Minerva duduk gelisah di ruang tunggu klinik kesehatan EHSOO. Dia tidak menduga akan melihat Harmoni pingsan. Apakah tadi hidung gadis itu terus mengeluarkan darah, membuatnya takut. Beruntung dia bertemu salah seorang panitia acara sehingga Harmoni bisa segera ditangani.
"Keluarga Nona Sakura," ucap Dokter yang baru saja keluar.
"Saya temannya," sahut Minerva lantas beristirahat menghampiri dokter tersebut. "Bagaimana keadaannya?" tanyanya cemas.
Dokter itu tersenyum. "Tenang saja. Dia hanya perlu istirahat dan tolong ingatkan dia untuk tidak terlalu merasa tertekan dan teratur meminum obatnya, ya," pesan dokter tersebut.
Minerva menatapnya bingung. "Apakah Harmoni mengidap suatu penyakit, Dokter?" tanyanya.
Dokter tersebut tersenyum. "Tidak parah selama ia menjaga kesehatannya. Saya permisi." Dokter itu pun pergi meninggalkan Minerva seorang diri.
Tanpa dokter itu ketahui, Minerva bergumam sebal. "Jadi rumor dia sakit parah itu benar adanya? Dasar, aku harap itu bukan penyakit menular." Ia lalu menggedikkan bahu, tidak terlalu peduli apa penyakit Harmoni.
Bosan menanti Harmoni yang tak kunjung sadarkan diri, Minerva memutuskan untuk menghubungi pihak sekolah tentang kondisi Harmoni lantas ia berjalan keluar. Mungkin jalan-jalan sejenak bisa membuat kepalanya menjadi lebih baik.
Langkah kaki Minerva menuntun gadis itu ke sebuah kafe bernuansa natural yang nampak cukup luas serta memiliki dua lantai. Dengan semangat ia memasuki kafe itu, pergi ke lantai dua, memesan minuman lantas duduk setelah menerima pesanannya, mulai memfoto isi kafe dengan kamera SLR yang selalu ia bawa.
Satu demi satu foto terabadikan dengan gaya yang indah di kameranya. Minerva memandang hasil jepretan kameranya dengan senyum puas. Fotografi memang tidak pernah mengecewakannya.
Setelah puas memfoto beberapa spot, Minerva meletakkan kameranya di meja dan mulai meminum pesanannya.
Saat itulah seseorang bergerak mendekatinya. Dengan gerakan cepat ia mengambil kamera Minerva dan setengah berlari menuju tangga, hendak keluar. Minerva yang sadar kameranya dicuri pun berteriak sambil mengejarnya.
Orang-orang menoleh ke arahnya namun tidak ada diantara mereka yang tertarik untuk membantu gadis tersebut.
Orang yang menculik kamera Minerva tersenyum puas. Ia hampir tiba di anak tangga terakhir saat seseorang menjegal kakinya, sukses membuatnya terjatuh. Belum sempat ia pulih dari keterkejutan, pemuda yang menjegalnya tadi mengambil kamera curian tersebut.
"Pergi," ucapnya dingin.
Tak mau kena masalah yang lebih besar, pencuri itu memutuskan untuk lari keluar.
Minerva mendekati pemuda berambut hitam yang telah membantunya itu, napasnya sedikit terengah.
"Thank you very much. You help me, Mr ...?"
Pemuda itu menyodorkan kamera miliknya. "Galuh Aldebaran. You can call me Galuh," jawabnya dengan nada dingin.
Senyum Minerva mengembang. Ia menerima kamera yang disodorkan Galuh dan balik menyodorkan tangan kanannya. "My name is Minerva Sachs. How do you do."
"How do you do," balas Galuh. Dia baru akan pergi saat tangan Minerva menahannya. Galuh pun menatapnya dengan sebelah alis terangkat.
"May I know your phone number? Or your home address?Ah, I come from Great Britain And currently studying at Oxford High School," ucap Minerva sambil tersenyum anggun.
Mungkin bagi orang lain senyuman itu adalah sebuah keindahan. Apalagi bagi orang Indonesia, wajah Minerva termasuk dalam kategori sangat menarik. Bagaimana tidak? Rambut pirang yang lembut dan nampak sedikit pekat, alih-alih pucat seperti kebanyakan orang Eropa. Matanya berwarna biru langit yang cerah, tidak nampak pucat bahkan setelah terkena sinar matahari. Kulitnya yang sedikit gelap membuatnya tampak eksotis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sinematografi
Fiksi RemajaDaily update Ini tentang seorang gadis bernama Minerva Sachs. Seperti namanya, Minerva amat menyukai seni terutama fotografi. Baginya dunia itu indah, tidak peduli dilihat dari sudut pandang manapun. Pribadinya yang ramah dan sopan ditambah status s...