VI

306 37 0
                                    

Aku siap mati ketika bertemu Godji nanti.

Mungkin terdengar aneh, ditambah karena aku (pembantu) dewa kematian dan sepertinya mustahil untuk mencabut nyawaku sendiri. Aku hanya berpikir bahwa tidak ada pilihan lain selain menemuinya dan menerima hukuman yang telah ia siapkan. 

Kuhembuskan napas panjang sebelum memasukki ruangan atasanku, namun ternyata aku menangkap satu sosok yang tak kusangka akan kutemui di sini. 

"Singto?" tanyaku, berdiri terpegun di ambang pintu. "Kenapa kau di sini juga?"

"Duduk, New," suara Godji yang tegas terdengar dari balik meja. Atasanku sudah berada di singgasananya, menatapku tajam dari balik kacamatanya.

Aku segera menggeser kursi, lalu duduk di samping Singto. Kami berdua diam seolah bibir kami dijahit oleh benang tak kasat mata. 

"Singto," kata Godji. "Coba jelaskan apa yang terjadi waktu itu."

Rekanku, entah mengapa dengan nada agak memelas, menceritakan kejadian malam itu dimulai dari ia memintaku untuk datang ke jembatan hingga membawaku ke apartemen temannya.

Godji sesekali mengangguk, lalu melirik ke arahku. "Apa yang Singto ceritakan benar, New?"

"Be-benar," sahutku, tidak berani membantah.

Godji mengangguk lagi. "Singto, kenapa kau menghubungi New dan memintanya datang ke jembatan?"

"Aku ingat bahwa ia berjanji dengan seseorang - hmmm... siapa namanya - "

" - Lee," selaku.

"Iya, Lee," ucap Singto. "New berjanji untuk menjaga Tay, jadi kurasa ia harus tahu apa yang terjadi pada Tay malam itu."

"Tapi kenapa waktu itu kau bilang, 'Aku tidak menyangka kau akan melangkah sejauh ini' padaku?" sergahku.

Singto menggaruk-garuk kepalanya dengan ekspresi jengkel. "Aku tidak menyangka kau akan membahayakan dirimu sendiri demi manusia itu, New."

Menurutku jawaban Singto tidak masuk akal. "Aku tidak membahayakan diriku," tegasku. "Waktu itu aku masih sadar, Singto. Aku bisa saja membawa Tay ke daratan sebelum kau ikut campur."

Rekanku menatapku sinis. "Oh, jadi ini semua salahku? Kau menyalahkanku karena menyelamatkanmu yang jelas-jelas hampir tidak sadarkan diri?"

Aku mendengus kesal. "Perbuatanmu malah membuat semuanya menjadi tidak jelas," ucapku. "Kau tahu, Tay tidak ingat siapa yang menyelamatkannya. Dia yakin bahwa Lee-lah yang melakukannya."

"Lalu kenapa?" tanya Singto. "Kau ingin dia berterima kasih dan menyembahmu?"

Ingin sekali kutinju wajah rekanku, namun deham milik Godji menghentikan perdebatan kami. Aku dan Singto berbarengan menoleh ke arahnya.

"Sudah selesai?" tanyanya dengan nada sedingin es.

Kami kompak mengangguk.

"Singto, mulai hari ini kau akan di-skors selama dua hari karena meminta New untuk datang ke jembatan."

"Hah...?" tanya Singto, setengah berteriak. Kedua alisnya terangkat dan bibirnya terbuka lebar - dia terlihat sangat terkejut.

"Kau tahu 'kan bahwa kau dilarang ikut campur tugas (pembantu) dewa kematian lain kecuali jika ada permintaan khusus dari atasanmu?," ujar Godji. "Lagipula (pembantu) dewa kematian yang bertugas malam itu tidak terima dengan tindakan kalian berdua."

"Aku sudah cek dan malam itu tidak ada yang bertugas," kata Singto. 

Atasanku menghela napas. "Ada, tapi dia sedikit terlambat."

Eternity | a Tay New storyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang