I'm deeply sorry if in this part too many telling-off curse or harsh words.
Den Bagus's POV
Jakarta, Maret 2018.
Sudahkah aku mengatakannya?
Aku jatuh cinta dan sialnya wanita itu bersosok seperti Dewi kayangan. Masih menempel dengan erat di ingatanku ketika Adik sepupuku datang ke rumahku dan wanita itu berdiri di belakangnya. Tatapan mata dingin gadis berseragam putih abu-abu itu tidak bisa lepas dari ingatanku, datang pada setiap mimpiku dengan lancangnya. Alih-alih kesal, aku justru semakin dibuat terpana.
Lelaki mana yang tidak akan jatuh hati melihat paras cantik bak Dewi itu? Aku sangat normal untuk jatuh hati dengan wanita itu, tapi daripada parasnya aku justru dibuat terus terpana dengan tatapan tajam dan dinginnya. Wanita cantik mana lagi yang punya tatapan seperti itu? Seperti siap menelanmu bulat-bulat alih-alih menciummu.
Zalina namanya, terdengar seperti nama seorang Dewi. Aku jatuh hati dengannya sejak dia masih berseragam sekolah, terlihat berbeda dengan Adik sepupuku yang lebih lugu, Zalina tidak seperti itu. Wanita yang tak hanya bermata dingin namun juga kerap kali mengeluarkan nada pedas saat berbicara, tidak sekali pun pernah membuatku merasa risi atau ilfeel. Seperti sekarang, lihatlah di sana wanita itu sedang melipat kedua tangannya sambil berdiri di pinggir halaman yang dipenuhi anak-anak dan guru-guru di kursi yang tertata di depan panggung.
Hari ini kami sedang ada di satu acara charity salah satu Gereja yang mana aku diminta menjadi salah satu perwakilan dari Institusiku yang akan memberikan sambutan. Kantorku menjadi salah satu sponsor acara ini, pun juga kantor wanita itu. Bisa terlihat di spanduk besar yang terbentang pada dinding depan Gereja ada salah satu nama Lembaga pendidikan non-formal yang berbasis teknologi di mana wanita itu bekerja sebagai Master Star Coordinator di sana, itu yang aku dengar dari Akina mengenai pekerjaannya.
Aku sedang menunggu giliranku memberikan sambutan sebagai perwakilan dari Institusiku di pinggir panggung kecil yang penuh balon-balon ketika mata wanita itu akhirnya mendapatiku di sini. Tatapan itu daripada membuatku ketakutan justru aku ingin membuat es-nya mencair, sedingin apapun aku tidak akan membeku dengan tatapan seperti itu darinya.
Aku naik ke atas panggung dan memberi sambutan untuk acara ini, untuk charity tahunan Gereja ini memang aku mengajukan ke Institusiku untuk rutin menjadi sponsor karena aku mengenal baik salah satu pastor di sini. Selesai dengan memberi sambutan dan sedikit berbincang dengan para suster di pinggir panggung, aku sedikit menggulung lengan kemeja biru muda milikku sambil berjalan menghampiri wanita yang masih berdiri di posisi yang sama.
"Why don't you take a sit?" tanyaku ketika sampai di hadapannya.
Wajah wanita itu terlihat pucat tanpa make up, pun tidak dengan pemulas bibir yang biasanya dia pakai, hari ini warna bibirnya natural alias tanpa pemulas.
"Di sini lebih enak," jawabnya datar.
Wanita ini memang berdiri di bawah bayangan ranting-ranting pohon mangga yang besar, melihat cerahnya hari ini dan kursi-kursi di sana tidak tertutup atap, jelas benar di sini lebih nyaman.
Aku mengangguk paham. "Kamu sendirian?" Aku ikut berdiri di sampingnya sambil mengantungi kedua tanganku dan menatap kumpulan orang-orang di tengah acara tersebut.
"He'em," gumamnya singkat yang menimbulkan senyum separuhku.
"How's that Jackass?" tanyaku lagi mengingat sudah lama sekali sejak terakhir melihat wanita ini diselingkuhi kekasihnya dan aku menepati janjiku untuk tidak memberitahu Akina, since Akina didn't have any stories to tell about Zalina, I guess this woman hasn't done anything for her bastard lover.
YOU ARE READING
Erotema [Short Stories] | Completed
Short Story[Started on October 15, 2020, and ended on December 19, 2020] Vital Note: A derivative story from It Takes Two To Tango, It will contain short stories - People said love is so many things, joy and pain wrapped up all in one package. Is it absolute? ...