#17. Matematika bersama Allin

91 41 118
                                    

"Cinta dan benci itu segaris lurus. Cinta bisa membuat kita benci, begitu pun benci juga dapat berubah jadi cinta, karena sekat diantara mereka itu sangat tipis."

- Kania

-----

Hembusan angin dingin menerpa, berlarian cepat saling mengejar dari arah angin-angin kamar. Tujuannya satu, menggantikan posisi temannya yang sudah lelah mendinginkan ruangan. Pergerakan itu tampaknya mengganggu seseorang yang tengah berada di alam mimpinya. Ia menyibak selimutnya lalu menariknya hingga menutupi seluruh tubuhnya.

Drrtt .... Drrtt .... Drrtt ....

"Huhh, anjing siapa sih?" umpatnya dalam gumaman, ia lalu meraba nakasnya, tempat asal terdengarnya getaran itu.

Tanpa melihat siapa yang menelfonnya, ia langsung menekan ikon hijau dalam ponselnya. "Hallo?" ucapnya dengan suara serak, khas orang bangun tidur.

"Hai! Gue udah di depan gerbang!" Ucap pria di seberang sana dengan ucapan ceria.

"Hah? Lo siapa?" tanya Allin, ia mulai menyatukan nyawanya. Namun, matanya kembali terpejam. Rasa kantuk mendominasi tubuhnya hingga nyawa yang sudah berkumpul melayang lagi.

"Pacar lo, lima menit nggak keluar. Gue masuk lewat jendela!"

"Ohh, masuk aja nggak dikunci kok," balas Allin seadanya. Hal itu membuat Rega mengernyit bingung, kenapa tidak mengomel?

"Lo udah sadar kan?" tanya Rega memastikan.

"Jelas lah, nyatanya sekarang gue bisa bawa buku seberat ini," jawab Allin.

"Hah? Lo ngelantur?" tanya Rega lalu menutup panggilannya sepihak. Ia meloncati pagar rumah itu, berjalan mengendap menuju kebun yang berada di samping kiri pintu utama.

Di sana Rega melihat ada sebuah pohon mangga yang menjulang tinggi, salah satu dahannya mengarah ke sebuah kamar. Feeling-nya pasti benar, kamar itu adalah kamar Allin. Mengingat notabene Allin yang bar-bar pasti dia menggunakan dahan itu untuk keluar masuk rumah.

Rega memanjat pohon itu. Tak ada orang yang melihatnya, dikarenakan waktu. Ya, sekarang masih empat lebih setengah, memang dapat dikatakan Rega adalah cowok teranjing yang datang dalam hidup Allin.

Sampai di dahan itu, ia berdiri. Tak dirasakan adanya dahan mengombak, dahan ini sangat kokoh. Rega melompat ke arah balkon jendela. "Eits, untung nggak nabrak pot bunga," gumam Rega menjaga jarak dengan beberapa pot bunga yang tersusun rapi di sana.

"Kalau sampai ini jatuh, bisa kacau masalahnya." Rega memegang daun jendela itu dan benar tidak dikunci. Ia membukanya dengan pelan. Ia tak melihat jelas penghuni kamar itu, karena masih ada tirai hitam yang menghalanginya.

Tangannya menggapai kayu bawah jendela, bermaksud untuk berpegangan dan melompatinya, tapi sekejap ia membelalakkan matanya. Bukan karena melihat sesuatu yang mengejutkan melainkan Rega merasakan rasa perih pada telapak tangannya. "Shit!" umpatnya kasar kala melihat ada beberapa titik di telapak tangannya mengeluarkan noda berwarna merah.

"Allin sialan," desisnya lalu menatap intens kayu jendela. Di sana terdapat jarum-jarum kecil yang tertancap rapi berjajar. Apa ini salah satu muslihat cewek itu?

Rega kemudian berpegangan pada kayu tegaknya, sebenarnya rasa perih itu tak seberapa baginya, tetapi darahnya terus menerus keluar sedikit demi sedikit.

Buk

Rega mendarat mulus di kamar itu, ia menyibak tirai hitam itu dengan pelan. Helaan napas kasar terdengar, Rega berjalan mendekat ke arah kasur queen-size milik Allin. Bayangkan apa yang kalian lakukan saat melihat ada orang tidur sambil duduk. Rega hanya menggelengkan kepalanya dan bersabar hati melihat pemandangan di depannya. Gue gampar pake sandal swallow, kalau gue jadi Rega.

Promise (Slow Update)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang