Jagad tinggal di sebuah apartemen mewah di kawasan Setiabudi. Apartemen itu sudah ditinggalinya sejak masih kuliah. Keluarga besar Jagad tinggal di Kelapa Gading, Jakarta Utara sana. Yep, dari lokasi tempat tinggalnya saja sudah ketahuan kan kalau Jagad memang anak tajir melintir yang mengeluarkan uang 12 juta untukku sama seperti jajan cilok baginya? Yaa ... walaupun konon katanya daerah elit itu rawan banjir.
Apartemen yang ditinggali Jagad bergaya Art deco dengan ciri khas bentuk bangunan abstrak semi geometris dan warna-warna yang kuat. Meski dari luar bergaya art deco, Jagad mendesain apatemennya sendiri dengan gaya rustic dan bohemian yang hangat dan kalem. Warna-warna natural furniture dari kayu terlihat di mana-mana. Dipadukan dengan dinding yang sebagian dicat dengan warna krem kalem dan sebagian dibiarkan unfinished. Ada karpet bulu yang terlihat tebal dan mewah di ruang tengah serta lukisan-lukisan abstrak menggantung di dinding. Dari dulu selera sahabatku itu memang tidak pernah berubah. Nyeni, bohemian, klasik, dan mahal.
Rasanya aku sudah lama sekali tidak ke sini. Mungkin terakhir kali ke sini adalah tiga tahun yang lalu atau malah lebih. Saat aku rewel dan merengek karena ragu apakah tinggal sementara bersamanya adalah pilihan yang bijak, Jagad sempat menawarkan opsi lain.
"Atau ... lo mau gue sewain unit sendiri di gedung apartemen gue? Kayaknya masih ada beberapa yang masih kosong."
Saran itu membuatku ingin melempar wajahnya dengan remote AC yang sedang kupegang. Bagaimana mungkin dia menawarkanku untuk menyewakan satu unit apartemen mewah seperti ini untukku?? Jual diri saja tak akan cukup untuk melunasi utangku padanya nanti. Mungkin aku harus jual ginjal.
"Masih sama kayak yang gue ingat," komentarku, begitu puas menatap setiap sudut ruangan.
Jagad tertawa kecil. "Belum punya duit buat cari yang lebih gede atau renovasi dengan lebih baik."
Asem! Bisa-bisanya orang ini bilang tidak punya uang dengan apartemen cantik yang harga sewanya pasti di mendekati 20 juta per bulan ini! Atau malah lebih? Entahlah, aku tak mau memikirkannya.
"Lo bisa pake kamar itu."
Jagad melangkah cepat menuju pintu sebelah kanan ruang tengah. Pintunya berwarna putih dengan gantungan berbentuk bunga. Jagad membuka pintunya, dan menunjukkan sebagian isi kamar yang didominasi warna krem
"Nggak pernah ditempatin, tapi bersih kok. Gue di kamar yang itu," tambahnya, sembari menunjuk kamar yang berada di seberang kamarku agak ke kanan.
Pintu cokelat walnut polos tanpa gantungan. Kamar kami terhalang ruang santai dengan sofa-sofa dan karpet bulu yang mengarah langsung ke dinding kaca dengan tirai berjuntai yang mengarah ke balkon. Lanskap perkotaan di kala malam dengan lampu-lampu gemerlap mengintip dari balik tirai yang belum tertutup sempurna. Ke arah kiri, di balik lorong menuju pintu, ada sebuah rak tinggi berisi puluhan botol wine yang terlihat sangat menggoda. Di belakang rak itu, ada ruangan yang cukup lebar untuk sebuah meja makan mewah dan pantri yang superbersih dan rapi.
"Ada kamar mandi di dalam kamar. Jadi lo nggak perlu risih keluar masuk kamar buat ke kamar mandi," kata Jagad lagi.
"Barang-barang gue ..."
"Aman," potong Jagad. "Gue sewain gudang di basement."
"Ada gitu persewaan gudang?" tanyaku heran.
Jagad mengangguk. "Ada. Udah rapi kan tadi di kontrakan? Besok tinggal diangkutin aja ke sini. Apa yang lo butuhkan, bawa ke atas. Yang nggak dibutuhin biar di gudang aja biar nanti gampang kalau mau pindahan lagi."
Aku mengangguk mengerti. Lalu aku menguap. Kutatap jam dinding di ruang tengah apartemen Jagad. Sudah lewat pukul satu dini hari. Rasanya tubuhku lelah sekali. Ya maklum, aku baru saja mengepak semua barang-barangku. Biasanya aku butuh waktu setidaknya seminggu untuk beberes sebelum pindahan, dan ini cuma semalam. Untung saja Jagad mau membantu, walau aku kasihan juga melihatnya. Ekspresinya sudah seperti orang yang disuruh bersentuhan dengan virus mematikan. Dia juga terlihat sangat lelah. Orang kaya sejak dalam kandungan sepertinya mana pernah berurusan dengan debu dan barang-barang pindahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
DIHAPUS - Tentang Kita yang Tak Mengerti Makna Sia-Sia
RomancePART 21 - EPILOG SUDAH DIHAPUS - TERSEDIA VERSI CETAK DAN DIGITAL DI GOOGLE PLAYBOOKS. Di usia 28 tahun, Nana kehilangan pekerjaan. Kantor tempatnya bekerja selama lima tahun terus menerus merugi dan akhirnya gulung tikar. Kabar buruknya, kantor bah...