part 10

28 10 0
                                    

Selamat membaca!



***

Sebuah keributan terjadi di lorong kelas sebelas membuat murid SMA Prasaja yang menonton langsung datang mengerumuni tempat kejadian. Seorang cowok tengah memukul siswa yang merupakan most wanted di sekolah.

“Brengsek lo! Kenapa lo merlakuin Zia kayak gitu!” Ali kembali menghantam wajah Elvan hingga membuatnya terhuyung ke belakang.

“Bukan urusan lo!” Elvan terkekeh. Mengusap hidungnya berdenyut nyeri.

“Lo gak berhak kayak gitu ke Zia! Lo tau, dia kemarin nungguin lo hujan-hujanan. Demi siapa? DEMI LO!”

“Gue gak peduli!”

“Tapi mata lo gak bisa bohong, Van!” Ali melepaskan cengkraman di leher Elvan. Lalu dia bangkit. “Gue mohon sama lo, temenin Zia saat ini, dia butuh lo.”

***

Plakk..

Gauri menampar pipi Zia hingga tangan lentik itu kebas. Suara tamparan itu terdengar sampai keluar rumah. Zia tegang. Tidak percaya dengan yang barusan ibunya lakukan. Selama ini ibunya tak pernah semarah ini sampai dia menamparnya.

Di sisi lain ada Syafira yang sedang tersenyum miring di belakang Gauri. Sepertinya, dia sangat puas dengan apa yang di lakukan ibunya terhadap adiknya itu. Dia berhasil menghasut ibunya saat kemarin dia pulang dari pekerjaannya.

“Ma—ma?” ucap Zia terbata-bata. Matanya berkaca-kaca. Dia masih memegangi pipi nya yang masih terasa panas dan perih.

“Apa?! Apa yang kamu lakukan Zia? Mama malu, Mama gak pernah ajarin kamu buat gitu Kenzia! Apa Mama kurang kasih kamu uang hingga kamu... cih.” Gauri berdecih lalu memalingkan muka.

“Mama Kenzia gak mungkin gitu, Ma. Memang benar malam itu Kenzia pergi ke sana, tapi bukan untuk itu, Ma. Aku ke sana karena Kak—“ ucapan Zia terpotong karena Syafira mendorong tubuhnya.

“Alah, gak usah ngeles lo! Gue aja jijik liat kelakuan lo yang kayak gini! Senakal-nakal gue, gak pernah tuh sampe gitu,” ujar Syafira. “Untung Papa belum pulang, dan masih di luar kota. Kalo sampe Papa tau, lo pasti di usir dari rumah ini!” lanjutnya lagi terus mendesak Zia.

“Kenzia. Saat nanti Papa kamu pulang, jelasin sendiri ke Papa kamu,” ujar Gauri.

“Tapi, Ma—“

“Udah. Cukup. Mama capek, terserah mau gimana hidupmu. Mama kecewa.” Gauri berbalik dan meninggalkan Zia dan Syafira. Air mata kecewanya cukup jelas terlihat.

“Cewek bookingan,” bisik Syafira dan berlalu pergi.

Zia lemas, dia terduduk di lantai. Kenapa, kenapa ini harus terjadi padanya? Bahkan ibunya pun kini tak mempercayainya. Semua orang menyalahkannya. Dan terus begitu. Teman-temannya, kekasihnya, hingga keluarganya pergi meninggalkannya disaat dia sangat membutuhkan kehadiran mereka di sekelilingnya.

Coba bayangkan, siapa yang tahan di saat situasi seperti itu?

***

Pemuda itu duduk di belakang meja bertender di sebuah club, dengan seorang gadis yang berpakaian superminim.

Dan gadis yang bersamanya kali ini adalah Syafira. Gadis yang sama, yang pernah ia temui ketika mengantar Zia pulang di rumahnya. Padahal tadi dia bersama Gabino, tapi entah kemana dia. Dan akhirnya dia bertemu dengan Syafira. Entah apa yang merasuki Elvan saat bersedia mengiyakan ajakan Syafira untuk minum.

Oh, mungkin dia hanya ingin mencari pelarian dari rasa sakit yang tak henti-hentinya dia rasa. Atau, karena dengan begitu mereka bisa berbagi rasa sakit yang sama? Rasa sakit yang Kenzia tidak akan pernah mengerti. Seperti Elvan ingin mengerti dengan keadaan Zia, tapi seakan ada satu hal yang mengganjal dan tak membiarkan dia percaya kepada Zia. Dan Elvan tak bisa mendeskripsikan apa itu.

Elvan sadar, apa yang dilakukannya beberapa waktu lalu menyakiti Zia, dan tidak ada jaminan bahwa dia tidak akan melakukan hal itu lagi.

Jadi apakah ini akhirnya?

Elvan tidak tahu. Segalanya seolah berputar-putar tidak jelas di sekitarnya. Ada kalanya dia ingin menggenggam tangan gadis itu, berbisik, bahwa itu semua bukan salahnya, bahwa semua itu bukan disebabkan olehnya. Dan dia percaya penuh kepadanya.

Elvan memang merasa marah. Sangat. Namun di hati kecilnya dia tak pernah marah kepada Zia. Tapi terus saja, ketika dia dekat dengan Zia, dia tak bisa memendam amarahnya. Selalu saja ada yang membuatnya jengkel.

“Gue tau, lo lagi ada masalah yah sama adik gue? Ya gimana yah, dia itu diam-diam menghanyutkan, gue sebagai kakaknya ngerasa malu liat kelakuan dia,” ujar Syafira memprovokasi Elvan. “Mending lo tinggalin dia.”

Waktu sudah menujukkan pukul sebelas malam, Syafira sampai di rumahnya bersama seorang pemuda yang tengah mabuk berat. Pemuda itu terkekeh pada detik pertama lalu menangis pada detik selanjutnya. Namun meski kelakuannya absurd, dia masih menggumamkan satu nama dengan jelas.

Kenzia.

Membuat gadis yang memapahnya berdecak sambil menggeleng-geleng kepala. Tapi semua itu, di hiraukannya. Dia membawa pemuda itu masuk ke rumahnya. Lalu dia membantingkan tubuh pemuda itu ke kasur ketika sampai di kamar tamu.

“Mending lo tidur, good night.” Gadis itu mencium kening pemuda tersebut yang sudah terlelap.

Gue udah janji buat ngerebut semua yang lo miliki. Termasuk dia.

You Wan't Understand [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang