part 23

37 6 0
                                    


***

Jiwa Ali selalu mengikuti Zia, baik itu pergi ke sekolah, di rumah sakit, atau ketika dia sedang termenung sendirian, di rumah. Seperti saat ini, dia sedang menemani Zia membereskan kamarnya. Sepertinya, cewek ini sedang memperbarui kamarnya.

Ali hanya melihat Zia sedang kewalahan membereskan barang-barang di kamar, andai dia bisa membantunya, Zia pasti tidak akan kewalahan. Selama ini, Ali hanya bisa berkeliaran tanpa tujuan, paling dia menemui Gibran, karena hanya dia yang bisa membantunya.

“Kenzia, turun. Makan dulu,” panggil Syafira dari bawah. Membuat Zia yang sedang mengambil bindernya terhenti.

“Iyaa, bentar.” Zia pun memutuskan untuk turun keluar dan menyimpan kembali bindernya di meja.

Sesaat Ali mendekati binder itu, selama ini dia tak pernah tau apa isinya. Terlebih lagi, Zia selalu melarangnya untuk membuka atau membaca isi dari binder itu.

“Eh apa ini,” tanya Ali sambil membuka sebuah buku diary berwarna merah muda.

“Eits. Lo boleh berantakin barang gue yang lain, kecuali ini. Janji yah?” Zia berucap sambil merebut binder itu dari tangan Ali.

“Yaudah, iye. Gue janji,” jawab Ali.

Kejadian itu sudah lama berlalu, tapi mungkin kali ini Ali tidak bisa menepatinya. Ali mengambil binder itu dan membukanya perlahan.

Hari ini.

Hari pertama gue jadi anak SMA. Gue udah bersiap-siap buat berangkat ke sekolah, tinggal nunggu ‘jemputan’ dari sahabat gue, Ali. Mr. Annoying ;) Sahabat gue dari kecil, dia terbaik.

Ali terus membuka ke halaman selanjutnya.

Demi Apa hari ini gue ketemu cowok, yang berhasil bikin gue klepek-klepek. Beda jauhlah kalo dibandingin sama Ali. Cowok itu type gue banget, tapi sayangnya ... gue gak tau siapa namanya ;) next time deh.

***

Hari ini, gue udah tau siapa dia. Namanya, Elvan. Elvan Aristides Rafiqsy.

***

Arti nama lo itu sama kayak gue, Elvan.
Arti nama lo.
Orang yang dicintai.

***

Sebel. Itu yang gue rasain hari ini, gue sebel sama si Ali. Kenapa dia selalu gak suka sama hubungan gue dan Elvan?

***

Friendzone. Mungkin itu yang Ali rasain. Hari ini dia ngungkapin perasaannya ke gue, tapi gue malah nyakitin dia, maaf Ali, gue belum bisa bales perasaan lo hari ini, gak tau kalau besok, lusa.

***
Gue akan menunggu sampai kapan pun, kalau itu jalan yang terbaik untuk gue.

I’ll wait as long as forever to be with you. Elvan.

Lalu ketika Ali membaca halaman berikutnya. Ada foto Ali dengan Zia yang tertempel manis di kertas buku harian itu. Di bagian ujung foto itu bahkan ada kertas-kertas manis berbentuk hati yang menghias.

Dia Mahavir Alister Bagaskara, lelaki hebat yang gue temuin di bumi. Lo itu persis langit. Enggak ada orang yang peduli dengan kehadiran lo, tapi lo selalu ada buat mereka sama halnya seperti langit yang tak pernah pergi. Tetap jadi apa adanya, Ali.

Ali kebingungan. Tak ada lagi tulisan di binder itu, tapi tidak mungkin. Dia terus mencari, sampai ia bertemu dengan tulisan lagi di binder Zia, letaknya ada di bagian tengah binder itu.

***

Ali pernah bertanya sama gue, ‘apakah gue pernah mencintainya walau cuma sehari?

Jawabannya ... pernah. Gue pernah mencintai Ali. Gue pernah merasakan hal yang sama dengan apa yang Ali rasakan. Tapi, semua itu hilang dalam sekejap, setelah kedatangan Elvan di kehidupan gue.

Bagi gue, Elvan punya kunci kebahagiaan yang gak pernah gue temuin ketika sama Ali. Elvan itu beda, sejak pertama gue ketemu Elvan. Semuanya berubah drastis. 

Tapi, hari ini Elvan bukan lagi jadi sumber kebahagiaan gue. Berkali-kali gue coba buat yakin kembali dengan Elvan, tapi berkali-kali juga dia nyakitin gue.

Bohong, ketika gue bilang udah gak peduli lagi sama dia, nyatanya setelah kita gak sama-sama lagi, gue gak bisa menempatkan kebahagiaan gue di tempat lain. Sekalipun itu pada Ali.

Gue tau, Ali selalu berusaha buat bikin gue selalu bisa bahagia. Gue hargai itu, tapi ... satu hal yang Ali gak ngerti, dia gak tau sumber bahagia gue di mana. Dia hanya berusaha buat gue bahagia, bukan malah mencari inti dari kebahagiaan gue.

Sekalipun rasa itu masih ada buat Ali, tapi gue gak bisa menjamin, rasa itu akan sama seperti pada Elvan. Sehebat apa pun gue sembunyikan itu.

Karena semuanya sudah berbeda, sangat berbeda.

Sudah goresan takdirnya mungkin, gue hanya bisa balas Ali dengan hubungan persahabatan, tidak lebih.

Gue gak pernah minta dia buat selalu ada sama gue, tapi nyatanya Ali selalu ada di setiap situasi di kehidupan gue.

Semua itu bukan bikin gue seneng, tapi malah bikin gue bingung.

Bingung karena gak bisa bales semua kebaikan dia. Gue terganggu dengan bayang-bayang rasa bersalah, tapi mungkin Ali gak ngerti itu.

Satu hal yang bisa gue pelajari: Kita semua bisa bahagia. Gue bisa bahagia, Ali pun berhak atas kebahagiaannya.

Gue mau bahagia dengan cara gue sendiri, gue mau bahagia tanpa aturan dari orang lain. Gue mau itu, Ali. Please, stop. Stop bikin gue merasa terpukul setiap hari karena kebaikan lo.

Untuk kesekian kalinya, Ali dibuat tertegun oleh isi binder Zia. Zia tak pernah bahagia dengannya, Zia benar. Ali yang terlalu memaksakan semua ini dengan Zia. Ali menyimpan binder itu kembali di meja, kemudian dia pergi, entah mau kemana.

“Gib, gue butuh bantuan lo,” ucap Ali.

Tbc~

You Wan't Understand [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang