part 11

27 10 0
                                    

Selamat membaca!


***

Matahari keluar dari persembuanyiannya, membawa hawa sejuk sekaligus hangat. Zia sudah bangun sedari tadi, semalaman ia susah tidur. Sejak kemarin, Zia mengurung diri di kamarnya. Matanya sembab. Mukanya pucat, sepertinya dia sedang sakit. Tapi tak ia hiraukan, dia tak peduli dengan keadaannya. Yang terpenting saat ini dia harus bisa membuktikan dirinya tak bersalah di depan semua orang.

Langkah kakinya memelan saat melihat Syafira dan ibunya sudah di meja makan, tapi yang membuatnya kaget bukanlah itu. Tapi kehadiran Elvan di rumahnya kali ini. Bagaimana bisa dia ada di rumahnya? Entah kenapa langkahnya kakinya terasa berat sehingga ia sulit mencapai ketiga orang itu.

“Sini, makan dulu. Mama marah, bukan berarti Mama biarin kamu kelaperan,” ucap Gauri tanpa melirik ke arah Zia. “Oh iya, ini adiknya Syafira. Kenzia. Mungkin kamu kenal.”

Elvan menengok ke arah Zia. Dalam beberapa detik mereka saling bertatap mata, namun di detik berikutnya Elvan memutuskan kontak mata itu dan beralih tersenyum kepada Gauri.

“Enggak, Tante. Baru kali ini saya ketemu dia,” jawab Elvan. Jawaban itu membuat dada Zia merasakan sakit. Mengapa Elvan tak mengakui Zia?

“Oh iya, Elvan. Maaf semalem gue ajak lo ke rumah gue, ya karena gue gak tau rumah lo dimana,” kata Syafira tiba-tiba.

“Gak apa-apa. Makasih, Syaf.” Elvan tersenyum kepadanya. Sedangkan Zia hanya bisa menundukkan kepalanya, sambil mengaduk-ngaduk makanannya tanpa berniat untuk memakannya.

“Kalian itu temenan? Padahal kalo pacaran cocok loh,” kata Gauri. Tiba-tiba Zia tersedak saat makan, dan membuat Gauri, Syafira, dan Elvan melirik ke arahnya.

“Kalo makan itu hati-hati, nih minum.” Gauri memberikan gelas berisi air putih kepada Zia. Zia meminum habis air itu.

“Syafira itu cantik, siapa aja pasti suka ke dia. Bahkan mungkin saya,” jelas Elvan lalu melirik ke arah Zia. Zia diam, apa maksud perkataan Elvan? inikah pembalasan sakit hatinya terhadap Zia? Dia hanya bisa diam, tak mau tau tentang obrolan mereka.

“Aku mau ke atas dulu.” Zia pergi meninggalkan meja makan, lalu kembali ke kamarnya. Hari ini adalah weekend, wajar saja bila Elvan tidak buru-buru pergi dari rumahnya. Entah Syafira yang menahannya atau, entahlah Zia tidak ingin tahu.

Sebuah notifikasi pesan masuk ke ponselnya, Zia cepat-cepat mengambil nya.

Mahavir Alister : Kita ketemu. Di kafe biasa. Penting!

***
Sudah sekitar setengah jam Ali menunggu Zia. Dia tak bisa menjemputnya, karena kendaraannya sedang di servis. Tidak ada tanda-tanda kemunculan wanita itu. Tapi, Ali tetap akan menunggunya.

“Hei,” sapa seseorang yang sudah berdiri di belakangnya.

“Lama banget, sampe gue rasanya mau lumutan,” jawab Ali.

Zia mendengus jengah, “Tadi nunggu taksi nya lama.”

“Zi, muka lo pucet banget. Lo sakit?” tanya Ali.

“Enggak.”

“Oke, jadi gue mau ngomongin soal foto itu.”

Ali mulai bercerita, Zia terus menyimaknya. Tak satu pun kata dia lewatkan, sahabatnya ini memang perhatian.

“Lo tau dari mana?” tanya Zia setelah Ali selesai bercerita.

“Ya mungkin ini bisa juga salah, tapi pemilik gelang ini setau gue dia,” jawab Ali yakin. “Nah, ini foto CCTV di sana malam itu.”

Kenzia Ratu Ofelia : Gentari, besok kita ketemu. Di kafe Plaza, pulang sekolah. Gue harap lo dateng.

***
Gentari menghampiri Agatha dan Keisha yang sedang duduk menikmati makanan mereka di bangku paling pojok yang ada di kantin.

“Hai,” sapa Gentari ramah kepada mereka berdua. Gentari kira mereka akan menyambutnya, ternyata tidak. Kedua cewek itu mengacuhkannya, menganggap Gentari tidak ada di sana.

“Kalian berdua kenapa sih?” tanya Gentari heran.

“Lo yang kenapa?! Puas lo buat Zia menderita?! Puas lo sekarang!” tanya Keisha setengah membentak.

“Maksudnya apa?” tanya Gentari polos.

“Nggak usah sok polos gitu deh lo!”

“Hah?”

“Gue kira lo punya malu, Tar! Ternyata ... padahal setelah Zia selalu bersikap baik ke lo, lo masih jahatin dia?” ucap Agatha sengit.

Mereka pun pergi meninggalkan Gentari yang masih tidak mengerti dengan apa yang terjadi.

“Gibran!” panggil Gentari kepada kekasihnya. Gadis itu buru-buru menghampiri Gibran sebelum cowok itu menghindarinya seperti Agatha dan Keisha.

“Sorry, gue lagi gak mau ngomong sama lo,” ketus Gibran, lalu pergi meninggalkan Gentari.

Gentari bingung, ada apa sebenarnya dengan mereka semua?

***

Jam istirahat, Gentari sudah berada di kelas Ali. Dia menunggu Ali dan temannya untuk menerima penjelasan.
Tak lama kemudian, Ali pun datang sendiri. Pemuda itu sepertinya kaget melihat Gentari yang ada di kelasnya. Ali, Gibran dan Ardillan hanya melirik sekilas ke arahnya lalu duduk di bangkunya dan tidak menyapa Gentari sedikit pun.

Gentari menghampirinya dan berdiri tepat di depan cewek itu. Mereka menatap nya penuh rasa benci.

“Ali, gue butuh penjelasan, mungkin lo tau kenapa mereka semua gitu ke gue,” ucap gentari.

“Penjelasan? Penjelasan apa hah?” ketus Gibran.

“Kenapa lo jadi gini ke gue, Gib?”

“Lagian lo ngapain ngotorin nama Zia di sekolah?!” ketus Ali emosi. Dia tidak terima melihat sahabatnya di perlakukan seperti itu. Dan mereka tidak menyangka pelaku yang mencemarkan nama Zia adalah teman dekatnya, Gentari.

“Ngotorin apaan?” Gentari heran.

“Ngotorin Zia dengan cara lo nyebar-nyebar foto itu di sekolah lah,” timpal Ardillan.

“Hah? Apa? Sumpah! Gue gak pernah lakuin itu,” ucap Gentari sambil bersumpah.

“Jelas-jelas lo yang nyebarin itu! Siapa lagi kalo bukan lo? Di tempat waktu cuma lo yang ngehubungin Zia buat pergi ke sana.”

“Serius bukan gue!” Gentari terus mencoba agar mereka bertiga percaya.

“Belajar bohong dari mana sih lo?” bentak Gibran. Mereka kembali keluar dari kelasnya meninggalkan Gentari.

You Wan't Understand [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang