Suara cebikan dari bibirnya bersahutan dengan klakson mobil dan motor di jalanan. Gadis dengan rambut sedikit bergelombang itu menekuk wajahnya karena merasa jengkel. Diandra, gadis itu sedang menunggu Hani yang tak kunjung datang. Tahu begini, dua pulang sendiri saja dengan bus.
Drrrtt ... Drrrtt ...
"Halo, Kak. Kak Hani di mana?" Diandra langsung menyerobot Hani dengan pertanyaan sesaat setelah panggilan itu tersambung.
"Di, kayaknya kakak enggak bisa jemput. Soalnya Bunda nyuruh kakak cepetan pulang. Sorry ya."
"Kok gitu sih, Kak? Tau gitu aku naik Bus aja tadi. Mana itu Bus terakhir lagi," balasnya disertai decakan.
"Ya maaf, kakak juga lagi buru-buru soalnya Tante sama Om udah pada dateng."
"Ya udah deh."
Diandra mematikan sambungan telepon tadi. Dia tahu jika Hani sibuk mempersiapkan acara ulang tahun pernikahan orang tua mereka. Namun, dia tidak akan menyalahkan gadis itu jika Hani tidak mengajaknya pulang sekalian tadi. Jika sudah begini, tidak ada jalan lain selain memesan ojek online.
Baru saja gadis itu ingin memesannya lewat aplikasi, sebuah motor besar berwarna hitam berhenti tak jauh darinya. Diandra mengangkat pandangannya, sampai netra mereka bertubrukan.
"Ghandi?" beo-nya. "Kenapa?"
Setelah melepaskan helmnya, cowok itu menatap Diandra dengan intens. Membuat sang gadis merasa terintimidasi. Apalagi salahnya sekarang?
"Ngapain lo kasih gue bakso tadi di kantin?"
Diandra menghela napas lega karena itu hanya perihal bakso. Gadis itu tersenyum singkat, "sebagai ucapan terima kasih," katanya dengan santai.
"Buat?"
"Aduh, Ghan! Masa lo enggak paham sih?" kata Diandra dengan gemas. "Nih ya, lo kan, yang ngebolehin gue dekat sama anak Adgar. Nah, dari situ gue dapet ide dan terinspirasi. Lo pasti tau kan, segimana berharganya ide bagi seorang penulis? Jadi—"
"Intinya aja," potong Ghandi cepat. Cowok itu selalu saja begitu, membuat Diandra semakin gemas dan ingin menimpuknya.
"Pokoknya gue berterima kasih. Itu intinya."
Ghandi mengangguk sekali. Seharusnya dia tidak perlu secemas itu hanya karena Diandra memberikannya bakso. Alasan gadis itu cukup logis dan bisa diterima oleh akalnya.
"Eh tapi Ghan," Diandra menahan motor Ghandi di bagian depan. "Gue ... Boleh nebeng enggak?" pintanya dengan menunjukkan cengiran lebar.
Sebelum menjawab, Ghandi memperhatikan sekitarnya. Membuat Diandra juga ikut melirik. Apa yang cowok itu perhatikan? Di sekitar mereka sudah sepi karena ini sudah lewat 30 menit dari jam pulang sekolah.
"Naik." Satu kata yang keluar dari mulut Ghandi membuat gadis itu melompat-lompat kecil. Tampak kegirangan. Jadi tidak salahkan jika Ghandi salah paham?
"Helmnya?" tagih Diandra.
"Enggak ada Helm."
"Tapi kemari—"
KAMU SEDANG MEMBACA
Jungkir Balik Dunia Diandra [TAMAT]
Teen FictionKalian bisa mendukung cerita ini dalam challenge 30 hari menulis yang diadakan oleh Millennial Author Project bersama Sky publisher dengan cara VOTE, KOMEN dan SHARE cerita ini. Terima kasih ***** Diandra Amira, seorang penulis muda yang sedang menj...