13

7.9K 480 7
                                    

gaby's mommy's side

ah.

kepergian anak itu membuatku merasa jauh lebih nyaman sekarang. aku selalu merasa kotor dan bersalah ketika menatap wajah anak itu. anak itu seakan menjadi hukuman dari tuhan untuk masa laluku.

sebenarnya sudah sejak lama aku ingin sekali menyentuhnya. namun entah kenapa aku tidak pernah bisa. bayang-bayang tentang masa laluku selalu muncul saat aku hendak menyentuh anak itu.

anak itu lahir karena kekhilafanku. aku menyesal dan berharap ada mesin waktu disampingku agar aku bisa mengulang waktu.

agar anak itu tak muncul ke dunia ini dan aku tidak perlu menanggung beban seberat ini. aku pilih menyibukkan diri bekerja untuk menjauhi anak itu, meskipun sebenarnya ia secara tidak sadar mengonsumsi hasil jerih payahku.

aku pikir, aku tidak akan pernah menemuinya lagi sampai dia dewasa nanti. aku tidak mau melihat wajahnya lagi.

"besok gaby akan tampil di pentas seni sekolah." tiba-tiba ibuku menghampiriku sambil membawa selembar kertas.

nama itu lagi.

"bu, aku tidak mau mendengar nama itu!"

"nak, bagaimanapun juga dia anakmu," suara ibu sedikit meninggi.

aku mengelak. "aku tidak mau punya anak haram seperti dia."

"jangan sebut dia sebagai anak haram! sekarang, siapa yang sebenarnya bersalah? kamu atau gaby?" bentaknya padaku.

aku terdiam. aku memang salah.

"dia berhak mendapatkan kasih sayang dari ibunya."

aku berdiri. "aku sudah memberinya nafkah, apakah itu kurang? lagijuga dia telah diurus oleh keluarga pihak sana. sudahlah, jangan ikut campur pada urusanku."

setelah itu, aku bergegas untuk meninggalkan ibuku. tetapi, tiba-tiba ibu mencengkram tanganku dengan kuat.

"dengarkan ibu! apa kamu tau rasanya jadi ibu?! apa kamu tau rasanya saat ibu tau bahwa kamu bersalah saat itu?! ibu kecewa denganmu! ibu lebih malu punya anak sepertimu yang hanya bisa lari dari tanggung jawabnya!!!"

ibu membentakku dengan suara yang bergetar dan itu membuatku sangat sakit hati. 

"jadi ibu malu punya anak seperti aku?!"

suaraku ikut bergetar. aku ingin menangis, tetapi, tidak boleh! aku tidak boleh menangis.

"ibu malu! hati ibu sudah sangat kecewa dan sakit hati ketika kamu bilang bahwa ada janin yang hidup di rahimmu!!!"

ibuku akhirnya menangis. terpancar kilatan penuh kekecewaan, amarah, dan keletihan di bola matanya.

aku yakin sekarang mataku sudah memerah.

"dan sekarang, lagi. kamu menorehkan luka lagi di hati ibu saat kamu bilang bahwa kamu tidak ingin ibu mencampuri urusanmu. lalu selama ini, selama gaby hidup disini. siapa yang merawatnya?! siapa yang mengasuhnya hingga ia berbakat seperti sekarang?! siapa?! jawab!!!" ibu kembali berteriak. wajahnya telah basah karena airmatanya yang luruh.

aku menahan airmataku sekuat tenaga. tapi apadaya, aku tidak bisa menahannya. airmata itu turun dengan derasnya. bahuku bergetar, aku melangkah untuk mendekati dan memeluk ibuku.

namun,

"jangan dekati ibu! jangan sentuh ibu! dan jangan lagi panggil ibu!!! menjauhlah. ibu tidak ingin melihat wajahmu!"

jantungku serasa tertusuk oleh ribuan jarum diwaktu yang bersamaan. sakitnya tidak bisa dideskripsikan dengan serangkaian kata.

tangisku semakin deras. "i ... ibu."

"jangan panggil!!!" ibu memalingkan wajahnya dari wajahku.

melihat itu, aku merasa tuhan sedang murka. kemudian aku tersadar.

apakah ini yang anak itu rasakan dari saat pertama muncul ke dunia sampai detik ini?

"aku ... aku menyesal, aku sangat menyesal." aku menangis, airmataku mengalir lebih deras tiap waktunya.

ibu hanya membatu. kini hanya senggukan tangisannya saja yang dapat aku dengar.

"menyesal? menyesal saja belum sepadan dengan betapa rapuhnya hati gaby karena sikap kamu."

emosi ibu sudah sedikit mereda, namun suaranya masih bergetar.

"maafkan aku, ibu. maafkan aku." aku berlutut padanya.

terjadi keheningan beberapa saat sebelum ibu membalas perkataanku. "ibu akan memaafkanmu bila kamu akan menemui gaby dan menariknya dalam pelukanmu esok hari."

suara ibu terdengar lebih lembut dari sebelumnya. ya tuhan, aku baru sadar.

inikah yang dirasakan putriku? aku selalu memalingkan wajahku dari wajahnya. aku tak pernah mendekapnya. aku tak pernah menyuapinya. aku tak pernah memandikannya, dan bahkan,

aku ingin membunuh anakku sendiri!

apakah aku masih pantas mendapat panggilan mama darinya? aku menangis sejadi-jadinya.

andaikan dari dulu aku mensyukuri kehadiran gaby. andaikan dari dulu aku merawat gaby. adaikan dari dulu aku selalu bersama gaby.

apakah sekarang gaby masih mau memandangku sebagai ibunya?

tiba-tiba saja ibu mengusap airmataku sambil tersenyum.

detik ini keputusanku sudah bulat. "aku akan menonton penampilan gaby besok, bu."

aku ingin memulai semuanya dari awal. aku mohon, berilah aku kesempatan kedua.

×

Mama, Can You Love Me?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang