Matahari mulai terik saat kami para siswa baru berbaris rapi di lapangan untuk acara pembukaan MOS. Kakak OSIS membacakan pembagian kelas selama masa orientasi atau bisajadi bertahan untuk kami 3 tahun ke depan.Vanesha di sebelahku mulai harap-harap cemas. Awalnya aku kaget mengetahui Vanesha di jurusan yang sama denganku. Aku jarang berbincang dengannya dulu meski kami satu kelas saat SMP. Meski nggak akur-akur amat karena sering debat dalam segala hal itu yang membuatku tidak cukup dekat dengannya.
" Moga aja kita sekelas ya Ra." Vanesha terus merapalkan do'a.
Menurutku dia anaknya easy going gampang berbaur tanpa kehadiranku dia tetap bisa bertahan hidup. Tapi melihatnya begitu mengharapkan kami sekelas aku ikut merapalkan doa dalam hati. Yang ekspresikan dengan berlawanan.
" Semoga kita gak sekelas. Bosan lihat kamu tiap hari." Aku pura-pura memasang muka males.
"Idih aku juga bosen kali lihat elu tiap hari tapi lebih bosen lagi kalo nggak ada elu. Siapa ntar yang gue kerjain tiap hari haha." Vanesha mulai menggapit leherku.
Tuhkan Vanesha suka cari gara-gara tapi malah membuatku tertawa. Emang ngajak berantem nih bocah.
"Iya tau, kamu ga bisa hitup tanpaku. Kamu tanpa ku butiran abu." Aku memeluk balik lengannya karena aku tidak sampai untuk menggapit lehernya.
Apalah dayaku yang cuma setinggi pundaknya. Vanesha memutar bola mata malas dan berusaha melepaskan tanganku dari lengannya. Aku memasang wajah memelas enggan melepaskan diri.
"Gak jadi. Gue males sekelas ama elu lagi. " Vanesha memutar bola motanya.
"Heh anak baru !" Teriak kakak OSIS menatap Vanesha.
Spontan aku dan Vanesha memperbaiki posisi kami.
"Kamu !" Kakak OSIS menunjuk Vanesha.Kadang aku bersyukur karena tidak setinggi Vanesha. Vanesha langsung memasang sikap sempurna.
"Saya kak?" Vanesha memasang wajah sok polos.
"Iya kamu." Jawab si kakak kelas sok coolent.
"Belahan jiwa kakak." Kata Vanesha spontan.
Kami tertawa mendengarnya. Aku menutup muka malu sendiri bukan temanku fix.
"Dengarkan kami, jangan ngomong sendiri! Sudah lanjutkan lagi." Tambah kakak yang satunya.
"Siap kak, maaf! "sahut Nesha seketika itu juga.
Aku pengen ketawa tapi takut dosa melihat wajahnya kaya nahan pul. Bercanda kok nes. Nah tiba giliran pembagian jurusan kami.
------------------------------------------------
Sampainya Vanesha terus mengekspresikan rasa bahagianya, malu maluin malah.Dengan pedenya ia menyapa, "Hello everybodehhh! ". Tentunya dibalas dengan sama hebohnya meski kenal aja belum. Ampun deh. Tapi tidak salah dari awal sudah kuduga kelas ini akan seru. Dan di sini ceritaku di mulai.
KAMU SEDANG MEMBACA
How Can Be
Teen FictionKita selalu punya cerita masa remaja tapi tidak punya cukup waktu untuk menuliskannya. Sekedar mengingat bagaimana kita tumbuh di masa itu hingga bagaimana kita menjadi sekarang. (How Can Be) Kalau menurut bilangan biner nggak ada angka dua, tiga da...