SETIBANYA dari toilet, Cleo mulai menyantap ayam penyet miliknya. Aktivitas makannya itu tak luput dari perhatian penuh dari cowok didepannya.
Cleo mengelap bibirnya dengan tisu setelah makan.
"Istirahat dulu bentar ya, Daf. Aku kekenyangan." ujarnya tak mengindahkan tatapan tersirat yang dipasang kekasihnya.
"Mau sampai kapan kamu nahan aku gini, hem?" Daffa yang semula bersandar sambil bersedekap mengambil posisi duduk biasa dengan kedua tangan saling berkaitan diatas meja. "Dari tadi kamu cuma ngulur waktu aku biar aku gak balapan kan?" Yah. Sebenarnya Daffa sudah dapat membaca gerak gerik aneh kekasihnya itu. Mulai dari mencari sepatu yang ia yakin hanya akal-akalan, nonton bioskop yang ditengokpun tidak oleh gadis itu. Makan inipun pasti hanya alasan tambahan untuk membuatnya tidak pergi. Dan air muka yang kini dipasang Cleo semakin memperkuat praduganya.
"Aku cuma gak mau kamu kenapa-napa." cicitnya sendu. Terdengar Daffa menghela napas. Lelaki itu membawa tangan gadisnya dan digenggam penuh kelembutan.
"Aku ngerti kekhawatiran kamu. Tapi Cleo, yang aku lakuin ini bukan semata-mata cuma buat balapan dan buat seneng-seneng gak jelas. Aku ikut ini sebagai bentuk aku menghargai Chatur dan anak Pamungkas yang lain. Aku yakin, kalo kamu diposisi aku, kamu pasti akan lakuin hal yang sama. Karena apa? Karena aku yakin, setiap orang pasti ingin punya temen yang selalu ada. Entah itu lagi seneng, atau ketika kita jatuh. Kalo seandainya aku sendiri aja gak punya solidaritas, apa aku ada hak buat berharap punya temen yang setia kawan?" Cleo menunduk dengan wajah sedihnya. Daffa tersenyum kecil mengelus punggung tangan digenggamannya.
"Lagian, kalo yang kamu takutin itu aku ikut balapan malam ini, aku jamin gak bakal deh." wajah Cleo yang semula menunduk kembali menegak. Gadis itu menatap bingung kearah Daffa.
"Maksud kamu?"
"Sebelum aku minta izin gak ikut, Chatur dan Sam duluan larang aku buat gak ikut. Soalnya mereka takut dimarahin peliharaan aku yang galak. Bawel lagi." Cleo yang tahu dirinyalah yang dimaksud merengut lucu. Dipukulnya tangan Daffa yang tadi menggenggamnya. "Jadi, kamu izinin aku pergi malam inikan?" meski dalam hatinya ia masih sangat mengkhawatirkan Daffa, ia tak punya pilihan lain selain mengiyakan.
"Sekarang aku antar kamu pulang." beranjak dari sana, Daffa mengantarkan Cleo pulang ke rumahnya. Tiba di rumah besar nan mewah milik kekasihnya itu Daffa ikut turun melepas helmnya mendekati Cleo.
"Tidur yang nyenyak. Jangan lupa mimpiin aku." keduanya saling membalas senyuman. Memberikan kecupan hangat di dahi gadisnya, selanjutnya ia menaiki motor dan menjauh di tengah sunyinya malam.
.
Derum-deruman motor sudah nyaring memenuhi udara malam di jalanan yang sudah sepi. Bertepatan itu Daffa datang. Menghentikan motornya didepan Chatur dan anak Pamungkas lainnya, mereka melakukan high five ala lelaki.
"Gue pikir lo gak dateng. Hebat juga lo bisa bebas dari bocah itu." Daffa tersenyum kecil menanggapi celetukan kakak dari kekasihnya itu.
"Lawanya dari mana?"
"Club balap. Katanya mereka penasaran sama kemampuan Pamungkas yang terus menang. Makanya yang malam ini maju cukup Chatur aja."
"Berapa orang?"
"Mereka juga cuma kirim satu doang. Tapi begonya, mereka pilih anggota yang bahkan baru masuk kemaren sore. Ngeremehin kita banget tuh. Belum tau aja raja jalanan yang bakal jadi lawan."
"Biarin aja Sam. Lebih baik manfaatin ini buat nambah anggota. Memperluas relasi aja. Siapa tau nanti kita butuh bantuan mereka."
KAMU SEDANG MEMBACA
Save It Before You Need It (End)
Romantizm[18+] Young Adult Bukan hal baru bagi kakak dan teman-teman Cleo bila gadis itu sangat mencintai Daffa. Istilah pendeknya itu 'bucin'. Selain bucin, Cleo juga sangat protektif pada Daffa jika kekasihnya itu akan terlibat dalam masalah dari Genk Pamu...