"Hei, kau sudah dengar? Katanya sewaktu Harmoni kecelakaan, ada cowok tampan yang menungguinya di Ruang Kesehatan," bisik seorang siswi berambut coklat, Larissa.
"Benarkah?" sahut siswi lain yang memiliki wajah dan warna rambut yang sama dengannya, Larista. Dia baru saja akan berbicara saat melihat Harmoni memasuki kelas.
Orang yang mereka bicarakan melirik ke arah si kembar itu. Kedua tangannya mengepal, menggenggam erat tali tas miliknya. Ternyata berita tentang kejadian malam itu cukup cepat menyebar.
Berusaha acuh, Harmoni menarik kursi miliknya. Ia seketika dibuat heran dengan keberadaan sebuah bunga Primrose dan sebuah amplop berwarna kuning di kolong mejanya.
Harmoni mengedarkan pandangannya, mencari pelaku atau petunjuk dari si pengirim surat. Namun seperti biasa, tidak ada yang menanggapi. Semua sibuk dengan urusan masing-masing.
Penasaran, Harmoni pun membuka surat tersebut.
Kepada Harmoni Sakura.
Tampaknya surat itu memang jelas ditujukan padanya. Harmoni pun membaca harus berikutnya.
Saat bulan bersinar, berada dalam dekapan sang pangeran. Sungguh indah sekali, bukan?
Deg.
Jantung Harmoni berpacu cepat. Ia membaca ulang surat itu, memastikan ada keterangan berikutnya. Nihil, hanya ada dua baris tersebut.
Mata Harmoni mengedar ke penjuru kelas.
Siapa? Pikir gadis itu cemas. Siapa yang tahu kejadian itu?! Teriaknya dalam hati.
Saat Harmoni masih dipenuhi segala macam praduga, seseorang menepuk bahunya pelan.
"Pagi, Harmoni," sapa orang tersebut dengan senyum cerahnya.
Harmoni tersentak, ia langsung menepis kasar tangan itu serta menyembunyikan surat yang ia dapat.
Tindakannya itu sontak menarik perhatian seisi kelas, membuatnya lagi-lagi mendapat tatapan tajam tidak mengenakan.
Alis Minerva saling bertaut. "Kau kenapa, Harmoni?" tanyanya heran. Sebab Harmoni terlihat ketakutan.
"A-aku ti-tidak apa-apa," balas Harmoni sambil memaksakan sebuah senyum simpul.
Alis Minerva kian bertaut. "Benarkah? Tapi wajahmu pucat sekali. Apa kau masih sakit?" Ia pun mengulurkan tangan, hendak menyentuh kening Harmoni namun langsung ditepis oleh si pemilik.
"Aku-aku baik-baik saja. Permisi." Setelah berkata demikian, Harmoni beraksi keluar kelas.
"Cih, dia berlagak menjadi penguasa setelah membuatmu terkena hukuman rupanya," sinis Larissa. "Tidakkah kau berpikir dia sedikit kurang ajar padamu, Minerva?"
Menggedikkan bahu, Minerva memutuskan untuk duduk di bangkunya. "Daripada disebut kurang ajar, aku rasa dia lebih seperti ketakutan," balasnya. Gadis itu lalu memasang earphone dan memutar sebuah lagu yang sesuai dengan suasana hatinya sekarang. "Aku hanya berharap semua berjalan normal."
Sementara itu, Harmoni tengah mengatur napasnya. Jantungnya masih berdetak cepat, keringat dingin membasahi tangannya. Gemetar, Harmoni menelan sebutir obat yang amat ia benci. Perlahan gemetar di tubuhnya menurun, gadis itu pun terduduk di lantai toilet yang untungnya bersih.
Siapa? Kenapa? Pikir Harmoni sambil menangkup wajahnya dengan kedua tangan.
Walau sudah sering di-bully namun sampai sekarang belum pernah ada yang tahu tentang kebiasaan buruknya.
Bagaimana ini? Harmoni menggigit kukunya, tanda jika dirinya tengah dilanda kecemasan akut.
Terlampau lama berpikir membuat Harmoni tidak sadar bahwa dia telah melewatkan separuh lebih jam pelajaran untuk hari ini.

KAMU SEDANG MEMBACA
Sinematografi
Teen FictionDaily update Ini tentang seorang gadis bernama Minerva Sachs. Seperti namanya, Minerva amat menyukai seni terutama fotografi. Baginya dunia itu indah, tidak peduli dilihat dari sudut pandang manapun. Pribadinya yang ramah dan sopan ditambah status s...