•SVITBFRUNIT• - 15

6.3K 352 35
                                    

PATRA sudah tak tahu lagi harus berbuat apa. Meskipun hasil penjualan motor sudah ditangan, namun ternyata itu semua belum cukup untuk membayar hutang-hutang sang Ayah sebagai jaminan agar rumah mereka tidak disita.

Belum lagi Lulu, adiknya beberapa hari belakangan mulai rewel dengan terus menanyakan keberadaan Papa mereka. Anak kecil itu semakin sulit dibujuk bila sudah teringat dan merindukan sang Ayah yang entah dimana.

Tapi untungnya, uang dari Cleo dapat mengundur waktu penyitaan sementara. Meskipun hanya diperpanjang satu Minggu.

"Kamu dapat uang darimana Patra?" tanya wanita yang wajahnya sudah nampak keriput jelas disertai rambut yang mulai memutih.

Ia sangat terkejut saat cucu pertamanya itu tiba setelah dihubungi langsung memberikan seamplok uang dengan jumlah 30 juta pada orang yang menagih janji.

"Patra jual motor." Uti menarik napasnya kaget.

"Ya ampun Nak, terus nanti kamu kalo kemana-mana pakai apa? Kenapa mengambil keputusan sendiri? Kenapa gak obrolin dulu sama Papa kamu atau sama Uti?" Patra menggenggam telapak tangan neneknya itu penuh kelembutan.

"Gak papa Uti. Kalo masalah kemana-mana itu urusan gampang. Patra masih bisa pakai ojek. Apalagi sekarang bisa pesan online." jawab Patra enteng tanpa beban. Baginya kehilangan motor tidak sebanding daripada harus melihat keluarganya terlantar tanpa tempat tinggal.

Uti melengoskan kepala dengan helaan napas yang terdengar lelah.

"Padahal Uti sudah bilang sama Papa kamu. Kalian pindah saja ke Jogja di rumah Uti. Tapi Papa kamu malah gak mau."

"Papa pasti sedang berusaha keras Uti." didalam hati Patra mengucapkan syukur Papanya punya keteguhan yang sama. Jujur, ia sudah nyaman tinggal disini. Dan untuk pindah, rasanya sangat berat terlebih ke luar kota.

Biarpun nanti dia tidak akan tahu akhir nasib mereka bagaimana, yang paling penting saat ini dia masih punya waktu meskipun hanya sebentar. Siapa tahu akan ada keajaiban atau orang yang dikirim oleh Tuhan untuk membantu masalah ini. Ya. Semoga saja.

"Sudahlah Nak. Kamu jangan lagi ikut pusing-pusing dan bertindak sendiri. Biarkan Papa kamu dan Uti yang coba cari jalan keluarnya."

"Iya Uti." jawabnya seadanya. Sebatas lisan yang tentunya jika ada apa-apa, Patra tetap tidak akan diam saja. Baginya dia sudah besar yang patut memikirkan masalah urgent menimpa keluarga. "Lulu mana Uti?" tanya Patra tidak melihat sosok adik kecilnya.

"Di kamar. Uti suruh Lulu main disana waktu orang-orang itu datang."

"Kalo gitu Patra ke kamar juga ya Uti." ujarnya yang diangguki sang nenek dan berlalu pergi.

•••

Dan seperti yang ia duga, mau bagaimanapun mencoba berdiam diri tanpa ada ikut campur, Patra tetap gelisah memikirkan keluarganya.

Alhasil dengan segala kemelut yang menyerang sistem otaknya, pemuda itu menegaskan diri untuk bertindak setidaknya dalam mengurangi beban orang tua.

Dengan apa? Tentu saja dengan mencari pekerjaan yang dapat menerima pelajar sebagai pekerjanya. Dan semuanya jelas tidak mudah.

Mulai dari mencoba melamar ke beberapa minimarket, bengkel, bahkan saat melepas dahaga dengan es cendol, ia iseng menawarkan diri pada abang-abang tukang es tersebut. Yang tentu saja semuanya berujung penolakan.

Belum juga merasakan kerasnya dunia kerja, ia harus dihadapkan pada fakta mencari pekerjaan itu sangat sulit. Lebih-lebih ijazah SMA saja dia belum punya.

Save It Before You Need It (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang