#05. Misterius

149 98 51
                                    


"Terkadang menjadi
yang terbaik bukanlah
hal menyenangkan."

- Baby Pungky


-----

Musim hujan telah tiba. Hawa dingin merasuki tubuh, bersemayam di tulang-tulang. Allin tiba di sekolah agak siang, bersama kakaknya diantar Pak Tomo. Satya mengikuti bimbingan belajar tambahan, jadi diharuskan datang pagi-pagi sekali.

Ia meletakkan tasnya di meja, tepat di depan wajahnya. Perasaannya dari kemarin menjadi gelisah, belajar pun tak fokus, pikirannya berkelana. Terlebih lagi saat muncul sosok perempuan seusianya di mimpinya tadi malam, sekali lagi ia meminta tolong.

"Heeei, husss pergi-pergi," ucapnya sembari menepuk-nepuk kepalanya.

"Kenapa Lin?" tanya salah satu teman Allin di pojok ruangan, Naila.

"Ahh enggak, tadi ada nyamuk." Naila ber o ria saja saat menjawab penuturan Allin.

Allin memejamkan mata sejenak, lelah. Selepas ke makam kemarin, ia merasa selalu ada yang mengikutinya. Apa ini yang dinamakan karma? Aduh Gusti, ampuni hambamu ini.

Sejenak terasa seperti ada yang menutup matanya. Tangan yang kecil, lembut, dan dingin. Apa ini Meyra? Iya pasti. Perlahan matanya terbuka kembali, sontak ia menoleh ke belakang, nihil tidak ada siapapun.

"Icha, tadi lo lihat ada orang di belakang gue?"

"Nggak ada tuh."

"Lo liat apa cuma ngira-ngira?"

"Dari tadi gue hafalan rumus dan mata gue tertuju pada situ, tuh dibelakang lo. Ga ada disitu yang namanya orang, manusia, momok, setan, ntah apalagi," jelasnya panjang lebar dengan menunjuk bangku dibelakangnya. Allin hanya ber o ria saja. Mungkin tadi itu halusinasi.

"Woii! Nglamun ya kan?"

"Enggak kok Lol."

"Lalita nama gue ogeb!" Lalita menonyor pelan dahi Allin, yang membuat empunya berdesis.

Dari balik jendela kaca, terlihat jelas oleh mata tajam Allin, seseorang dengan baju serba hitam mengintainya. Saat ia ingin menghampirinya, sosok itu menghilang. Bukan lari atau terbang yakni lenyap, menyisakan pancaran lapangan basket dari dalam ruangan. Ini sulit dipercaya.

Apa dia Darra?

"Minggir! Gue ratu matematika mau lewat!" seru seorang gadis cantik menghampirinya.

"Hai anak baru, udah belajar belum nih. Siap-siap aja nilai lo dibawah KKM," kata gadis itu kemudian disusul tawa renyahnya.

"Ehh Maria, pergi deh jangan ganggu kita. Orang kita aja nggak ganggu lo."

"Apasih lo cewek. Ikut-ikut aja, bukan urusan lo tau!"

"Ehh Maria, jelas lah urusan gue! Lo itu koar-koar di meja gue, di depan mata gue! Pagi-pagi udah bikin kepala pening!" seru Lalita tak kalah kencang.

Maria berseru sebal dengan menampilkan gigi kelincinya yang mengerat. Pandangan itu dibalas dengan pelototan mata Lalita. Allin hanya diam tak menanggapi, pikirannya kalut. Kalut banget.

"Tuh muka biasa aja kali, nggak usah tersinggung sama ucapan monyet." Allin terkekeh pelan, Lalita yang humoris tapi kejam.

Maria Calandra Exvanders, gadis juita dengan prestasi matematika ditangannya. Kecerdasannya di bidang akademik memang kelebihannya. Dia adik dari Marsya Crenata Exvanders. Mereka terlihat seperti kembar, karena hanya terpaut satu tahun.

Promise (Slow Update)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang