Sewaktu menemanimu bekerja di sebuah resort tepi pantai dulu, aku ingat kau pernah menyinggung sesuatu.
"Tay," katamu di antara debur ombak dan hembusan angin yang meniup rambut ikalmu. Kedua matamu menatap laut berwarna jingga keemasan yang terbentang di hadapan kita. "Jika suatu saat nanti aku pergi lebih dulu, apa yang akan kau lakukan?"
"Pertanyaanmu tidak masuk akal, Lee," jawabku, lalu tertawa kecil sambil sesekali memainkan butiran-butiran pasir di telapak tanganku.
"Apa yang akan kau lakukan, Tay?" tanyamu lagi, kali ini menoleh ke arahku.
Belasan jawaban muncul di benakku kala itu, dimulai dari "Aku akan ikut denganmu" hingga "Aku akan menjagamu".
Akan tetapi, bibirku tak sanggup mengucapkannya.
Aku tahu manusia pasti akan mati suatu saat nanti dan pekerjaanku telah menjadi bukti akan hal itu, tapi aku tidak bisa membayangkan bahwa suatu hari nanti aku harus kehilangan suara tawamu, senyummu dan keluhanmu.
Aku tidak sanggup jika harus hidup tanpamu.
Butuh waktu lama bagiku untuk menemukanmu dan aku tidak akan memaafkan siapapun yang berani mengambilmu dari sisiku.
Kutatap kedua matamu yang penuh tanda tanya. "Aku tidak akan membiarkan hal itu terjadi," jawabku, lalu kucium bibirmu dengan lembut. Pahitnya bir dan asinnya air laut samar berpadu di pengecapku. Di tiap kecupanku terselip kasih yang kuharap sampai ke hatimu.
Sampai kapanpun aku akan mencintaimu, Lee.
***
KRRIUUUKK... KRRUUUKKK...
Perlahan kedua mataku terbuka akibat suara aneh yang semakin lama semakin jelas.
Oh. Hari sudah berganti dan aku masih tetap di sini. Memuakkan.
Tiap malam aku meminta agar aku bisa pergi. Ke mana pun boleh asalkan aku bisa bertemu kekasihku. Aku bahkan rela terjun ke relung terdalam atau lapisan tertinggi bumi jika Lee berada di sana.
KRRIUUUKK... KRRUUUKKK...
"Mmhhh..."
Suara aneh itu kini disertai erangan seseorang, tidak jauh dari posisiku saat ini. Ketika terbangun, kudapati sesosok laki-laki tertidur di atas kursi tak jauh dari ranjangku. Laki-laki itu terlihat familiar dengan rambut lurus berponi serta kulit seputih susu. Matanya terpejam dengan tenang, namun sesekali kedua alisnya bertaut ketika suara aneh itu muncul.
KRRIUUUKK... KRRUUUKKK...
Kenapa dia bisa ada di sini?
Berhenti bertanya, Tay, gumamku dalam hati. Kau harus mengusir laki-laki aneh ini. Bila perlu, kau harus pindah rumah sakit karena sistem penjagaannya tidak maksimal.
"Hei!" seruku, mendorong dahi laki-laki itu dengan jari telunjukku. "Bangun!"
Dahi laki-laki itu berkerut, lalu kedua matanya terbuka pelan. "Oh, kau sudah bangun, Tay," ucapnya dengan suara serak.
Sial. Aku lupa namanya - Now? Niy?
"New," balasku tegas. "Apa yang kau lakukan di sini?"
© cover: Lee_Thanat on Instagram, captured by Tawan_V
KAMU SEDANG MEMBACA
Eternity | a Tay New story
RomanceKukira tugasku sebagai (pembantu) dewa kematian cukup mudah; aku hanya perlu menarik jiwa dari raga, lalu mengirimnya ke tujuan selanjutnya, bukan? Aku salah. Tugasku membawaku ke kematianku sendiri, namun di saat yang sama aku juga mengenal cinta...