Eleven

4.4K 702 32
                                    

Seperti biasa, hari libur membuatku bangun lebih pagi. Ini sudah seperti kebiasaan dari dulu. Aku bangkit dari kasur lalu membuka selambu dan jendela lebar-lebar agar udara pagi masuk ke kamarku. Melihat jendela si kembar masi tertutup, aku berpikir mereka masih tidur.

Aku berjalan menuruni tangga menuju arah dapur untuk membuat sarapan. Sialnya, bahan masakan sudah habis, tidak ada yang tersisa sama sekali.

"Huftt... terpaksa harus belanja" gumamku malas.

Aku menuju ke arah kamar mandi yang tepat berada di kamarku. Setelah selesai mandi, aku mengganti pakaian tidurku dengan sweater berwarna putih dan rok diatas lutut. Tidak lupa memakai kaos kaki panjang untuk menutupi luka memarku.

-----

'Umm... enaknya masak apa ya?' pikirku bingung sambil melihat-lihat bahan makanan.

"Ah.. aku makan makanan instan saja" gumamku sambil mengambil bahan makanan untuk besok dan seterusnya.

Lalu aku menuju mengarah rak mie instan, tempat favoritku. Maniak mie instan sepertiku tidak cukup hanya membeli sepuluh mie instan.

"Sayang, persediaan mie instan kita sudah habis bukan?"

"Hm iya sudah habis"

"Kalau begitu, aku akan beli"

"Ya, jangan terlalu banyak juga"

 'Pasangan baru menikah kah..' pikirku sambil mendengar obrolan mereka yang sedikit tidak jauh dariku.

Aku menoleh ke arah mereka. Terlihat wanita cantik memakai cardigan berbincang dengan pasangannya. Firasatku tiba-tiba merasa tidak enak. Aku pikir karena kelaparan. Tapi bukan itu, pasangan wanita itu seketika terlihat. Bola mataku melebar seketika. Aku terkejut, tangan dan kakiku gemetaran. Kenapa aku seperti ini tiba-tiba? Karena aku melihat sosok yang paling aku benci dan takut, ia adalah ayahku.

'Kenapa.. dia disini...' pikirku sambil berjalan mundur pelan. Tanpa sadar aku menabrak seseorang. seketika badanku reflek berbalik.

"Ma-maaf aku tidak liha- eh.. Suna" ucapku terkejut.

"Oh [Name]" jawab Suna.

"A-anu a-aku.."

"Sayang, bisa tolong ambilkan mie di sebelah sana" ucap wanita tersebut pada ayah.

Ketakutanku semakin menjadi-jadi. Mendengar langkah ayahku semakin dekat, membuat badanku kaku sampai tidak bisa bergerak sama sekali.

"[Name]?" tanya Suna heran melihatku diam saja. Suna menatap mataku yang terlihat panik dengan sesuatu. Ia berpikir kalau aku tidak terlalu nyaman pada laki-laki dewasa disana yang berjalan hampir mendekati tempatku berdiri.

Seketika badanku ditarik Suna, dan ia menyembunyikan wajahku di dekapannya.

"Eh?"

"Maaf, tahan sebentar saja" jawab Suna.

Ayahku menatap heran pada Suna, namun Suna hanya membalas anggukan sopan padanya. Lalu Suna membawaku pergi, menjauh dari ayahku.

"Sayang ada apa?" tanya wanita tersebut.

"Ah bukan apa-apa" jawabnya.

'Mungkin hanya perasaanku saja' pikirnya.

-----  

"Maaf aku merepotkanmu" ucapku pelan.

"Tak apa, kau terlihat tidak nyaman tadi, apa itu benar?" tanya Suna.

"Sebenarnya.. aku ketakutan"

"Padanya?"

"Um.."

"Dia siapa?" tanya Suna penasaran.

"Ayahku"

Suna sedikit terkejut mendengar apa yang aku ucapkan. Ia heran kenapa aku takut pada ayah sendiri. Tapi ia lebih memilih tidak bertanya padaku.

"Kau aman sekarang, jadi tenanglah" ucapnya.

"Um.. terima kasih sudah menolongku"

"Tak masalah" ucapnya padaku sambil memberi minuman.

"Eh? tidak usa-"

"Ambil saja" ucapnya paksa.

Terpaksa aku mengambil minuman pemberian Suna tidak lupa berterima kasih juga. "Ngomong-ngomong Suna, apa rumahmu di sekitar sini?" tanyaku.

"Tidak"

"Eh? lalu?..."

"Supermarket disini jauh lebih lengkap, dibanding daerah rumahku" jawabnya dengan datar.

"Oh begitu" tanggapku sweetdrop.






Suna si sipit ganteng :(

Something Worthwhile || InarizakiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang