CHAPTER 8

255 15 1
                                    

" Aku sebenarnya mengetahui bahwa bahagia itu sederhana. Tapi, entah kenapa aku tidak pernah bisa merasakannya. Jika memang bahagia senikmat makanan atau minuman yang berbahan pisang. Ayolah, aku ingin terus menikmatinya. " -JeonJungkook.

---

Hari telah menjelang malam, Seokjin masih setia menemani Jungkook. Karena cuma dialah yang bisa menemani adiknya itu. Dia tidak mau meninggalkan adiknya sendirian, dia ingin berusaha menjadi Hyung yang lebih baik untuk Dongsaengnya. Dia ingin selalu disamping Jungkook sampai kondisi adiknya benar-benar kembali seperti dulu lagi.
Dia sangat rindu dengan senyum adiknya, apalagi ketika memperlihatkan gigi kelincinya. Sangat imut, sampai-sampai seseorang yang melihatnya saja akan ikut tersenyum.

Seokjin merebahkan badannya ke sofa yang berjarak satu meter dari ranjang adiknya.
Dia memejamkan mata sejenak mengingat kejadian sebelum adiknya harus dirawat di rumah sakit.
Dia tersenyum kecut ketika tahu kabar adiknya pertama kali saat ia menjemputnya di sekolah.
" Aku hyung yang bodoh, Kook. Kamu menyimpan rasa sakit itu sendirian saja aku tidak mengetahuinya. Betapa bodohnya aku, Kook. " Batin seokjin sembari memejamkan matanya perlahan.

Jungkook, bangunlah. Papa sudah menyiapkan sarapan khusus untukmu. Bangun, nak. Papa juga akan mengantarmu ke sekolah hari ini. Kamu sangat senang akan hal ini, bukan? Papa tidak akan lagi memberimu tekanan dalam hal belajar. Tapi bangun ya, kook.

Seketika, Jungkook membuka matanya dan akhirnya dia tersadar bahwa itu hanyalah mimpinya. Rasanya, dia ingin terus memejamkan matanya dan bermimpi. Sifat papanya lebih terlihat perhatian di dalam mimpi daripada di dunia tempat ia berpijak.
Jungkook sejenak merenung dan akhirnya mencoba mengambil posisi duduk. Ia melihat Hyungnya sedang tertidur nyenyak di sofa. Ia berusaha untuk tidak mengeluarkan suara, karena dia tahu Hyungnya sangat kelelahan menemaninya.

Jungkook tersenyum tipis melihat Hyungnya yang tertidur. " Hyung, aku bersyukur memiliki Hyung sepertimu. Aku tidak tahu lagi bagaimana nasibku jika aku terlahir sebagai anak tunggal. Pasti hidupku tidak akan berjalan lama. " Batin Jungkook.

Tak lama setelah itu, Jungkook merasakan sesak di dadanya itu kembali menyerang. Walaupun, sesak itu masih bisa ia tahan. Tapi, tetap saja menahan sesak itu butuh tenaga dan membuat kening Jungkook dipenuhi dengan keringat. Ia tidak mau membangunkan Hyungnya. Ia menahan agar tidak mengeluarkan suara sekecil apapun agar Hyungnya tidak terbangun.
Jungkook meraba-raba meja kecil di samping ranjangnya. Ia mengambil segelas air putih di meja itu. Karena dia pikir tenggorokannya butuh asupan cairan.
Jungkook membuka masker oksigen yang menutupi mulutnya, dan perlahan meminum air putih itu. Dia tidak memakai kembali masker oksigen itu. Dia tidak mau terus menerus bergantung pada alat itu, karena rasanya sangat tidak enak jika memakai alat itu.

Sesak di dada Jungkook mulai membaik. Dia tampak menghela nafas lega. Dia pun kembali berbaring di ranjangnya, dan posisinya menghadap Hyungnya.

Seokjin pun terbangun karena merasa ada seseorang yang sedang mengamatinya. Ia pun terkejut ketika melihat posisi Jungkook seperti itu ditambah masker oksigennya pun terlepas.
Seokjin panik, ia segera berdiri dan ingin bergegas untuk memanggil dokter agar memeriksa adiknya.
Namun, tangan Seokjin ditahan oleh adiknya.

" Hyung, jangan pergi. Temani aku disini. Aku sungguh baik-baik saja. " Ucap Jungkook dengan nada yang sangat pelan dan senyum tipis di bibirnya.

" Kau benar baik-baik saja, Kook? Kenapa masker oksigenmu terlepas? Kamu tidak tahu Hyungmu khawatir, eoh? " Tanya Seokjin sembari mengeluarkan nada suara yang terlihat sangat khawatir.

Jungkook terkekeh pelan. " Kookie tidak apa-apa Hyung. Jangan khawatirkan aku. Aku benar-benar merasa lebih baik sekarang. Aku melepas masker oksigen itu karena tidak nyaman, dan nafasku pun sudah kembali normal. Hyung, jangan takut ya. Selama ada Hyung di samping Kookie, Kookie merasa tidak ada hal yang perlu Kookie takutkan. Hyung tahu kan, Kookie anak yang kuat. Jadi, tolong temani Kookie saja. Kookie akan berusaha melewati ini semua. "

Tak terasa airmata Seokjin jatuh membasuhi pipinya. Seokjin terisak mendengar kata-kata adiknya itu. Dia merasa hatinya sangat amat perih.
" Hyung janji tidak akan meninggalkan Kookie sendirian lagi. Tapi, Kookie harus berjanji, kalau Kookie merasa sesak ataupun dada Kookie sakit segera bilang ke Hyung, eoh? Jangan pernah menahan rasa sakit itu. Hyung tidak mau melihat kamu seperti ini, Kook. Kookie harus janji ya? Sekarang, Kookie istirahat saja. Biar Hyung menjaga Kookie disini. "

Jungkook menatap Seokjin dengan tatapan yang sedih. " Hyung, bagaimana dengan Papa? Apa dia mengetahui kalau aku dirawat di sini? Apa Papa mengetahui bahwa aku sakit? Hyung, aku takut mengecewakan Papa. Aku takut Papa merasa lebih kecewa lagi sama Kookie. Kookie gak mau ditekan terus-terusan sama Papa, Hyung. Kookie sebenarnya capek. Tapi Kookie hanya bisa diam dan menahan rasa sakit itu. Hyung, tolong jangan bilang Papa mengenai ini semua. " Ucap Jungkook sembari meneteskan airmata.

" Tenang saja, Kook. Hyung tidak akan memberitahu Papa tentang keadaanmu. Hyung juga tidak mau melihatmu terus-terusan ditekan oleh Papa. Hyung sekarang mengerti perasaanmu, sangat mengerti. Hyung tidak mau kehilangan adik Hyung satu-satunya yang sangat Hyung cintai ini. Hyung akan mencari alasan agar Papa tidak memarahimu nanti. Sekarang, Kookie tidur ya. Hyung akan memanggil dokter untuk memeriksa Kookie. Kalau memang keadaan Kookie sudah membaik dan diperbolehkan pulang, itu lebih baik. Hyung tidak mau melihatmu sakit seperti ini dan melihatmu memakai selang infus ini, Kook. " Ucap Seokjin sembari mengelus kepala adiknya itu.

---

" Dokter, bagaiman keadaan adik saya? Apakah dia sudah diperbolehkan pulang? Aku janji akan merawatnya agar dia bisa benar-benar pulih seperti dulu."

Dokter muda itu tampak memberi senyum dibibirnya " Adik kamu kondisinya sudah sangat amat membaik. Besok adik kamu sudah boleh pulang kerumah. Tapi, jangan lupa menebus resep obatnya nanti. Dan bujuk adikmu untuk melakukan terapi dua minggu sekali. Dan obatnya jangan sampai lupa diminum sebutir pun. " Ucap dokter muda yang lebih sering dipanggil Dokter Lee itu.

Seokjin sangat amat bersyukur atas apa yang Dokter Lee katakan. Ia sangat bahagia besok adiknya sudah diperbolehkan pulang. Tapi, dia masih punya satu tugas yang hampir ia lupakan. Mencari alasan tentang kenapa tidak pulang selama berhari-hari ke Papanya. Karena memang Papanya sangat tidak mudah untuk ditipu. Jadi, Seokjin harus benar-benar mencari alasan yang logis.

---

" Percayalah tentang satu hal. Bahwa sesulit apapun masalahmu, sesakit apapun rasa sakitmu, pasti Tuhan mengirimkan seseorang yang bisa membuatmu perlahan melupakan masalahmu dan rasa sakitmu. Kadang, itu terlihat konyol. Tapi, sekarang aku mulai mempercayai itu. " -JeonJungkook

Aku agak bingung, bakal berapa chapter ini :( Tapi, jangan lupa buat kasih aku komentar dan saran ya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku agak bingung, bakal berapa chapter ini :(
Tapi, jangan lupa buat kasih aku komentar dan saran ya. Supaya next chapter bisa lebih baik lagi.
Thank you ~


JUST ONE DAY 🌼 [ JINKOOK ] - SLOW UPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang