Part 25

1.2K 101 28
                                    


Kehilangan bukanlah awal dari sebuah keburukan. kehilangan berarti mengajarkan tentang keikhlasan yang bemakna ketabahan

________________

Nindy terisak dengan senyum yang mengebang. Kenyataan apa ini ?! Nindy memejamkan matanya berusaha untuk menerima kenyataan yang pahit ini. Perihal sepele ? tidak !! pinsip seseorang berbeda-beda, kamu dengan jalan mu dan aku dengan jalanku

______________________


Nindy sedang menyiapkan keperluannya untuk kepuncak, Setelah bergelut menghadapi soal ujian dan kenyataan yang mengejutkan tiada henti.

Tess..tes..

Darah segar keluar dari hidung Nindy, Nindy langsung mengambil tisu dan mengelapnya dengan telaten. Akhir-akhir ini Nindy sering mimisan, Nindy juga absen cuci darah lagi, tak ada yang di harapkan bukan ?

Nindy berjalan keluar kamar, Nindy melihat kedua Orang tuany sedang menikmti sarapannya, Lalu Nindy menghampiri mereka.

"Pagi Mah, pagi Pah." sapa Nindy lembut dengan senyum manisnya

"Ngapain kamu ke sini ?! nafsu makan saya hilang gara-gara kamu !" ujar Dika. Nindy menahan rasa sesak di dada atas ucapan Dika, Papahnya.

"Nindy boleh makan sama Mamah, sama Papah ? Nindy pengen banget satu meja sama kalian" uajar Nindy lirih.

Pranggg.......

Aleta membanting sendoknya dengan kenjang, "Pergi !! saya gak mau melihat muka kamu." ujar Aleta ikut murka. "Nindy mau di peluk kalian," ujar Nindy lagi

Plak.....

Satu tamparan keras mendarat di pipi mulus Nindy. Apa salah Nindy ?! segitu bencinya mereka dengan anak perempuan ?!

Ujung bibir Nindy mengeluarkan daras segar sebab tanparan Dika, Nindy memegangi pipinya yang terasa nyeri. "Jangan pernah bermimpi makan bersama kami !" ujar Dika dengan menatap Nindy nyalang

Nindy memandang Aleta dengan tatapan terluka, dan Aleta hanya memandang Nindy dengan raut wajah datar. "Maaf Pah, Mah. Nindy pamit. Nindy mau kepuncak, acara sekolah" ujar Nindy dengan bibir bergetar manahan isakan

"Saya tidak beduli !! mau kamu pergi dari dunia pun saya tidak beduli." ujar Dika datar tanpa ekspresi. Nindy menganggukkan kepalnya. "Nindy cuma mau pamit, Nindy sayang kalian." ujar Nindy lalu berlalu pergi tergesa-gesa meninggalakan Orang tuanya. Nindy tak kuasa menahn tangisnya lagi.

Sesampainya di pekarangan rumah, Nindy menghapus air matanya. "Pagi Bi Sari," sapa Nindy saat melihat Bi Sari sedang menyiram bunga di pekarangan rumah, sudah menjadi rutinitas Bi Sari merawat bung di pekarangan setiap bagi.

"Pagi juga Non, Non habis nangis kenapa ? pasti Tuan sama Nyonya ya ?" ujar Bi Sari. Nindy hanya tersenyum samar, Bi Sari mengusap pundak Nindy berusaha menguatkan Nindy. "Sabar ya Non, mereka sebenarnya sayang sama Nin Nindy kok" ucap Bi Sari lagi, Nindy menganggukkan kepalanya.

"Nindy berangkat ya Bi, ini juga Nindy mau nitip ini," ujar Nindy sambil menyodorkan sebuah buku bewarna biru yang bertuliskn 'Broken' di sampul depannya, serta secarik kertas yang dilipat dengan rapi.

Bi Sari menerima dengan dahi berkerut, "Ini apa Non ?" tanya Bi Sari.

"Yang buku buat Orang tua Nindy, Bi Sari suratnya. Cuma coretan gak penting kok Bi," ujar Nindy disertai kekehannya. "Ada yang Non sembunyiin ?" tanya Bi Sari

Nindy tak menjawab, tetapi menampakkan senyum manis penuh arti. Bi Sari menatap Nindy dengan tatapan menyelidik tetapi Bi Sari tak menemukan jawaban apapun dari Nindy.

ANINDYA [ TELAH TERBIT  ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang