Tania membungkukkan tubuhnya, beusaha meraih pewarna di loker bawah meja belajar yang berubah menjadi meja melukisnya yang tak kunjung ditemukan.
''ihhhh dimana sih'' tania berdecak kesal
Merah. Pewarna merah yang dibutuhkan tania mendadak hilang mala mini.
''huh!''
''antaa!!! Pewarna merah dimana??!''
.....
''antaaaa!!''
Tania menghentakkan langkah kakinya menuju kamar anta. Dia merasa kesal karena anta yang tak kunjung menyahutinya dan pewarna yang tak kunjung ditemukan.
Tok tok tok
''anta''
Tok tok
''ANTA! LO PASTI TIDUR KAN!''
Brakk
Tania melempar daun pintu dengan penuh emosi. Terbayang dibenaknya, anta sedang tertidur pulas dikasurnya, namun...
''lohh''
Seketika wajah tania berubah tak bisa dijelaskan. Kamar itu kosong tak berpenghuni dengan tempat tidur yang terlihat masih rapi dengan selimut yang diipat diatasnya.
''ANTA!! LO DIMANA''
Entah kenapa wajah tania terlihat tambah panic ketika tidak menemukan sosok anta dikamar mandinya.kini tania beralih menuju ruangan yang lain.
''ANTA PLISSS''
Tak terasa kini pipi tania sudah basah karena air mata yang kian deras. Sudah beberapa kali tania menyekanya namun cairan itu kembali menuruni pipinya.
Dengan kebingungan keberadaan anta, tania juga bingung dengan kelakuannya saat ini.
''ANTAAA!''
Tania memanggil nama anta dengan sekeras mungkin di balkon rumahnya. Berharap dia akan segera datang.
***
Jam berganti hari
Hari berganti minggu
Sudah satu minggu anta meninggalkan tepat ini tanpa memberi tahu kemana ia pergi. Dan sudah satu minggu juga bi tuti harus membujuk bujuk tania agar mau makan layaknya anak kecil, sampai sampai hari ini bi tuti bingung harus mengeluarkan jurus apa agar tania mau mengisi perutnya.
''non makan dulu, kasian perutnya''
Tania yang menatap halaman dengan pandangan kosong tak sedikitpun menggubrisnya. Sejak pagi tania berada di sini, dibalkon rumahnya. Tidak makan, tidak minum, tidak melukis.
Bukan tak lapar, namun tania merasa malas makan tanpa kehadiran anta.
''non makan dulu sedikit ya, bibi suapin. Nanti kalo non sakit gimana'' bujuk bi tuti sambil menyodorkan satu sendok makanan kesukaan tania.
Pranggg
Makanan itu kini sudah berhamburan dilantai
''GUE MAU ANTA, BUKAN MAKANAN ITU!!!''ketus tania
Bi tuti yang terlihat kaget segera menjauh darinya dan membersihkan pecahan piring yang berserakan itu.
13.15
Deru mobil tepat di halaman rumah tania menyita perhatiannya. Mobil asing itu terparkir dengan rapi, perlahan pintunya mulai terbuka dan terlihat seseorang yang sangat familiar dimta tania. Anta. Orang yang seminggu ini ia tunggu.
''ANTAAA''
Dengan antusias tania berlari menuruni tangga, menghampiri anta dan memeluknya dengan erat. Bahkan sangat erat. Sampai sampai anta canggung dengan orang disebelahnya.
Ya, anta tidak sendiri, ia membawa temannya. Seorang lelaki yang bisa dikatakan keren dan elegan.
''teh,, ini temen anta teh'' kata anta membuat tania melepaskan pelukannya dan menyadari ada laki laki lain disebelahnya.
Tania hanya melihatnya tanpa peduli.
Pria itu mengembangkan senyum tipisnya ''kenalin namaku antoni gery, bisa dipanggil gery'' ucapnya mengulurkan tangan namun tak mendapatkan respon.
Tania malah kembali menatap anta '' kamu dari mana aja''
''kebetulan ada kepentingan the di Jakarta, jadi aku harus cepet cepet kesana''
''kenalin ger, ini teh tania, dia ini pemilik usaha disini. Lukisan lukisan disini buatan the tatan'' katanya memperkenalkan tania.
Pria yang bernama gery itu menganggukkan kepanya dan kembali menyapa dengan senyuman ramah.
''teh tatan,, ini gery, temen anta.. dia itu pemilik perusahaan lukisan terkenal dijakarta. Jadi dia kesini mau mempromosikan lukisan teteh di perusahaannya the''
''terserah.. gue gak peduli.. yang penting sekarang gue pengen lo masak'' jawab tania meninggalkan mereka berdua.
'' sabar ger, lo pasti bisa'' bisik anta