Sahabat mencarimu ketika yang lain mencacimu. Mereka merangkulmu ketika yang lain memukulmu.
- Adista & Salwa
-----
"ISA?!" Tiba-tiba setetes kristal keluar dari matanya. Wajahnya menyiratkan pujaan.
"Kau Isa kan?" ulang Dista. Air matanya telah memancar sejak tadi.
"Apa lo Adis?" tanya Allin bingung. Ya gadis tadi adalah Allin, yang kebetulan melewati jalan sepi tersebut hingga mendengar suara jeritan perempuan yang meminta pertolongan.
Dista mengangguk sebagai jawaban. Mereka berdua terpaku beberapa detik, lalu menghamburkan diri ke dalam pelukan.
"Serius kau Isa?" tanya ulang Dista.
"Enggak, gue lalat hijau!" dengus Allin kesal.
"Iya kau lalat hijau!" ejek Dista sembari mengusap air matanya.
"Dasar kadal pelangi! Anjir kenapa lo mewek sih, cengeng banget jadi orang!" kekeh Allin sembari mengusap sisa air mata yang masih bertengger di bawah kelopak mata Dista. Dista tersenyum lungga dibuatnya, ia kembali menghamburkan pelukannya.
"Beruntung banget aku ketemu kamu di sini Isa, entah apa yang akan dilakukan mereka jika kau tak datang," papar Dista.
"Emang apa yang akan mereka lakukan? Oh ya lebih baik jika lo manggil gue Allin aja, gue agak aneh dengan nama itu," jelas Allin yang tentunya mengandung makna tersirat di dalamnya.
"Oke-oke akan aku coba," jawab Dista mengangguk.
"Eh lo kok sok alim banget sih, pake aku-kamuan segala. Ini bukan zaman kita bocil dulu, modern dikit dong," ungkap Allin. Ye lebih baik kata baku dong, Lin. Nggak mewarisi budaya Indo lo, dasar Allin!
"Iya juga ya, tapi lidah gu-e agak janggal juga," protes Dista.
"Ya terserah sih, kan itu hak asasi. Senyaman lo aja. Oh iya, ngapain kita ngobrol di sini terus? Pokoknya harus jalan-jalan dulu, setelah itu gue antar lo pulang," titah Allin tak terpatahkan. Dista tampak diam dibuatnya, seketika pandangannya kosong dan menunduk duka.
"Dis, lo ada masalah?" tanya Allin memastikan keadaan sahabat kecilnya itu, siapa juga yang nggak terkejut jika melihat orang yang tadinya ketawa sumringah dan di saat yang bersamaan dia nangis tiba-tiba. Aneh dong!
"Aku nggak punya rumah, Sa."
"Kok bisa?!" Dista tak menggubrisnya, dia asik mengelap air matanya yang terus-terusan mengalir.
"Uuuu cup cup cup .... kadal pelangi nggak kenal kata nangis," kata Allin menghibur. Benar saja, dia berhenti menangis, meski masih tersisa senggukan saja.
"Ayo naik!" perintah Allin sembari memakai helm full face miliknya. Dista menurut, dia melompat dengan tiba-tiba, tanpa menggunakan pancatan kaki tentunya. Ia naik dengan mengangkat kakinya ke motor lalu melompat. Sumpah nggak kenal kata 'slow'.
"Eh eh eh, untung nggak jatuh!" Allin menyeimbangkan motornya, dapat ia akui bahwa sahabat kecilnya itu lupa caranya naik motor. Seharusnya ia ajari dulu caranya naik.
"Udah ayo jalan," ingat Dista.
Ayo jalan gundulmu!
"Pegangan!"
A few minutes later
"AAAA! JANGAN NGEBUT, AKU MASIH PENGEN HIDUP ALLIN!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Promise (Slow Update)
Teen Fiction"Apapun yang lo minta gue turutin deh. Janji, asal lo mau maafin gue. Gimana?" ~ Allinsa Liffya - - - - - Semua berawal dari janji konyol nan aneh yang diberikan Darra pada Allin. Janji yang tak sengaja ia ucapkan bersama Darra (arwah) membuatnya ha...