akan lakukan hal jika mereka dapatkan imbalan.
Jimin membencinya, tapi Jimin menggunakan mereka, memanfaatkan mereka. Jimin memanfaatkan ayahnya buat selamatkan Jungkook dari orang-orang yang ingin menghancurkannya, menghancurkan keluarganya sebab iri pada apa yang mereka punya.
Pertama kalinya, Jimin membenci dirinya sendiri, sebab Jimin termasuk salah seorang dari mereka, yang memanfaatkan uang buat kepentingannya sendiri, dan tak peduli akan hukum dan budaya.

"Apa yang ayahmu minta?" Yoongi bertanya, setelah membuka tirai dan mempersilakan kamarnya di jamahi cahaya. Tak ada Taehyung di sana, dia telah pulang bahkan sebelum Jimin sempat melihatnya. Tak ada pula Kim bersaudara, atau bahkan Hoseok yang tiap waktu bersama dengan abangnya. "Mengungkap semuanya." Jawab Jimin dengan hela berat napasnya. "Lantas bagaimana dengan Taehyung? Bagaimana dia akan menjelaskannya? Apakah dia bahkan berpikir kau tak siap dengan semuanya?" Yoongi kembali bertanya, dan Jimin bungkam sebab ia tak tahu jawaban apa yang akan diberinya.

"Ya Tuhan, kalau Hoseok ada di sini kau akan muak mendengarkan ocehannya." Jimin dengar Yoongi menggumam sebelum dia menjatuhkan diri di atas tilam di seberangnya dengan frustrasi. "Kau memberitahunya?" tanya Jimin. "Dia saudaramu juga, dia berhak mengetahuinya." Yoongi menjawab ogah-ogahan, dan Jimin, ia menenggelamkan muka pada tumpukan bantal di atas ranjangnya, "ya Tuhan, matilah aku."

;

*Amfetamin itu nama lain dari sabu-sabu

Aku bertanya-tanya apakah masih ada yang menikmati bear the brunt, uh sorry for the late update.
Oh iya, cerita ini emm kayanya gak akan lebih dari 20 chapter, atau mungkin lebih sedikit dari 15 chapter. So, it will end soon.

Salam dari Jungkook😌

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Salam dari Jungkook😌

Bear the Brunt (Jungkook)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang