RSS || SENYUM MANIS DARI SIMANIS 🌻

901 204 204
                                    

Kicauan burung sudah terdengar di pagi ini, mentari memang belum terbit di langit, namun gadis itu sudah bangun untuk menunaikan ibadah sholat subuh

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kicauan burung sudah terdengar di pagi ini, mentari memang belum terbit di langit, namun gadis itu sudah bangun untuk menunaikan ibadah sholat subuh. Dia memanjatkan doa-doa yang takkan pernah terlupakan di setiap sholatnya.

Dia pikir, mungkin suatu hari nanti doa-doanya akan dikabulkan oleh Sang Kuasa. Satu, dua tetes air mata membasahi pipinya yang chubby. Entah kapan hari itu akan tiba, di mana keluh kesahnya berakhir di hari itu.

Sebelum ke sekolah, Asyima harus sarapan terlebih dahulu. Memang tidak ada meja makan di rumah Asyima, sebab rumah ini sangat sederhana. Hanya ada tiga kamar tidur, satu dapur, satu kamar mandi, dan tak lupa dengan ruang tamu mini.

Walaupun rumah ini sederhana, tetapi rumah ini dapat membuat Asyima terasa hangat. Bukan rumahnya yang hangat, tetapi keluarganya yang selalu memberikan kasih sayang kepadanya.

Asyima sangat bersyukur dikaruniai keluarga ini, karena banyak orang di luar sana yang membutuhkan keluarga seperti milik Asyima. Dia mempunyai ibu yang sangat baik dan penyayang, serta seorang ayah yang selalu melindunginya dari kecil, ditambah empat saudari lainnya.

Namun itu semua hadir satu tahun yang lalu. Di mana keluarga harmonis ini menghangatkan Asyima, namun sekarang keluarga ini hanya tersisa puing puing kenangan saja.

Seusai menunaikan rutinitas pagi, Asyima akhirnya berangkat ke sekolah dengan berjalan kaki. Sebab jarak rumahnya Asyima dengan  jalan raya, lumayan jauh.

Saat tiba di angkutan kota, Asyima duduk di pojok sebelah kanan. Saat dia menengok ke arah depan, ada seseorang yang tengah memperhatikannya, dia juga anak SMA, tapi dia menutupi wajahnya dengan buku.

Dia Nasera Khaerani, teman SMP-nya. Dia orang yang pernah mengartikan arti sahabat yang sebenarnya. Dia menatap Asyima lekat-lekat, dan Asyima hanya dapat memalingkannya.

"Syi!" panggilnya.

"Bang, kiri." ucap Asyima, yang mulai tak tahan dengan itu semua.

"Syi, lu belum sampai." cegahnya.

"Asyima, Si, Asyima!" panggilnya lagi.

Asyima hanya bisa turun, dan memberikan senyuman tipis kepadanya. Jarak dari sini dengan sekolahnya masih jauh. Tapi lebih baik Asyima berjalan kaki, daripada harus berpapasan dengan Sera, dan menjatuhkan air mata di depannya.

Dia tetap melangkah meski sangat berat. Asyima sangat rindu dengan Sera yang selama ini menjadi bayangannya, dia ingin sekali memeluknya.

Dan tiba-tiba, di saat Asyima berjalan, terdapat motor yang mendekati Asyima.

"Syi, lu nangis?" tanya Shaila, ketika dia menepi untuk menghampiri Asyima.

"Hah? Enggak kok, Ila." Asyima pun dengan sigap membersihkan air matanya.

"Oh ya, 15 menit lagi bel loh. Yuk naik!" ajak Ila.

Akhirnya Asyima ikut dengan Ila ke sekolah. Di perjalanannya, Asyima menceritakan kejadian yang ia alami di angkot.

Rahasia Sebuah Senyuman [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang