05. Nada-MASALAH BARU

13 7 6
                                    

Happy reading!❤

***

“Aku seperti ditakdirkan sebagai gadis pembawa masalah.”
-Nada Cita Tamara-

05
llllllllllllllllllllllllllll


Bastian melajukan motor sportnya di jalan yang sudah mulai dipadati dengan pengendara lain. Dan SMA Talent Nusa menjadi tujuannya saat ini. Setelah mengurus beberapa persyaratan, ia sudah diperbolehkan masuk ke dalam kelasnya. Ia dituntun oleh wakil kepala sekolah menuju kelasnya.

Bel masuk sudah berbunyi beberapa menit yang lalu. Tampak beberapa guru sudah mulai memasuki kelas. Namun, terdengar suara gaduh yang berasal pada kelas di ujung koridor. Guru di sebelahnya pun semakin mencepatkan langkahnya. Langkahnya terhenti di depan pintu kelas saat seorang siswi berponi hampir saja menabraknya.

“Eh-bapak,” ucapnya kikuk.

Bastian memperhatikan gadis yang sudah menunduk takut itu. Seketika dadanya berdetak kencang. “Masuk dan berdiri di depan kelas!” seru guru itu terihat tidak senang.

Mata Bastian terus memperhatikan gerak-geriknya sampai akhirnya pandangan mereka beradu. Tapi dia seperti tidak menampilkan reaksi apapun. Ia yakin gadis itu sudah melupakannya. Usai perkenalan ia dipersilahkan untuk duduk. Saat gadis itu berjalan ke arahnya, Bastian secara gamblang menatapnya.

“Ngapa lo liat-liat!” ucapnya garang.

Saat itu Bastian ingin tertawa melihat wajah menggemaskan darinya. Andai saja tahun lalu ia menunjukkan ekspresi yang sama, mungkin ia tidak perlu merasa bersalah sampai harus mengambil tindakan paling gila seumur hidupnya.

Bastian mengeluarkan satu buku kosong lalu menuliskan namanya. Namun, saat hendak mengangkat kepala sebuah benda yang entah dari mana melayang dan mengenai ubun-ubunnya.

“Akh!” Bastian meringis kesakitan memegang kepalanya yang terbentur benda keras dan berisi. Tidak sampai mengeluarkan darah memang, tapi tetap saja terasa ngilu.

“Damn,” cicit gadis di depannya itu. “Lo nggak pa-pa?”

Pandangan Bastian tak berkedip melihat sosok gadis yang bernama Nada itu terlihat jelas di matanya. Kali ini jantungnya kembali berdetak, tapi kali ini sedikit berbeda.

“Ya ampun Nada. Bisa nggak sehari aja lo diem dan nggak buat ulah?” sahut laki-laki berbedan gempal dan gemuk yang datang dari arah depan.

Nada memicingkan matanya sinis. “Bim, lo bisa nggak nggak usah ikut campur?”

“Eh, anak baru, kalau gue jadi lo, si Nada nggak akan gue maafkan sampai dia traktir gue selama satu minggu.”

Problemnya, dia itu bukan elo! Mending urus suami lo si Brandon,” balas Nada mengayunkan tangannya tanda mengusir.

Tatapan Nada kembali kepada Bastian yang sedari tadi setia menyaksikan percakapan mereka.

“Warna pink di baju lo itu nggak akan bisa bersih kalau cuma di lap doang. Sini ikut gue,” ucap Nada.

Bastian menurut ketika Nada terus menuntun kakinya tanpa tujuan yang jelas. Mereka melewati kelas demi kelas sampai akhirnya berhenti di depan ruangan bertuliskan ‘toilet’.

“Lepaskan seragam putih lo,” titah Nada dan menyodorkan tangannya.

“Hah?” Bastian memeluk dadanya dengan tatapan yang sulit di artikan.

Nada memutar bola matanya malas. “Lo pakai kaus, kan dalaman baju lo? Jadi, seragam lo kasih sama gue biar gue cuci. Untuk sementara pakai kaus aja. Ngerti, kan?”

N A D A [hiatus]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang