Satu

172K 11.1K 184
                                    

Bagaimana sebuah kabar buruk bisa datang bersamaan? Mengapa kabar-kabar itu datang secara keroyokan dan tidak jantan? Padahal katanya Tuhan tak akan memberi ujian melebihi kapasitas umatnya. Namun, kalau kabar buruk demi kabar buruk datang berentetan seperti ini, sebesar apa sih limit yang kupunyai?

Aku baru saja tiba di kantor pukul sembilan kurang tiga menit, sama seperti biasanya. Namun, kantorku, TalkMe hari itu jauh lebih murung daripada yang sudah-sudah. Selama empat bulan terakhir kantor kami memang murung karena kesulitan finansial dan gaji yang tak kunjung turun. Namun, manajemen terus-terusan menyebarkan semangat positif bahwa krisis ini akan segera berlalu andai kami bersabar. Sayangnya, selama ini kami mempercayai hal itu.

Setidaknya sampai pagi ini. Pak Wilson, Country Manager TalkMe Indonesia dengan wajah tertekuk dan tertekan, mengabarkan bahwa investor yang kemarin rencananya akan menyelamatkan perusahaan ini, ternyata mengundurkan diri karena berbagai alasan. Atau dalam bahasa yang lebih sederhana, TalkMe sudah tamat. Pak Wilson mempersilakan kami untuk mencari kapal lain karena kapal ini tinggal tunggu waktu tenggelam. Seperti Titanic setelah patah bagian tengahnya.

"Tapi, Pak, gaji empat bulan terakhir ..."

"Ya, soal gaji, minggu ini kantor bisa membayar 50% gaji bulan ini. Kemudian, untuk sementara, fasilitas yang kalian pegang masing-masing itu buat kalian. Nanti nilainya akan dihitung, kekurangannya akan dihitung dan dibayarkan setelah manajemen pusat berhasil menjual aset-aset kita."

Telapak tanganku sudah mulai dingin ketika sampai di bagian ini. Pak Wilson baru saja mengabarkan bahwa gaji kami selama empat bulan akan dibayar dengan laptop dulu, dan sisanya akan dibayarkan lagi entah kapan hanya Tuhan yang tahu.

"Tapi, Pak..."

"Listen, guys, saya tahu ini kondisi yang buruk. Sebenarnya, manajemen pusat nggak bolehin saya sampaikan kabar buruk ini. Tapi menurut saya, kalian berhak tahu dan berhak untuk mencari pekerjaan lain. Saya minta maaf, karena saya nggak bisa berbuat apa-apa."

Tidak ada yang menyalahkan Pak Wilson, kurasa. Meski hanya kasak-kusuk, kami semua tahu bahwa Pak Wilson sudah tidak gajian sejak enam bulan yang lalu, sementara karyawan lain baru empat bulan. Krisis finansial TalkMe sudah berjalan sejak awal tahun. Beberapa karyawan yang posisinya tinggi diberhentikan untuk mengurangi biaya operasional. Aku pun tak tahu apa yang membuat Pak Wilson bertahan sampai sekarang.

"Jujur saja, saya sangat optimis dengan business model TalkMe sejak awal. Saya percaya kalau perusahaan ini bisa bangkit. Tapi nyatanya sekarang TalkMe sudah sekarat, kalian harus menyelamatkan diri sendiri," simpul Pak Wilson.

Satu-satunya kesalahan Pak Wilson adalah, pidatonya ini terlambat. Tabunganku sudah ludes untuk bertaham hidup selama empat bulan ini dan hutangku sudah menumpuk di sana-sini. Bagaimana dengan kontrakanku yang sudah menunggak tiga bulan karena aku tidak gajian? Pemilik kontrakan sudah memberiku peringatan dan membiarkanku tinggal karena kasihan. Juga karena kujanjikan akan segera membayar setelah gajiku selama empat bulan turun, yang kini aku tidak tahu kapan.

Kudekap Macbook Air 13 inchi yang tadinya fasilitas kantor itu dalam pelukan. Itulah satu-satunya aset yang kupunya. Mungkin aku harus menjualnya untuk bisa bertahan hidup sambil mencari-cari pekerjaan.

***

Halooooo~
Iyaaa, ini project iseng-isengku yang berikutnya :D
Mohon jangan ditanya jadwal update-nya kapan, karena ku juga tak tahu jawabannya ;p

DIHAPUS - Tentang Kita yang Tak Mengerti Makna Sia-SiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang