Happy reading!🍉
***
"Jika kita berdua dibandingkan tentu akan jauh berbeda.
Tetapi jika kita berdua disandingkan, apakah tidak bisa saling melengkapi(?)"
-Nada Cita Tamara-10
llllllllllllllllllllllllllllll"Pegangan."
"Bawel."
"Mau mampir dulu?"
"Untuk apa?"
"Siapa tahu mau beli tisu. Soalnya mata lo berair."
"Ih, nyebelin!"
"Hati-hati turun."
"Bodo!"
Nada turun dari motor sport milik Bastian dengan sampah serapah yang siap ia lontarkan. Namun, ia hanya menatap keki motor yang menurut Nada lebih pantas disebut 'bison' ketimbang motor. Kepalanya sedikit pusing dan tanah yang ia injak terasa bergelombang. Si nyebelin Bastian membawa motor sudah seperti jet saking lajunya. Ia hampir saja memuntahkan seragamnya kalau tidak ia tahan sekuat mungkin. Walaupun kecepatan mereka bisa dibilang sama, tapi ia tidak tahan jika melaju saat ia menjadi penumpang.
Jam masih menunjukan pukul tujuh kurang, tapi Nada sudah berada dalam sekolah. Apakah hari ini menjadi rekor pertamanya tiba lebih awal ke sekolah? Ia seketika menjadi bangga.
"Ngapain lo?" bisik Bastian tepat di telinga Nada.
"Astaga, kaget gue," ucap Nada yang tersentak lalu mengelus telinganya yang sedikit merinding. Ia yang sedang asik-asiknya mengagumi rekornya namun, terhenti berkat sesosok cowok yang mengkalim menjadi ojeknya.
"Disini banyak penunggunya. Horor juga gue lihat lo yang lihat-lihat pohon besar itu."
"Heh! Gue lihat langit bukan pohon!"
"Oh, ternyata yang di atas lebih menarik daripada cogan yang di samping lo."
Nada memutar bola matanya malas. Ia tahu betul tipekal cowok narsis seperti Bastian akan yang terus berkoar jika perkataannya selalu ditanggapi. Menyusuri koridor yang masih lenggang adalah suatu momen paling mendamaikan. Di padu dengan udara segar khas pagi hari dan bagaskara yang belum menampakan wujudnya. Pagi yang beda dari biasanya dan itu semua berkat ... Bastian. Ia refleks menghentikan langkahnya saat melewati perpustakaan. Kakinya mundur beberapa langkah karena secara tak sengaja pupil matanya menangkap sesuatu yang janggal.
Mulutnya refleks terbuka lebar dan siap untuk mengeluarkan kata-kata mutiara. Bastian yang sedari tadi mengekornya juga ikut berhenti dan menatap apa yang menjadi fokusnya.
"Apa lo lihat-lihat?" tangan Nada berusaha menutup kertas mading yang jelas-jelas sudah tersebar disetiap dinding kelas. Buru-buru ia merobek kertas mading yang berisikan potret dirinya saat tertidur di perpustakaan. Dan kesalnya lagi dengan caption yang bertuliskan: "DIA BERMIMPI SUATU HARI NANTI BISA BERSAMA ANDRA. HINGGA IA BENAR-BENAR BERMIMPI DALAM TIDURNYA." Dan di akhiri dengan nama lengkap, kelas, beserta nomor telepon dan alamat ruamahnya. What?! Alamat? Nada menutup wajahnya menggunakan kertas yang barusan ia robek. Ia tidak tahu harus menggunakan wajah apa sekarang karena wajahnya yang ini sangat malu sekali. Bagaimana jika ia bertemu Andra nanti? Tertidur di perpustakaan dan mengumamkan nama murid paling teladan? Astaga, sangat-sangat memalukan.
"Ternyata dia lebih dulu dari gue?" lirih Bastian yang menatap dinding mading yang masih dipenuhi dengan kertas berisikan tentang Nada.
Nada mengangkat kepalanya. "Apa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
N A D A [hiatus]
JugendliteraturNada Cita Tamara Gadis yang hidup dimasa kini, namun ingatannya terjebak dimasa lalu. Gadis yang selalu bersikap baik-baik saja. Padahal, disetiap malam dirinya selalu dibayangi oleh kegelapan. Mempunyai 4 orang sahabat yang menjadi sumber kekuatan...