part 7

38 9 1
                                    


***

"Ayo masuk. Kenapa diem aja?" ucap Ali sesaat setelah mereka sampai di rumah Zia.

Zia masih diam di depan gerbang. Lampu kamar Syafira sudah padam, itu berarti dia sudah berada di rumah. Mengapa Syafira tega meninggalkannya di sana? Pertanyaan itu berkelana di dalam kepala Zia. Namun ia enggang untuk membahas.

"Gue tau lo takut. Gue temenin ke dalem." Ali melepas helm. "Ayo, Zi!"

Ali menarik tangan Zia lalu mengajaknya masuk ke rumah. Cowok itu melihat rumah Zia yang gelap. Jam sudah menunjukkan pukul dua belas malam. Udara semakin dingin dan suasana semakin sepi.

Syafira belum tidur. Ia membuka gordennya begitu mendengar suara gerbang dibuka, dan melihat dua orang berada di halamannya.

Ada Zia dan Ali? Ia memperjelas pandangannya di jendela kamar. Kedua matanya membelalak sempurna. Ya, Syafira sudah mengagumi Ali sejak dia kelas 3 SMP. Saat itu, Ali masih duduk di kelas 2 SMP sama dengan Zia. Dia sudah terang-terangan mengungkapkan isi hatinya kepada Ali namun ia selalu di tolak lagi dan lagi. Karena Ali hanya menyukai Zia dan akan tetap seperti itu.

"Kenapa lo diem aja, Zi?"

"Lo pulang aja, Li. Gue udah gak apa-apa."

"Yakin?"

Zia mengangguk namun pandangannya terlihat ia sedang berbohong.

"Masuk aja dulu. Gue tungguin dari sini." Ali menatapnya dengan teduh. Zia hampir dibuat tidak percaya dengan apa yang ia lihat sekarang. Ali itu cowok sempurna, bahkan dia percaya kepadanya lebih kepada dirinya sendiri. Tapi kenapa? Zia tidak bisa jatuh cinta kepadanya. Zia tidak mampu untuk membalas perasaan Ali untuknya. Bahkan setelah dia menyakiti hati Ali dengan penolakannya, dia masih bersedia menolongnya kini. Sedangkan pada Elvan? Yang jelas-jelas selalu menyakiti hatinya? Entahlah, Zia sendiri pun tidak bisa mendefinisikan apa yang terjadi padanya hatinya maupun dirinya.

"Ali?" panggil Zia. "Makasih ya."

"Makasih untuk apa?"

"Makasih aja."

Ali tersenyum, "Gih, masuk sana! Gue tungguin di sini. Kalau lo udah masuk ke dalem gue baru pulang."

"Gue masuk ya?"

Ali mengangguk, cewek itu mengembalikan jaket kepada sang pemilik yang tadi sempat dia pinjam. Ali pun mendekatkan tubuhnya pada sahabatnya itu. Dalam hitungan detik ia merengkuh cewek itu. "Istirahat, Zi. Biar besok bisa sekolah."

Syafira memperhatikan keduanya sedari tadi, meremas gorden, tidak suka dengan kedekatan keduanya. Seharusnya Syafira yang berada di posisi itu bukan Zia!

Lo masih bisa tersenyum kali ini. Tapi setelah besok, lo gak bakal lagi kuat buat senyum.

***

Matahari baru saja keluar dari persembunyiannya, sinarnya merambat melewati celah jendela. Aroma segar udara pagi hari kembali menyerbak. Angin dingin menyapa pori-pori kulit seorang cewek yang tengah sibuk mengikat rambutnya dengan gaya pony tail. Zia mengambil tasnya, lalu bergegas ke luar kamar. Bayangan tentang kejadian semalam terus menghantuinya.

Ia berjalan melewati ruang makan menuju pintu utama, namun Syafira menginterupsi langkahnya.

"Kemarin lo pulang sama Ali?" Syafira duduk tenang di meja makan sambil mengolesi rotinya dengan selai kacang. Zia diam di tempat, tidak menjawab pertanyaannya.

"Lo tuli atau gagu? Kalo gue nanya tuh jawab!" Syafira menggebrak meja makan hingga Zia terlonjak. Ia memperhatikan Syafira tanpa berbicara sepatah kata pun.

You Wan't Understand [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang