📌Kenyataan {MABB - REVISI}

32.3K 1.9K 72
                                    

Sudah sekitar 2 minggu berlalu, terhitung sejak kejadian malam itu namun rasa malu dan hina yang ada didalam diri Givella tak kunjung reda, malah rasanya semakin menjadi – jadi. Sekarang, gadis itu berubah menjadi sosok yang sangat pendiam, bahkan tak jarang juga Givella menyendiri dan menangis.

Minggu ini, Givella berencana untuk tetap tinggal dirumah sembari membaca beberapa novel koleksi nya. Rasa mager yang terlanjur datang membuatnya sangat malas untuk beraktivitas di luar rumah, meskipun hanya lari pagi

Drrrrrrrrrttttttt!Drrrrrrrrrrtttttt!

Ponsel nya yang tiba – tiba bergetar sangat menganggu ketenangannya. Dengan terpaksa gadis itu mengangkat panggilan yang masuk walaupun dengan rasa malas yang luar biasa

"Halo?"

"Giv, nge-mall yuk!"

"Duh, ganggu aja lo. Gue lagi males keluar"

"Yeee ngegas samat, lagi PMS mbak nya?"

"Dahlah, gue tutup dulu. Bye!"

Pip!

Givella menghela nafas, dan kembali meletakkan ponselnya ke atas nakas. Memang sahabatnya yang satu itu tak akan bisa jika tak mengganggunya meski hanya sehari.

"Lagi PMS katanya, cih!" gerutunya kesal, kemudian segera melanjutkan kembali aktivitas membacanya

Tak lsama kemudian, gadis itu sontak melempar novel yang ada di tangannya dan bergegas menyambar ponselnya. Ia menyalakan layar ponsel tersebut dan memfokuskan pandangannya ke arah angka yang menunjukkan tanggal yang tertera dilayar ponsel tersebut

"Seharusnya gue udah dapet sekarang" gumamnya

Dengan segera gadis itu beranjak dari tempat tidur dan menyambar jaketnya yang tergantung di sudut ruang ksamarnya. Ia bergegas turun kebawah dan mengambil kunci mobil yang tergeletak di atas meja ruang keluarga. Kebetulan hari ini kedua orang tuanya ada urusan bisnis yang mengharuskan mereka berdua pergi keluar kota untuk beberapa hari kedepan, jadi meskipun Givella terlihat tergesa – gesa, tak akan ada yang mengetahuinya

Gadis itu melangkah keluar menuju ke garasi rumahnya, mengeluarkan mobilnya dan bergegas mengemudikannya menuju ke apotek yang ada di depan perumahannya

Demi memastikan sesuatu, Givella membeli sebuah benda kecil dari sana. Gadis itu segera kembali pulang kerumahnya dan bergegas masuk kedalam ksamarnya

Matanya berusaha mati – matian menahan agar kali ini air matanya tak kembali luruh keluar, namun semua itu sia – sia karena rasa takutnya lebih besar dari pada tekadnya. Tangannya gemetar memegang benda kecil tersebut, Givella bergegas masuk kedalam ksamar mandi

Dirinya terduduk lemas, ketika mengetahui hasil yang sungguh tak diinginkan olehnya. Garis dua menandakan dirinya sedang mengandung tanpa adanya ikatan pernikahan yang sah. Bagaimana jadinya sekarang? sedangkan Aldani sendiri sudah mengatakan bahwa dirinya harus melupakan semuanya

Givella menangis sejadi – jadinya, tangannya mengepal erat menggenggam test pack tersebut dengan kuat, seolah menyalurkan segala emosinya.

Pukul 15:00, Givella terbaring dengan mata yang membengkak dan wajah yang sembab akibat terus menerus menangis sejak pagi tadi. Test pack yang sudah jelas menyatakan kehamilannya tetap berada dalam genggsamannya, air matanya masih terus mengalir keluar meskipun ia tak ingin. Bayangannya akan masa depannya yang hancur total selalu menghantuinya sekarang, terlebih memikirkan bagaimanakah perasaan kedua orang tuanya ketika mengetahui putri satu – satunya mereka hamil diluar nikah

Entah dari mana fikiran itu muncul, Givella memutuskan untuk menemui Bara besok pagi. Mengadukan semuanya pada cowok yang ia fikir dapat menolongnya.

"Gue harus temuin Bara besok" gumamnya

~~~~~~~~~~><~~~~~~~~~~

Malam ini Aldani tanpa disertai oleh ketiga kawannya memutuskan untuk bermain di sebuah club malam yang ada di pusat kota. Perkataan Bara yang menuntut tanggung jawabnya terus terngiang – ngiang dalam fikirannya.

Segelas absinthe tersuguhkan di hadapannya, tanpa basa – basi lagi cowok itu segera meneguk cairan tersebut tanpa tersisa sedikit pun

"Woi bro... " seorang laki – laki dengan setengah kesadarannya menghampiri Aldani dan menepuk sebelah bahu cowok itu, membuat Aldani langsung menoleh ke arahnya

Aldani membalas dengan senyuman rsamahnya, mengetahui bahwa orang itu adalah Fano, temannya semasa SMP

"Gimana kabar lo sekarang?" tanya Fano kemudian

Aldani mengangguk, "Biasa aja" jawabnya

Fano nampak manggut – manggut. Tak lsama kemudian, datang seorang pelayan bar dan mulai menuangkan kembali cairan absinthe kedalam gelas Aldani, membuat Fano tersenyum miring melihatnya

"Lagi kalut apa gimana lo?" tanya cowok itu lagi

Aldani menghela nafas, kemudian kembali meneguk cairan jahat tersebut hingga tandas tak tersisa

Fano terkekeh, kemudian menepuk – nepuk bahu Aldani pelan. "Gue denger nih, lo ngerusak anak orang" ujarnya, membuat Aldani spontan menoleh ke arah cowok itu

"Kalo ngggak tau, nggak usah asal ngomong anjing!" maki Aldani kemudian

Bugh!

Satu bogeman lolos mengenai pelipis Fano, namun cowok itu kembali berdiri dan terkekeh melihat tingkah Aldani yang agresif seperti ini. Semua orang yang ada di sekitar Aldani dan Fano pun mulai menghindar, mereka takut akan menjadi sasaran empuk dari kedua cowok itu

"Udah, sante dulu dong" Fano mulai mendekat ke arah Aldani dan merangkul bahu cowok itu, membawanya duduk di kursi bar seperti semula

"Gak usah berlagak gitu, gue udah tau dan pasti ntar lo bakal diminta buat tanggung jawab" lanjut Fano, kemudian terkekeh

Aldani berusaha mengatur tempo nafasnya. Ia berusaha menahan dirinya sendiri agar tak kehilangan kendali disini

"Gimana kalo lo kabur aja, gue bantuin" saran Fano selanjutnya

Aldani terdiam sejenak, memikirkan kata – kata yang baru saja terucap dari mulut Fano. Baginya, ada benarnya juga dirinya kabur untuk sementara, agar Bara tak terus – terusan mendesaknya

"Lo yakin bantuin gue?" tanya Aldani ragu, Fano hanya mengangguk sebagai jawaban

~~~~~~~~~~><~~~~~~~~~~

MARRIED A BAD BOY [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang