hari demi hari berlalu tanpa aku sadari. selama itu pula, aku semakin mahir bermain biola. aku juga sudah mulai menguasai banyak lagu sekarang.
dan hal itu membuat eyang kagum padaku. aku juga yakin papa kagum padaku. namun, tidak dengan mama. mama tidak pernah memberiku semangat atau semacamnya ketika aku berlatih.
justru mama memarahiku karena senar yang saling bergesekan menimbulkan suara mengganggu pada indra pendengarannya.
sampai akhirnya pada suatu hari, aku mengamati mama yang sedang memotong buah-buahan. bila ditatap lamat seperti ini, mama terlihat sangat berwibawa menjadi sosok seorang ibu.
namun sayangnya, kenyataan tetal berjalan. melihat wajah mama yang sepertinya tampak lelah, aku berniat untuk menawarkannya mendengarkan permainan biolaku.
"ma?"
hening, seperti biasa.
"ma, gaby mau kasih sesuatu buat mama," kataku sambil mengait biolaku.
mama masih sibuk memotong buah. seolah aku ghaib dan tidak terlihat di sekitarnya.
"mama mau nggak dengerin permainan biola gaby?" masih belum menyerah, aku menawarkan hal itu.
lagi, tidak ada jawaban.
sedikit kesal, sedih, dan cemberut akhirnya aku menarik pelan baju mama agar mama menatapku.
"ma, jawab gaby ma."
namun apa yang terjadi?
"jangan pegang!"
mama membentakku. kali ini, bentakkannya lebih kencang dan lebih keras dibandingkan sebelumnya.
juga,
mama,
menyondongkan pisau—yang ia gunakan untuk memotong buah—tepat ke arah wajahku. aku langsung membatu. tubuhku terasa kaku. biola yang sedaritadi aku genggam jatuh begitu saja ke lantai.
"jangan ganggu ketenangan saya! atau kamu bakal nyusul papa kamu!"
entah arwah atau jin apa yang merasuki mama. kilat amarah tercetak jelas di bola matanya. semakin lama pisau itu semakin dekat ke arahku.
perlahan aku mundur.
sampai akhirnya ada eyang datang memelukku dengan raut panik.
"hentikan!!!" bentak eyang pada mama seperti mama membentakku tadi.
aku memeluk eyang sangat erat. seakan bila aku melepasnya, nyawaku tak akan tertolong. aku takut melihat mama, aku takut.
"dia anakmu! kamu tega membunuhnya?!"
begitu aku mendengar kata membunuh dengan jelas terlontar dari mulut eyang, tangisku tumpah tak tertahankan. darahku berdesir dan kakiku seketika lemas.
tiba-tiba, wajah mama di dalam pikiranku berubah menjadi wajah figur yang mengerikan. aku takut menatapnya.
"bawa dia pergi! aku selalu merasa kotor saat melihat wajah anak haram itu!!!" suara mama meninggi dan wajahnya memerah.
seperti ada sebuah kristal tajam yang menusuk jantungku. anak haram? siapa? aku? tak mampu berpikir lagi, aku semakin mengeratkan pelukanku pada yang.
apa karena itu mama selalu menghindar dariku?
"jaga omonganmu! semua terjadi juga karena salahmu!"
baru kali ini aku melihat perdebatan hebat antara mama dan eyang. sebab itu, aku merasa bersalah entah kenapa.
"pokoknya anak itu harus pergi!!!"
selepas itu, mama pergi meninggalkanku dan eyang. aku masih menangis kejar di pelukan eyang. semua terjadi dalam satu kilatan cahaya.
eyang mengusap pipiku yang basah akibat menangis. kemudian aku meminta satu permohonan padanya. "gaby mau pergi, gaby takut sama mama."
eyang menggangguk dan kemudian mencium keningku. "gaby mau pergi kemana?"
×

KAMU SEDANG MEMBACA
Mama, Can You Love Me?
Short Story"maafkan aku, ma, bila ternyata kehadiranku justru menambah beban mama. aku janji aku tidak akan mengganggu ketenangan hidup mama lagi setelah ini. tapi jangan khawatir, aku akan selalu sayang sama mama. sering-sering lihat aku di langit, ya, ma." *...