The figure of the invisible

94 15 1
                                    

*
*
*
Srittt
Bunyi air yang keluar dari selang terdengar, menyirami bunga dihalaman depan, itu sudah rutinitas Yuni setiap sore, sedangkan Imah memasak bersama pembantu lainnya, untuk makan malam.

Mata Yuni menyipit, ketika sebuah mobil familler, terparkir dihalaman depan " Tuan dan Nyonya sudah pulang? " Gumamnya.

Tiba - tiba jantungnya berdetak tak karuan, belum siap mendengar perpisahan itu, namun ia terheran - heran, ketika melihat Prilly menggendong bayi " Bayi? "

" Yun, ambil sisa belanjaan dimobil yah, bawa ke kamar " Suruh Ali berjalan bersama istrinya kedalam, melewati Yuni yang masih kebingungan.

" Hallo Li, lo kok gak datang ke pengadilan sama Prilly? "
Sahabat sekaligus kaki tangannya Ali menelpon, menanyakan ketidakhadirannya dipengadilan.

Ali menghela, tadinya mereka memang sudah sampai di depan pengadilan. Saat ingin masuk ke dalam, maliq menangis tak ingin masuk, Akhirnya mereka membawa maliq ke mall, jalan - jalan sekaligus membeli keperluannya.

Ya, nama bayi itu Maliq, dari mana mereka tau?, ketika Prilly menggendong bayi itu, mereka melihat sebuah gelang ditangan mungilnya yang bertuliskan nama Maliq, jadi mereka tau itu namanya.

" Jadi gimana nih Li?, apakah perceraiannya dibatalkan saja?, lagipula ini belum terlambat kan " Dean kembali bersuara, karena Ali tak kunjung menjawab.

Ali melirik Prilly yang duduk di sofa bersama Maliq dipangkuannya.
" Ya, sebaiknya bakalkan saja De " Jawabnya singkat.

Terdengar diujung telpon Dean tertawa mengejek.
" Sudah gue duga, lo pasti akan membatalkannya. Sebenarnya kalian itu masih ada rasa cinta satu sama lain, cumannn..., ya begitulah "

" Sudahlah De, cepat selesaikan tugasmu "
" Okey!, Okey!, secepatnya akan gue urus "
Ali memutuskan sambungan, lalu mencari kontak seseorang untuk ia hubungi.

" Carikan informasi siapa orang tua Maliq, umurnya 8 bulan, fotonya akan saya kirim "
Setelah mengatakan itu, Ali langsung memutuskan sambungan, lalu mengirim foto Maliq yang Ia ambil di mall tadi.

" Mam, mam, mah " Maliq mengoceh lucu dipangkuan Prilly.
" Maliq sayang, tidur yuk!. Pasti capek kan, abis main " Ajak Prilly mendirikannya di atas pangkuan.

Maliq menepuk - nepuk pelan wajahnya sambil terus mengoceh.
" Imah, ambilkan obat " Ali sedikit berteriak, membuat Maliq menatapnya.
" Pap, pap, pah "

" Gimana Li?, sudah? " Tanya Prilly mengalihkan tatapan Ali pada Maliq.
" Udah, aku nyuruh orang buat cari siapa orang tua Maliq " Jawab Ali sambil menoel - noel pipi chubby Maliq.

" Ini tuan " Imah memberikan obat serta segelas air putih. Kemudian kembali ke dapur, setelah menatap heran Maliq.

" Minum obat dulu Pril, wajah kamu pucat " Suruh Ali datar, menutupi kekhawatirannya.
" Gak, aku gak mau minum obat "
" Kamu itu maunya apa sih Pril!, dibaikin salah!, dijahatin juga salah! " Ali mulai terpancing emosi, karena kekeraskepalaan Prilly.

" Kalau aku gak mau jangan dipaksa! " Prilly bicara juga tak kalah tingginya, kini Maliq sudah duduk disampingnya, tidak dipangkuannya lagi.

Buk
Buk
" Aduh! " Keduanya mengaduh serempak, ketika mobil - mobilan dilempar mengenai kepala mereka bersamaan.

Maliq bertepuk tangan sambil tertawa, merasa lemparannya tepat sasaran.
" Maliq!! " Seru keduanya melotot ke arah Maliq.

Bukannya takut atau menangis, Maliq malah tertawa lagi. Ali dan Prilly berpandangan, lalu detik berikutnya tertawa bersama.
" Maliq nakal!! " Seru mereka menyerbu Maliq dengan cubitan kecil, yang membuat si kecil tertawa kegelian.

Not My Mom And DadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang